Life is wonderful.
***
Ketika Alvin berjalan melewati tenda-tenda, jam tangan yang di pakainya tepat menunjukkan pukul 22.30.
Sebagian anggota camping sudah masuk ke tenda masing-masing. Beberapa masih bercengkerama di depan tenda.
Kayu api unggun sudah terbakar separuh. Namun, kehangatannya masih terasa mengisi setiap sudut area perkemahana.
Namun, kehangatan yang saat ini di rasakan Alvin, berbeda. Terlampau jauh berbeda. Kehangatan itu Alvin rasakan di dalam hatinya. Dan bersumber dari telapak hangat yang saat ini masih di genggamnya.
"Masuk gih!" ucap Alvin pada gadis yang sejak tadi berjalan di sampingnya.
Sivia mengangguk dan melepaskan tangan mereka yang masih bertaut. Tapi, alih-alih melepaskan, Alvin justru menarik lengan gadis itu. Memperangkap Sivia dalam pelukannya.
"Alvin, ihh.." geram Sivia.
Yang laki-laki justru terkekeh.
"Kenapa emang? Pacar gue sendiri juga."
"Malu tau, banyak yang liatin." ucapan Sivia teredam di dada Alvin, karena pemuda itu masih belum juga melepaskan gadisnya.
"Aku bahkan nggak malu-maluin untuk di jadiin partner kondangan. Apalagi cuma buat di peluk gini. You're lucky enough, Rain." Alvin tersenyum miring.
Meskipun Alvin tidak bisa melihatnya, Sivia memutar bola matanya jengah. Alvin masih sempat-sempatnya menyombongkan diri seperti itu.
"Tapi maksudku bukan itu, Tuan muda." ketus Sivia
Alvin tersenyum geli. "Tapi ada yang lebih beruntung lagi." ucap Alvin tanpa mempedulikan perkataan Sivia sebelumnya. Alvin mengecup puncak kepala Sivia dan berbisik, "That's should be me. A luckiest boy ever. Iam so lucky to have you as mine. Am i right, Rain?"
Duh, Gusti.
Jantung Sivia rasanya sudah berdentum-dentum menyebalkan di dalam rongga dadanya. Alvin ini.. Bagaimana bisa pemuda ini mengatakan hal semacam itu?
Pada akhirnya, Sivia mensyukuri posisinya dalam pelukan Alvin saat ini. Karena kalau tidak, entah bagaimana ia harus berekasi jika Alvin terus mengucapkan kalimat-kalimat seperti tadi. Ia yakin. Saat inipun wajahnya pasti sudah tak tertolong.
Alvin melepaskan pelukannya dan menatap Sivia. "Cepet masuk dan tidur.!" perintahnya dengan nada otoriter yang biasa.
"Kamu juga sana pergi!"
Alvin melipat kedua tangannya di dada dan kembali melihat gadisnya penuh perhitungan.
"Aku bakalan pergi kalo kamu udah masuk.'
"I'm not a child, and i'm not a baby, anymore!" Sivia yang keras kepala seperti biasa.
"But, you're my baby." jawab Alvin santai.
Sivia melotot melihat kerlingan menggoda di mata Alvin. Alvin terkekeh geli, lantas menangkup kedua pipi Sivia dengan telapak tangannya yang besar. Ia menatap Sivia intens.
"Get in, and sleep well, baby!"
Sivia melenguh dalam hati. Sungguh menghadapi Alvin yang tiba-tiba berubah seperti ini membuatnya gelagapan. Akan lebih mudah baginya, menghadapi si cuek Alvin yang biasa.
Tidak mau mengambil resiko untuk meladeni Alvin jenis ini lagi, Sivia akhirnya melangkahkan kaki menuju tendanya. Saatvia sampai di mulut tenda, suara Alvin membuatnya menoleh ke pemuda yang masih berdiri di tempatnya mengantar tadi.
Alvin mengulum senyum dan mengatakan hal yang membuat Sivia mendengus malas.
"Gue cuma mau mastiin lo beneran masuk tenda, dan gak ada yang gangguin."
Tipikal Alvin Mandala sekali.
***
"Makan nggak lo?" tanya Cakka setelah Alvin masuk ke tenda mereka.
"Enggak, gue minum aja." ucap Alvin sambil mengangkat segelas air mineral di tangannya.
Mereka semua belum tidur. Gabriel, Ray dan Rio berada di seberang Alvin dan Cakka, sibuk dengan ponsel masing-masing."Sebenernya tadi gimana dah, Nyet? Kok jadi lo berantem sama Debo?"
Sontak Alvin menghentikan gelas minumannya di udara. Lalu menjauhkannya dan berakhir tergeletak di depannya. Melihat tiga temannya yang lain kemudian juga ikut fokus dengan obrolan yang di mulai dari Cakka itu, Alvin yakin jika mereka semua pada dasarnya kepo.
Alvin mendengus lantas menceritakan kenapa ia bisa berakhir memukuli Debo.
Setelah menyelesaikan ceritanya, Alvin mendapatkan pandangan yang beragam dari keempat sahabatnya.
"Sebenernya tadi, gue cukup heran sih. Lo yang biasanya ngga ada ekspresi tumben-tumbenan mukulin orang sadis gitu." komentar Ray.
Cakka, Gabriel dan Rio saling bertukar pandang lalu sama-sama mengangkat bahu.
Setelah komentar panjang Ray, tidak ada lagi yang memulai percakapan diantara mereka berlima.
Alvin duduk dengan menekuk kedua lututnya, sementara empat yang lain duduk bersila dan fokus pada ponsel masing-masing.
Empat dari mereka mengerti jika ada sesuatu yang perlu di bahas bersama Alvin. Namun, melihat Alvin masih diam, membuat mereka pun sungkan untuk bertanya lebih dulu.
Sudah ada perjanjian tak tertulis di antara mereka. Jika ada yang harus di bicarakan, tanpa perlu ada yang meminta, maka yang bersangkutan akan bicara. Dan jika saat ini Alvin masih tetap diam, itu artinya mereka hanya perlu menunggu sedikit lebih lama.
Keheningan masih menyelimuti mereka, hingga akhirnya Ray menguap.
"Jadi, lo mau ngomong apa nggak, Nyet?" sungut Ray menahan kantuk.
Mendengar itu, Alvin tersenyum. Sebenarnya Alvin sendiri bingung harus membicarakan apa.
"Emang gue ada bilang mau ngomong?" jawab Alvin.
"Halah, basi si ogeb." Cakka berdecak kesal.
Alvin kemudian meminum habis air mineralnya. "Gue pacaran sama Rain, kalo itu yang kalian mau tau."
"Trus?" tanya Ray semangat. Sisa-sisa kantuknya sudah menghilang.
"Ya udah. Gak ada terus-terusan."
"Alhamdulillah, ya Allah. Ternyata sahabat saya yang satu ini benar-benar normal." Cakka berujar dramatis, yang mendapat hadiah jitakan di kepala dari Alvin. Sedangkan yang lain tergelak karena ini.
"Nembaknya gimana, Vin? Ajarin kek." bujuk Ray.
"Itu kan privasi, Malih." ucap Cakka jengkel. "Lagian minta di ajarin lo mau nembak siapa dah? Gebetan aja gak punya lo."
Ray mendelik. "Ya, sejak kapan kita pake privasi-privasi?" sungut Ray.
Gabriel hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah konyol mereka. "Udah, pada tidur deh. Pada gak capek apa?"
***

KAMU SEDANG MEMBACA
One Piece of Heart
TeenfikceAda cinta disana. Ada debar rindu tak terbaca. Ada cemburu yang begitu saru. Ada kecewa bertalu-talu. Lalu luka menyesak dada. Bagiku kau candu, aku menginginkanmu. Bolehkah? Ada rasa berbeda, mengalun tanpa suara. Cintakah? Cinta. Hal yang dikecap...