XV

1.5K 97 14
                                    


Dear Jalal ...

Sebelumnya aku minta maaf padamu karena tidak bisa memenuhi janji kita berdua. Jika aku menolak Surya, aku takut terjadi sesuatu pada ibu Surya. Aku dan ibuku sudah banyak berhutang budi pada mereka. Kalau bukan karena bantuan dari Surya, mungkin panti asuhan ini sudah digusur. Aku harap kamu bisa mengerti dan tidak membenciku. Sekali lagi maafkan aku Jalal. Aku akan selalu mencintaimu.

Jodha ...

Jodha menulis surat sambil berurai air mata. Dia tak sanggup membayangkan bagaimana Jalal nanti akan sangat marah padanya dan mungkin akan membencinya.

Dia menyuruh Birbal, orang kepercayaan keluarganya untuk mengantar surat itu.
Birbal hendak pergi menggunakan motornya, Surya memanggilnya.

"Pak Birbal, boleh saya minta tolong."

"Ya, Nak Surya. Minta tolong apa?"

"Ada kiriman beberapa buku bacaan dari donatur, tapi sampai sekarang barangnya belum sampai. Saya minta tolong agar Pak Birbal mengambilnya."

"Tapi saya harus mengirim surat ini," ucap Birbal sambil menunjukkan surat milik Jodha.

"Biar saya saja yang mengantar suratnya. Yang penting buku bacaannya harus diutamakan."  Birbal terlihat berpikir sebentar.

"Surya calon suami Jodha, jadi tidak apa-apa kalau aku serahkan surat ini ke Surya," batin Birbal.

"Pak." Surya memanggil Birbal yang melamun.

"Oh iya, baiklah. Ini suratnya. Mana tanda terimanya. Akan kuambil bukunya."

Birbal berangkat dengan motornya. Surya melihat amplop surat. Disitu tertulis nama Jalaluddin Ashwani.

"Jalaluddin?" Surya mengernyitkan dahinya heran.

Surya tidak menemui Jodha. Dia menuju taman belakang panti untuk membaca surat itu. Dia penasaran.

"Maafkan aku Jodha bila lancang membaca suratmu."

Surya membuka surat itu dan membacanya. Dia terkejut. Ternyata selama ini Jodha tidak pernah mencintainya. Jodha menerimanya karena hutang balas budi.

"Ya tuhan. Kenapa aku selama ini tidak tahu tentang perasaan Jodha padaku. Cintaku bertepuk sebelah tangan." Surya mendesah frustasi.

Dia begitu sedih dengan kenyataan ini. Orang yang dia cintai selama ini ternyata tidak pernah mencintainya.

Surya bergegas menemui Jodha. Dia harus segera menyelesaikan masalah ini secepatnya.

Di dalam ruangannya, Jodha sedang sibuk merekap beberapa data tentang panti asuhan. Terdengar pintu diketuk.

"Masuk"

Pintu dibuka dan muncullah Surya disana. "Apa aku menganggumu?"

"Surya? Tidak. Kau tidak mengangguku. Masuklah." jawab Jodha sambil menutup bukunya dan beranjak dari duduknya menghampiri Surya.

"Ada yang ingin aku bicarakan denganmu." Surya duduk di depan Jodha.

"Ya. Bicaralah."

"Aku tidak bisa melanjutkan hubungan kita ke jenjang pernikahan, Jodha," ucap Surya serius.

"Kenapa?" tanya Jodha. Dia terkejut dengan ucapan Surya.

"Karena aku mencintai orang lain. Aku tidak mencintaimu. Aku mau menikah denganmu karena ibuku yang menginginkannya." Surya berbohong karena tak ingin wanita itu malu bila dia harus membongkar tentang rahasia Jodha.

Jodha hampir tak percaya dengan yang Surya ucapkan. Dia kira selama ini Surya mencintainya, tapi dia salah.

"Aku tidak bisa meninggalkannya, Jodha karena aku sangat mencintainya. Aku harap kamu bisa mengerti." Surya mencoba meyakinkan Jodha.

"Tapi bagaimana dengan ibumu. Aku takut dia terkena serangan jantung bila dia tahu sebenarnya."

"Kamu tenang saja. Aku akan berusaha membujuk ibu supaya dia mengerti."

Jodha bimbang. Apakah dia juga harus mengatakan yang sebenarnya pada Surya tentang hubungannya dengan Jalal.

"Kamu tidak apa-apa?" tanya Surya.

"Aku tidak apa-apa. Aku juga ingin mengatakan sesuatu padamu." Jodha mengatakannya dengan ragu-ragu.

"Katakan saja."

Jodha memberanikan diri mengungkapkannya. "Sebenarnya aku juga mencintai orang lain. Maaf karena telah membohongimu." Jodha bernafas lega setelah mengungkapkan semuanya. Seperti ada beban yang lepas dari pundaknya.

Surya senang, akhirnya Jodha berani mengakuinya. Karena kalau tidak, dia akan merasa bersalah pada Jodha.

Surya mendekati Jodha dan memegang tangannya. "Kamu tidak perlu takut Jodha. Kamu berhak mendapat kebahagiaanmu. Aku akan bahagia bila kamu juga bahagia."

"Terima kasih Surya. Kau selalu baik padaku. Aku tidak akan pernah bisa membalas semua kebaikanmu." Jodha terharu.

"Kau bisa membalas kebaikanku dengan menjadi temanku. Kamu mau kan?" Surya menunjukkan jari kelingkingnya, tanda kalau mereka berteman selamanya.

Jodha tersenyum lalu melilitkan jari kelingkingnya.

"Berteman selamanya." Mereka berdua tersenyum.

Jodha tersenyum bahagia. Dia bisa bersama dengan Jalal. Surya sudah memberitahukan masalah ini pada ibunya. Awalnya ibunya kaget, tapi perlahan-lahan Ibu Surya sudah mulai bisa menerimanya.

***

Tak terasa, tinggal 3 bulan lagi Jodha dan Jalal akan bertemu. Jalal masih sibuk dengan perusahaannya. Dia begitu merindukan Jodha. Selama 3 bulan ini dia harus tersiksa menahan rasa rindunya. Tapi semuanya akan terbayar 3 bulan lagi.  Dia akan bertemu dengan Jodhanya dan akan menjadikan miliknya seorang.

Perusahaan Jalal kini sudah mulai bangkit. Jalal sudah mendapatkan beberapa investor untuk menanamkan saham mereka di perusahaan. Para investor begitu tertarik dengan kerja keras Jalal yang pantang menyerah agar bisa membangkitkan lagi perusahaannya mulai dari nol. Jalal menjadi pengusaha muda yang layak diperhitungkan dalam dunia bisnis dengan kerja kerasnya tanpa mengenal waktu.

Hamida dan juga Bhaksi senang sekali dengan semangat Jalal dalam mempertahankan perusahaan peninggalan Ayahnya. Mereka tidak sabar ingin bertemu Jodha yang sudah membuat Jalal berubah 180°.

^^^

Hamida dan Bhaksi pergi ke supermarket untuk belanja keperluan bulanan. Setelah selesai berbelanja, mereka pulang kerumah.

Ketika menuju ke mobil dimana supir mereka sudah menunggu, Bhaksi lupa untuk membeli barang pesanan Jalal.

"Ya ampun. Aku lupa beli barang yang kakak pesan. Bu, aku kembali sebentar ke dalam. Ibu tunggu saja di mobil. Nanti aku menyusul."

"Baiklah. Jangan lama-lama."

"Ya."

Bhaksi berlari ke dalam supermarket.

Ketika Hamida berjalan sambil membawa troli keranjang belanjaan, tanpa diduga ada motor melaju kencang dari arah samping supermarket. Hamida tidak tahu jika ada motor yang melaju cepat ke arahnya.

Ketika motor itu semakin dekat, Hamida terkejut dan panik. Dia sudah tidak bisa menghindar. Dari arah belakang, ada seseorang yang menarik tangan Hamida hingga terjengkang ke belakang. Troli belanja meluncur dan menabrak sebuah tiang penyangga papan reklame.

Pengendara motor itu terus melaju kencang tanpa memperdulikan orang yang ditabraknya. Hamida shock. Dia menarik nafasnya mencoba untuk menetralkan jantungnya.

"Ibu tidak apa-apa?" tanya seseorang.

Hamida masih diam. Dia mencoba menenangkan dirinya dengan memegang dadanya, hingga tidak mendengar suara yang memanggilnya.

"Ibu tidak apa-apa?" tanya wanita itu lagi sambil memegang bahu Hamida.

TRUE LOVE (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang