XVII

1.4K 108 29
                                    


Hari ini adalah hari yang ditunggu oleh Jalal. Hari ini dia akan bertemu kekasih hatinya setelah 6 bulan penuh penantian. Jalal terlihat tampan menggunakan kemeja merah dengan setelan jas warna krem. Senyum tidak pernah lepas dari bibirnya.

Hamida mempersiapkan segalanya untuk menyambut calon menantunya. Dari mendekor rumah sampai memasak sendiri dibantu Bhaksi. Khusus untuk menyambut Jodha.

Jalal keluar dari kamar lalu menuju ke ruang makan untuk sarapan. Disana sudah ada Hamida dan Bhaksi yang menunggunya.

"Selamat pagi," sapa Jalal dengan tersenyum.

"Pagi."

"Aduh, anak ibu tampan sekali hari ini," puji Hamida.

"Ehem, yang ingin ketemu pujaan hati. Senyum terus." Bhaksi ikut menggoda Jalal.

Jalal tersenyum digoda oleh ibu dan adiknya.

"Jadi, selama ini aku tidak tampan?" Jalal pura-pura cemberut.

Hamida dan Baksi tertawa melihat tingkah Jalal.

"Tentu saja tampan. Hanya saja kali ini 100 kali lebih tampan." Jalal tersenyum.

Mereka akhirnya sarapan dengan hati yang gembira.

"Kalian bertemu jam berapa?" tanya Hamida.

"Jam 10, Bu. Aku berangkat ke kantor dulu sebelum bertemu Jodha."

Setelah sarapan selesai, Jalal pamit berangkat ke kantor. Dalam perjalanan, Jalal selalu tersenyum dan berdendang kecil saking bahagianya.

Begitu sampai di kantor, Jalal menyapa ramah semua pegawainya. Dia seperti ingin membagikan kebahagiaannya kepada semua orang. Semua pegawainya sampai terheran-heran melihat bosnya menyebarkan senyum manisnya.

Sampai diruangannya, Jalal memanggil sekretarisnya.

"Rekha, tolong hari ini kosongkan jadwalku. Aku sudah ada janji."

"Baik, Pak. Akan saya laksanakan. Ehm ... maaf Pak, hari ini anda terlihat bahagia," ucap Rekha hati-hati

"Ya, Kau benar, Rekha. Hari ini adalah hari bahagiaku. Aku akan bertemu kekasih hatiku," jawab Jalal tersenyum sumringah.

"Kalau begitu selamat Pak. Saya permisi dulu," pamit Rekha.

Jalal mengangguk. Hari ini dia bersemangat sekali dan tidak sabar untuk bertemu Jodha.

^^^

Waktu menunjukkan pukul sembilan. Jalal beranjak dari kursinya lalu mengambil kunci mobil. Begitu ada di depan meja Rekha, Jalal berpamitan.

"Rekha, aku berangkat. Doakan aku."

"Tentu, Pak. Semoga berhasil." Rekha tersenyum tulus.

Jalal bergegas naik lift. Sampai di basement, dia langsung menuju mobilnya. Dalam perjalanan, dia mampir dulu ke toko bunga. Dia membeli seikat bunga mawar untuk Jodha. Setelah itu dia menuju ke Taj Mahal.

Jalal tiba di Taj Mahal lima menit lebih awal. Dia tidak ingin terlambat sedikitpun. Jantungnya berdetak kencang menunggu detik demi detik kedatangan Jodha. Dia menghembuskan nafas untuk menghilangkan rasa gugupnya. Tak dia pedulikan para wanita yang memandangnya dengan tatapan memuja.

Kalau dulu dia akan menggoda setiap gadis yang memandangnya, tapi sekarang hanya Jodha yang akan digodanya.

Huft...

kenapa rasanya lama sekali.

"Sabar, Jalal," ucap Jalal dalam hati.

10 menit....

20 menit....

30 menit.....

Jalal terus menerus melihat arlojinya. "Kenapa Jodha belum datang?" Jalal resah, dia mulai mondar-mandir ditempatnya.

1 jam.....

3 jam....

5 jam....

Jalal masih menunggu. Jam sudah menunjukkan pukul 3 sore, tapi Jodha belum juga datang. Dia lelah menunggu sampai dia akhirnya duduk di sebuah bangku dengan tubuh yang lemas. Saking semangatnya tadi, dia sampai tidak makan dan minum.

"Kamu dimana, Jodha? Apa kamu lupa dengan janji kita." Jalal mengusap wajahnya.

Drrttt... drrrttt...

Ponselnya berbunyi. Ada telepon dari ibunya. Dengan lemas, Jalal mengangkatnya "Halo."

"Halo Jalal, kenapa kamu lama sekali, Nak. Jodha mana?" Hamida cemas.

"Dia tidak datang, Bu," jawab Jalal lalu menutup teleponnya tanpa mendengarkan lagi ucapan ibunya.

Jalal frustasi. Dia membuang bunganya ke sembarang tempat. Dia kesal. Dia merasa dibohongi dan dipermainkan. Dengan malas dia beranjak dari duduknya dan pulang ke rumah.

Shit!

Di dalam mobil Jalal terus mengumpat dan meremas kemudi setir hingga buku jarinya memutih. Rasa bahagianya sudah menghilang berganti dengan rasa sedih dan kecewa.

"Aku sudah membuang banyak waktuku untukmu, Jodha. Seperti ini balasanmu. Aaarrgh ...." Jalal memukul-mukul kemudinya.

Jalal mengemudi dengan kecepatan penuh seakan meluapkan rasa marahnya. Tak mempedulikan penumpang mobil lain yang memakinya.

₹₹₹₹₹₹

Jalal tiba dirumah. Dia keluar dari mobil dengan membanting pintunya dengan keras.

Blam ...

Dia masuk kedalam rumah penuh kemarahan. Rahangnya mengeras,tangannya mengepal. Bahkan rambutnya sudah acak-acakan. Hamida heran dengan keadaan Jalal. Hamida dan Bhaksi menyambutnya dengan wajah penasaran.

"Jalal, dimana Jodha?" tanya Hamida sambil menoleh ke belakang Jalal.

Jalal berhenti dengan pandangan tajam "Dia tidak datang. Wanita itu pembohong," jawab Jalal sinis sambil berlalu dari hadapan ibu dan adiknya.

Hamida dan Bhaksi hanya diam. Mereka bingung dan terus bertanya-tanya kenapa Jodha tidak datang.

Jalal menuju kamarnya. Dia lepas semua pakaiannya dengan kasar. Dia harus mandi untuk menenangkan pikiran dan hatinya. Dia masuk ke kamar mandi lalu menghidupkan shower untuk membasahi seluruh tubuhnya yang memanas akibat api kemarahannya.

Jalal memukulkan tangannya di dinding kamar mandi hingga lebam. Bahkan air shower pun tidak mampu membuat hati dan pikirannya tenang.

"Sialan!" Jalal terus memaki.

"Aku membencimu, Jodha! Sangat membencimu."

TRUE LOVE (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang