Unpredictive Moment

2.1K 136 22
                                    

Sudah lewat tengah hari saat akhirnya Sivia dan rombongan sampai di daerah hutan lepas. Seluruh anggota rombongan turun dari bus dan serempak memilih lokasi untuk membuat tenda.

Kali ini untuk pertama kalinya Sivia akan tidur dalam satu tempat bersama Pricilla. Tentu saja mereka berdua ditambah dengan Shilla, Febby dan Ify akan bermalam dalam satu tenda. Perasaan canggung menyergap Sivia sejak mereka mulai mendirikan tenda beberapa saat lalu. Pricilla memang tidak bicara apa-apa. Tidak juga mengkonfrontasinya seperti biasanya. Tapi tetap saja Sivia merasa janggal. Ini justru lebih menyeramkan di banding Pricilla menolak mentah-mentah usulan untuk berada satu tempat dengannya.

Sivia masih melamun di mulut tendanya hingga tak menyadari bahwa kini ia tak sendiri lagi.

“Kok bengong sih?”

Sivia tersentak dengan suara yang tiba-tiba muncul di sebelahnya itu. Ia menoleh ke kanan dan mendapati Debo sudah duduk di sebelahnya, lengkap dengan senyum tersungging di wajahnya.

“Lo kapan kesini?” Sivia balik bertanya.

Debo menaikkan sebelah alisnya, “Lo terlalu asik ngelamun ya? Sampe ga sadar gue dateng dari tadi.”

Sivia hanya meringis menanggapi protes Debo.

“Disini ada goa yang keren banget loh. Mau liat kapan-kapan?” tawar Debo.

“Dimana?”

“Di dalem hutan sih. Tapi ngga jauh banget kok. Ngga bahaya juga.”

“.....”

“Gue udah hafal medan sini.” Tambah Debo ketika di lihatnya Sivia tampak ragu.

Sivia berfikir sejenak lalu mengangguk, “Boleh deh. Besok-besok ya.”

“gitu dong..”

***

 
Sivia tertawa mendengar ucapan Debo yang sebenarnya tidak bermaksud melucu, ucapannya menjadi lucu sendiri karena ekspresi dan kepolosan Debo mengatakannya.
 
“makanya gue bingung kenapa gue bisa dimarahin coba? kan gue jawab jujur kalo gue ngga bisa..” kata Debo.
 
Sivia dan Debo sedang membicarakan salah satu anggota rombongan yang saat berangkat tadi dandanannya heboh sekali. Seperti mereka akan pergi ke pesta dan bukan camping di hutan belantara.

Sivia menatap Debo yang tertawa lepas di sebelahnya. Pemuda ini begitu hidup. Ia mengutarakan isi kepalanya tanpa ragu dan takut. Tidak peduli apa kata orang.
  
“Bingung deh sama yang pada bawa bahan makanan sekulkas gitu. Kita kan mau camping ya. Menyatu sama alam. Emang pada mau kursus masak disini?” dumel Debo mengutarakan keheranannya.
 
Sivia tertawa lagi. Dan tawa itu kini terkonversi menjadi angin, yang mengantarkannya kepada sesosok tubuh lain yang baru saja –secara tak sengaja- tertangkap inderanya.
 
Entah kenapa, begitu ia melihat siluet dua orang itu, otaknya langsung memerintahkan kepalanya untuk tetap terfokus kesana. Ke arah dua sosok yang tampak sedang serius berbicara.

Alvin?

Sivia tahu, bahwa tangan Alvin terluka pagi tadi saat menolongnya. Namun yang membuat perasaannya kebas adalah apa yang dilihatnya kini.
 
Pricilla yang sedang mengobati luka Alvin dengan begitu telaten. Kenapa harus Pricilla?
 
Sivia tertegun. Mereka terlihat dekat sekali.
  
Sivia memejamkan matanya sejenak. Berusaha menetralisir perasaanya.
 
Debo menangkap sikap Sivia dan aura kecemasan yang tiba-tiba timbul dari gadis di sebelahnya.
 
“Kenapa, Rain?” Tanya Debo.
 
“hah?” Sivia menoleh ke arah Debo yang tersenyum. “engga..” jawabnya.
 
Debo tahu ada kebohongan dari mata gadis di sebelahnya. Tapi dia memilih untuk tidak bertanya.
 
“Emm.. gue balik ke tenda gue dulu ya..” kata Debo sambil menatap Sivia “nikmatin aja suasananya..”
 
Sivia tersenyum “iya..”

One Piece of HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang