XVIII

1.5K 109 17
                                    

Jalal keluar dari kamar mandi lalu berganti pakaian. Dia menuju ke ruang makan untuk makan malam bersama ibu dan adiknya. Jalal melihat dekorasi ruang tamu yang masih menempel di sana. Belum dibersihkan. Dia menghembuskan nafasnya dengan kasar. Hamida dan Bhaksi sudah menunggu Jalal. Mereka masih penasaran dengan apa yang terjadi.

Mereka mulai makan malam dengan hening. Jalal masih belum bersuara dan memberitahu. Hamida akhirnya buka suara.

"Jalal, apa yang terjadi? Kenapa Jodha tidak datang?"

"Dia tidak menepati janjinya," ucap Jalal dengan sinis.

"Kamu jangan berpikir negatif. Sebaiknya kamu cari tahu alasan dia tidak datang." Hamida mencoba memberikan solusi.

"Tidak, Bu. Kami sudah berjanji jika salah satu diantara kami tidak ada yang datang, maka tidak ada yang perlu tahu alasannya."

Jalal kehilangan nafsu makannya. Dia hanya mengaduk-aduk makanannya.

"Tetap saja kamu harus cari tahu."

Telepon rumah berdering. Pelayan menerima telepon lalu memberikannya pada Hamida.

"Nyonya, ada telepon dari Sikkim."

Hamida menerima teleponnya.

"Halo ... apa? Sakit. Baiklah." Hamida terlihat panik.

Jalal dan Bhaksi mengernyit heran.

"Telepon dari siapa, Bu?" Tanya Jalal setelah Hamida menutup teleponnya.

"Nenek Savitri. Dia sakit dan sekarang ada dirumah sakit."

"Nenek," ucap Bhaksi dan Jalal bersamaan.

Malam itu juga, mereka bertiga pergi ke Sikkim.

~~~~

Surya mengerjap-ngerjapkan matanya menyesuaikan penglihatannya. Dia melihat kamar berwarna putih khas bau obat-obatan.

"Jodha."

Jodha yang awalnya merebahkan kepalanya di pinggiran ranjang, langsung terbangun begitu ada suara yang memanggilnya.

"Surya, kau sudah bangun?"

Jodha refleks menekan tombol untuk memanggil dokter. Tak berapa lama, dokter datang dan memeriksanya. Dokter menyarankan agar Surya banyak beristirahat karena luka bakar di punggungnya masih belum sembuh. Setelah memeriksa Surya, dokter itu pamit keluar.

Surya heran melihat Jodha yang masih ada disini bersamanya.

"Kenapa kamu ada disini? Bukankah seharusnya bertemu dengan Jalal?"

"Tidak. Aku harus menemanimu. Kamu masih sakit"

"Aku tidak apa-apa, Jodha. Kenapa kamu harus khawatir. Jngan karena aku, kamu tidak menemuinya."

"Aku tidak bisa menemuinya lagi," jawab Jodha dengan menundukkan wajahnya.

Surya merasa ada yang aneh dengan Jodha. Dia harus tahu. Kenapa Jodha tidak bisa menemui Jalal.

"Ceritakan padaku."

Jodha mendongakkan wajahnya, dengan ragu dia mulai bercerita.



"Kau siapa?" Jodha penasaran dengan telepon dari seseorang yang tidak dia kenal tapi berani mengancamnya.

"Tidak perlu tahu siapa aku. Kau tidak boleh menemui Jalal. Kalau tidak, nyawa anak-anak panti menjadi taruhannya. Kebakaran kemarin masih awal, Jodha. Kalau berani lapor polisi, maka besok kau akan melihat satu persatu mayat anak panti berada di pintu gerbang yayasanmu."

TRUE LOVE (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang