Sivia kembali ke Kelas setelah mendengar kultum dari Ray dan Gabriel di Ruang Kesehatan. Ia sadar kedua orang itu adalah harta terbaik yang di milikinya saat ini, jadi Ia sama sekali tak keberatan mendengar mereka mengoceh tentang kebiasaannya meninggalkan sarapan pagi.
Sivia baru sampai di depan pintu kelas ketika beberapa teman sekelasnya mencegatnya di depan pintu.
"Rain lo gak apa-apa?" tanya seorang gadis berkacamata tebal yang Sivia tau bernama Cecilia.
"Gak apa-apa kok Cil. Cuma pusing dikit." Jawab Sivia.
"Syukur deh. Sorry ya Rain, gue bener-bener ga sengaja. Gak tau kalo lemparan gue malah meleset ke lo." Thamrin, pemuda jangkung itu menatap Sivia penuh sesal.
Sivia tersenyum menenangkan, "Gak apa-apa kok, beneran. Tadi emang karena guenya aja yang gak sarapan."
"Si Alvin aja tadi keliatan emosi banget. Waktu gendong lo aja dia keliatan panik banget gitu." Kali ini Rona yang berdiri disebelah Cecilia ikut berbicara.
Sivia tertegun. Jadi, Alvin yang gendong dia?
"Oh, si Alvin emosi banget ya. Tapi, dia ga ngapa-ngapain lo kan?" tanya Sivia penuh selidik.
"Gak kok Rain. Dia Cuma neriakin gue aja tadi. Tapi, langsung minta maaf kok."
Sivia mengangguk, lalu berbasa-basi sebentar sebelum masuk ke Kelas. Ia menuju ke bangkunya, tapi tidak ada Ify. Juga tak ada Alvin yang biasa duduk di belakang Ify. Hanya ada Cakka.
"Kka..." panggilnya.
"Ehh, Rain..."
"Enak banget sih ngelamunnya. Ajakin dong..." canda Sivia.
Cakka mencibir. "Kok udah ke Kelas sih? Emang udah sehat?"
"Emang gue sakit?"
"Kan tadi pingsan."
"Ck. Udah gak apa-apa kok."
"Cepet banget sehatnya. Efek yang gendong ya?" goda Cakka sambil menaik turunkan alisnya.
Sivia mendelik, tapi kemudian teringat lagi apa yang harus dilakukannya. "Eh, Ify kemana?"
"Ruang photografy"
"Emm.. kalo Alvin?"
"Cieee nyariin..."
"Orang mau bilang makasih doang."
"Mau bilang yang lain juga boleh kok."
Sivia cemberut. Cakka ini tampang sama kelakuan jauh banget, pikir Sivia.
"Tadi katanya mau ke Kafetaria. Susulin gih.." jawab Cakka akhirnya.
"Sama lo dong." Pinta Sivia
"Ogah... masa pacaran minta ditemenin sih Rain." Ujar Cakka polos.
Sivia melotot. Cowok ini benar-benar.............
"Tau deh. Bodo." Ucap Sivia lalu meninggalkan Cakka yang masih tertawa geli di kursinya.
***
Sivia menghentikan langkahnya menuju Kafetaria ketika di lihatnya Alvin duduk berdua dengan Pricilla di sisi luar Kafetaria. Mereka tampak berbicara dengan serius. Alvin tampak begitu fokus mendengarkan sesuatu entah apa yang sedang dikatakan Pricilla.
Alvin terlihat begitu tertarik, fokus, serius dan.... tenang. Sesuatu yang sama sekali tidak pernah dilihatnya dari sosok itu ketika bersamanya. Sivia meringis, menyadari bahwa Ia baru saja membanding-bandingkan kebersamaannya dengan Alvin dan kebersamaan Alvin dengan Pricilla. Mendadak, sedikit rasa tercubit seolah menyentil hatinya. Sebelum pikirannya menjadi semakin tak karuan, sosok Rio sudah berdiri di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Piece of Heart
Teen FictionAda cinta disana. Ada debar rindu tak terbaca. Ada cemburu yang begitu saru. Ada kecewa bertalu-talu. Lalu luka menyesak dada. Bagiku kau candu, aku menginginkanmu. Bolehkah? Ada rasa berbeda, mengalun tanpa suara. Cintakah? Cinta. Hal yang dikecap...