7. I Will Always By Your Side

8.4K 510 8
                                    


Hari ini terpaksa Mikha harus berada sendirian di apartemen Reka. Ara sudah pergi sejak tadi pagi. Saat Mikha terbangun, Ara sudah berpamitan karena ia mengatakan ada keperluan mendadak. Mikha tidak tau keperluan apa, mungkin Ara memiliki teman disini. Bukankah dia seorang fotografer terkenal? Mikha merasa sedikit kesepian karena ia tidak tau harus melakukan apa. Menonton TV tidak mungkin. Berjalan-jalan sendirian keluar apartemen lebih tidak mungkin lagi. Tiba-tiba sebuah ide muncul di kepalanya. Mungkin ia bisa memasak saat ini. Jadi ketika Ara pulang nanti mereka bisa makan bersama.

Mikha segera bergegas menuju dapur dengan meraba-raba. Ia sangat bersyukur pada Tuhan karena memberinya insting yang begitu kuat. Sejak awal memang Ara telah menjelaskan seluk beluk apartemen Reka sehingga Mikha tidak akan terlalu kesulitan jika ia ingin mengambil sesuatu atau menuju dapur dan kamar mandi. Mikha membuka lemari es dan mengambil beberapa bahan yang ada. Dan kali ini dengan indra penciumannya ia bisa merasakan apa saja yang ada di dalam lemari es. Ia memutuskan untuk memasak masakan Indonesia. Baru dua hari di negeri orang saja dia merasa kangen dengan masakan Indonesia.

Saat akan menuju dapur, tiba-tiba ada tangan yang membantunya untuk membawa bahan-bahan yang cukup banyak. Mikha tersentak kaget.

"Ara?" tayanya.

"Bukan, kak. Aku Reka," Reka memberi tau. Ia tersenyum maklum jika Mikha salah mengenalinya. Ia segera meletakkan bahan-bahan masakan itu di meja dapur. "Kakak ipar mau masak, ya? Biar aku bantu."

" Maaf, Reka. Aku pikir Ara sudah pulang," Mikha menampilkan wajah sedikit menyesal.

"Tidak masalah, Kak. Lagipula mungkin Ara akan pulang agak malam. Tadi ia memberi kabar padaku. Dan akhirnya aku memutuskan untuk pulang. Karena aku tau kakak pasti akan bosan menunggu sendirian di apartemen ini."

"Oh baiklah kalau begitu," Mikha terlihat sedikit kecewa mendengar kabar itu. Baru saja ditinggal beberapa jam yang lalu ia sudah merasa sangat merindukan laki-laki itu.

"Kakak ipar mau masak apa? Biar aku bantu," Reka menawarkan.

"Jangan panggil kakak ipar... panggil Mikha saja. Lagipula kata Ara kita seumuran bukan?"

"Ya begitulah. Baiklah kalau itu maumu, Mikha."

Reka kemudian membantu Mikha mengupas bahan-bahan yang perlu di kupas. Sementara itu Mikha menyiapkan bumbu masakan. Saat mereka tengah asik memasak, tiba-tiba Mikha teringat ada hal penting yang ingin ia tanyakan pada Reka.

"Reka, apakah kamu tau kemana perginya Ara?"

Reka terdiam sejenak. Ia sedikit kaget mendengar pertanyaan Mikha. Dan untungnya saat ini Mikha tidak dapat melihat ekspresi terkejutnya. Ia tau dimana Ara sekarang, tapi ia tidak mungkin memberitau Mikha. Reka memaki dirinya sendiri, ia benar-benar tidak tega membohongi Mikha. Tapi mau bagaimana lagi?

"Reka, kamu masih ada disini?" Mikha bertanya kembali saat mengetahui Reka terdiam cukup lama.

"Eh, iya.. maafkan aku.. ehmm.. Ara memiliki teman disini. Sesama fotografer juga. Ia pergi ke studio temannya," Reka menghembuskan nafas berat. Maafkan aku sudah berbohong, Mikha. Katanya dalam hati.

Sementara itu, Mikha tersenyum lega saat ia mendapat kepastian dimana keberadaan suaminya. "Mengetahui kalau dia ada di studio saja sudah membuatku lega."

Reka hanya membalas dengan tersenyum kecut. Mata itu begitu indah. Penuh dengan binar cinta saat ini. tentu binar cinta yang besar untuk Ara. Reka menunduk, sedikit merenung. Membayangkan bagaimana jika suatu hari mata indah itu mengeluarkan air mata. Tidak! Ia tidak akan tega melihatnya. Dan ia sama sekali tidak ingin melihatnya. Tapi tidak bisa dipungkiri, dirinya adalah salah satu alasan suatu hari nanti Mikha akan mengeluarkan air mata.

Autumn's AmourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang