XXI

1.6K 125 44
                                    


Jodha yang merasa namanya dipanggil, menoleh ke asal suara. Betapa terkejutnya dia dengan pria yang kini ada didepannya.

"Jalal?"

"Kalian sudah kenal?" tanya Hamida.

"Untuk apa kamu ada disini?" tanya Jalal dengan sinis. Api kebencian kembali menyala di matanya. Jodha hanya terdiam.

"Jalal, kenapa kamu bicara seperti  itu? Jodha yang sudah menolong ibu."

"Dialah Jodha si pembohong itu. Dialah wanita yang kucintai dengan sepenuh hati sekaligus yang paling kubenci."

Jodha merasakan matanya mulai berkaca-kaca, tapi dia harus menahannya. Dia tidak boleh menangis.

"Jadi? dia Jodha." Hamida dan Bhaksi terkejut.

"Suruh dia keluar dari rumah ini. Aku tidak sudi melihatnya lagi."

Ucapan Jalal begitu menusuk  dihatinya. Lolos juga butiran kristal itu. Jalal langsung pergi ke kamar setelahnya. Jodha kini menunduk sedih. Hamida dan Bhaksi tidak menyangka kalau wanita yang menyelamatkan Hamida adalah orang yang sama dengan wanita yang Jalal cintai. Hamida menghampiri Jodha.

"Jangan masukkan ke hati ucapan Jalal. Dia sedang frustasi." Hamida mengusap rambut Jodha.

"Tidak, Bu. Jalal berhak berkata seperti itu karena memang disini sayalah yang salah."

"Kalau ibu boleh tahu, kenapa kamu tidak datang?"

"Saya tidak bisa meninggalkan tunangan saya. Maafkan saya." Jodha berbohong.

"Kamu tidak perlu meminta maaf. Ibu mengerti posisimu. Pasti sangat sulit. Bagaimanapun sikap Jalal padamu, sikap ibu tidak akan berubah. Bagi ibu, kamu adalah wanita yang baik."

"Kak Jodha jangan sedih. Aku juga sayang kakak." Bhaksi memeluk Jodha untuk memberinya semangat. Begitu Juga Hamida.

Jodha bahagia karena Bhaksi dan Hamida tidak membencinya. Dia merasa bersalah karena harus berbohong.

---

Di kamar, Jalal gelisah. Dia mondar mandir di depan ranjang.

"Kenapa aku harus bertemu dengannya lagi disaat aku mulai ingin melupakannya. Apa dia sengaja ingin mengambil hati ibu dan Bhaksi. Tidak! Aku tidak akan membiarkannya. Cukup aku saja yang dia bohongi."

Tok ... tok ...

"Jalal, ibu boleh masuk?"

"Iya, Bu."

Hamida membuka pintu dan masuk. Dia duduk di tepi ranjang dan menyuruh Jalal untuk duduk disebelahnya. Jalal menurut.

"Ibu minta tolong antarkan Jodha pulang."

"Kenapa harus aku? Dia  bisa pulang sendiri."

"Kamu tidak boleh begitu, Jalal. Dia tamu yang harus kita hormati. Lagipula kenapa kamu marah padanya. Dia juga terluka."

"Terluka bagaimana maksud Ibu?" Jalal berdiri dari duduknya, "Dia sudah membohongiku. Aku yang terluka. Bukan dia."

Hamida berdiri dan memegang pundak Jalal. "Hilangkanlah rasa bencimu itu, Jalal. Posisi Jodha juga sulit. Kamu jangan terlalu menyalahkannya."

"Tidak. Aku tidak akan memaafkannya. Untuk pertama kalinya aku jatuh cinta, tapi dia juga yang menghancurkannya."

"Ibu harap kamu bisa memaafkannya dan berdamai dengan hatimu. Sekarang ibu minta kamu antar Jodha pulang"

"Tapi ...."

"Ini perintah Ibu!" Hamida melotot.

Jalal langsung diam dan mengangguk.

TRUE LOVE (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang