Ursala Expo [2]

2.1K 120 9
                                    

Tepuk tangan terdengar bergemuruh. Alvin melirik pasangan duetnya yang duduk di sebelahnya tengah memasang raut wajah horror. Penasaran, Alvin hendak bertanya apa yang salah. Namun, segera di urungkan niatnya begitu Ia mengikuti arah pandang gadis itu.

Alvin memandang lurus ke depan panggung. Ia melihat ke arah Cakka cs. Pemuda itu melambai-lambaikan tangannya sambil meneriakkan kata-kata, “Alvin Rain, I love you!. Seolah belum cukup dahsyat, di samping Cakka, Ray menggelar karton putih dengan tulisan besar-besar “WE LOVE YOU, ALVIN RAIN! BEST COUPLE EVER!!!”

YA AMPUUUUNNN!!!!!!

Kalau saja Alvin tidak ingat bahwa Ia sedang berada di tengah-tengah panggung, mungkin ia tidak akan segan-segan melemparkan piano di hadapannya ini ke arah dua orang itu.

Di samping Cakka dan Ray, Gabriel dan Shilla saling menatap dan tersenyum geli. Tidak tahu harus berkomentar apa melihat tingkah teman-temannya itu.

Alvin mendengus kecil, lalu kembali melempar pandangan ke arah Sivia di sampingnya, yang juga tengah menatapnya. Sivia hanya mengangkat bahu. Tahu dengan jelas bahwa hal norak seperti tadi adalah ide saudaranya yang abnormal dan di back up oleh Cakka yang memang perlu di pertanyakan kewarasannya.

Alvin menarik napas panjang. Mulai berkonsentrasi pada pianonya.

This romantic song, for you guys......” Ucap Alvin memulai prolognya.

And especially for...” Alvin menghela napas sebentar, “someone in my heart.” Pungkas Alvin, lalu melirik Sivia sesaat melalui ekor matanya. Hanya lirikan kilat yang bahkan satuan waktu terkecil tak mampu mencatatnya.

Sorak dan seruan riuh, tepukan tangan keras-keras dan jerit histeris penonton yang didominasi cewek langsung membahana, menggetarkan area panggung siang itu. Berbeda dengan reaksi hampir seluruh penonton yang mendengar prolog Alvin itu, Sivia justru tertegun. Prolog ini di luar skenario. Walau mengerti benar tentang improvisasi di atas panggung, ada sesuatu dalam kalimat Alvin yang membuatnya tak nyaman.

Someone in my heart’. Siapa seseorang dalam hati Alvin? Apa Alvin memiliki orang spesial? Lalu kenapa ia ingin tau? Kenapa pula ia merasa tak suka?

Tanpa sadar Sivia masih menatap Alvin yang memainkan piano disampingnya. Masih tertegun. Ada torehan yang tercipta saat itu juga. Terlalu tiba-tiba, hingga Sivia sendiri tak langsung menyadarinya.

Tiba-tiba Alvin  menoleh. Tatapan tajam kedua bola mata hitam itu kini terarah lurus pada Sivia. Gadis itu tersentak. Seketika tersadar dari ketertegunannya yang cukup lama. Tapi Ia tak juga memalingkan wajahnya. Matanya telah terkunci pada sepasang pencair tembaga yang kini menatapnya tajam.

Masih dengan mata yang lurus terarah pada gadis di sampingnya, Alvin mulai menyenandungkan lagunya.

(Alvin)
I’ve been living with a shadow overhead
I’ve been sleeping with a cloud above my bed
I’ve been lonely for so long,
Trapped in the past,
I just can’t seem to move on!

(Selama ini aku hidup dengan bayangan diatas kepalaku
Selama ini aku tertidur dengan awan diatas tempat tidurku
Selama ini aku merasa kesepian untuk waktu yang sangat lama
Terperangkap dalam masa lalu,
Aku tidak bisa beranjak pergi)

Kesepian. Kata itu dulu adalah diri Alvin. Satu-satunya kata yang menggambarkan dirinya. Tapi saat ini terdengar begitu asing bahkan di telinganya sendiri. Karena gadis inikah?

(Sivia)
I’ve been hiding all my hopes and dreams away,
Just in case I ever need em again someday
I’ve been setting aside time
To clear a little space in the corners of my mind

One Piece of HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang