V

2.1K 120 11
                                    

Tepat pukul tujuh malam, Jalal menuju ke kamar Jodha. Dia menggunakan setelan jas berwarna hitam. Tak lupa membawa sebuket bunga di tangannya.

Jalal mengetuk pintu kamar, Jodha membukanya. Jalal langsung terpesona dengan penampilan Jodha. Wanita itu memakai gaun panjang warna biru dan rambutnya dibiarkan tergerai. 

Karena Jalal masih diam terpaku, akhirnya Jodha menyapa Jalal.

"Hai, Jalal."

Jalal tersadar dari lamunannya.

"Eh, kamu terlihat cantik sekali malam ini." Jalal memberikan bunga yang dibawanya tadi.

"Ini untukmu."

Jodha menerimanya sambil tersenyum.

"Terima kasih. Silahkan masuk."

Jalal masuk kedalam dan Jodha menutup pintunya.

"Kau mau minum apa?"

"Air putih saja."

Jodha menuju meja dekat ramjang lalu menuangkan air ke gelas dan memberikannya pada Jalal.  

Jalal meminumnya sedikit dan mulai melancarkan aksi rayuan mautnya. Dia tidak ingin berbasa-basi.

"Kau tau, Jodha. Pertama kali melihatmu, aku sudah tergila-gila padamu."

Jalal mendekat. Jodha perlahan mundur untuk menghindar, tapi Jalal tetap maju.

"Matamu itu begitu indah dan memabukkan. Aku tidak perlu minuman keras untuk mabuk. Cukup hanya dengan memandangmu."

Jodha semakin mundur dan akhirnya kakinya menabrak ranjang. Jalal terus mendekatkan dirinya hingga   Jodha terpojok dan jatuh terduduk di ranjang.

Jalal membungkukkan tubuhnya di depan Jodha. Jodha bergidik ketakutan. Jalal membelai rambut Jodha dan mencium wanginya.

Jalal mendekatkan wajahnya. Jodha merasakan hembusan hawa panas dari bibir Jalal.

Ketika Jalal ingin mencium, Jodha mengambil majalah yang ada di sebelahnya dan menutup bibirnya dengan majalah itu. Sehingga Jalal hanya mencium majalah. Jalal kaget lalu melotot pada Jodha.

Jodha memberi isyarat melalui matanya untuk melihat ke arah meja rias. Jalal bingung dengan isyarat Jodha dengan menaikkan sebelah alisnya. Tangan Jodha lalu menunjuk ke arah meja rias.

Jalal menoleh dan melihat ada foto Jodha bersama dengan seorang pria. Jalal mengernyitkan dahinya.

Dia melihat Jodha kembali.

"Siapa dia? Apa dia ayahmu?"

"Bukan."

Jodha menggeleng.

"Pamanmu?"

"Bukan." 

Jodha tersenyum.

"Kakakmu?"

"Bukan." 

Jalal masih heran. "Lalu, dia siapamu?"

"Dia itu calon suamiku." 

Jalal terkejut.

"Apa? calon suamimu?"

Jodha mengangguk dengan majalah masih menutupi bibirnya.

Jalal langsung berdiri dan merapikan bajunya. Dia melipat kedua tangannya di depan dada dan berkata di hadapan foto itu.

"Maaf  kakak ipar. Saya tidak tahu kalau Jodha adalah calon istrimu. Maaf ya."

Jodha tertawa terbahak-bahak melihat wajah Jalal. Pria itu tidak suka bila Jodha menertawakannya.

"Kau pasti senang sampai menertawakanku." Jalal cemberut.

Jodha masih saja tertawa.

"Kamu sangat lucu bila wajahmu seperti itu."

"Baiklah. Terus saja tertawa. Aku pergi saja."

Jalal beranjak pergi dengan wajah ditekuk. Begitu sampai di depan pintu, Jodha memanggilnya.

"Jalal ... tunggu."

Jalal berhenti dan membalikkan badannya. Jodha mengambil bingkisan di meja yang tadi pagi diberikan oleh Jalal.

"Ini bingkisan yang kamu berikan tadi. Aku tidak membutuhkannya."

"Tidak apa-apa. Itu untukmu. Anggap saja gaun itu hadiah dariku."

Jalal keluar dan terkejut melihat ada empat orang anak kecil yang tadi dia minta tolong.

Anak-anak itu membawa kertas besar lalu mengangkatnya tinggi.

'Bagaimana rasanya?'

'Enak tidak?'

'Uuhhh ... pasti sakit.'

'Kasihan.'

Jalal seperti terkena senjata makan tuan. Dia kembali berbalik ke Jodha dengan wajah sedih. Jodha semakin tertawa.

"Aduh ... si cassanova patah hati. Sekarang kita impas bukan?" Jodha meledek Jalal sambil tertawa.

"Kau tahu Jodha. Kau itu memang gadis berbeda. Lain dari yang lain. Aku benar-benar mati kutu. Belum pernah ada yang mengalahkanku dan menolakku. Bagaimana kalau kita berteman? Mujshe dosti karoge?"

Jalal mengulurkan tangannya. Jodha masih ragu membalas uluran tangan Jalal.

"Hanya teman?"

"Yes. Just friend."

Jodha akhirnya menerima uluran tangan Jalal. Mulai sekarang mereka berteman.

"Untuk merayakan pertemanan kita, bagaimana kalau kita makan malam. Aku yang traktir."

"Baiklah. Aku juga sudah lapar."

Jodha mengunci pintu dan berjalan menuju restoran untuk makan malam bersama.

TRUE LOVE (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang