XXVII

2.7K 121 33
                                    


Setelah menjalani operasi pengangkatan peluru dari tubuh Jalal, pria itu telah dipindah ke kamar inap. Jalal belum tersadar akibat obat bius setelah operasi. Jodha dengan setia menunggu kekasihnya sejak dari ruang operasi. Dia teringat kembali ucapan dokter.

"Pak Jalal beruntung karena peluru itu tidak mengenai organ jantungnya. Bila sedikit saja tembakan tepat di jantungnya, kemungkinan nyawanya tidak selamat."

Jodha menghela nafas. Dia merasa lega bahwa Jalal baik-baik saja.

"Pulanglah dulu, Jodha. Kamu juga harus istirahat. Biar Ibu yang menjaga Jalal," Hamida mengusap lembut rambut Jodha.

"Tidak, Bu. Aku ingin disini. Bila nanti Jalal membuka matanya, ada aku disini."

Hamida tersenyum. Dia bahagia karena Jalal memiliki Jodha sebagai pendampingnya.

"Jalal sangat beruntung mendapatkanmu."

"Akulah yang beruntung mendapatkannya, Bu. Karena dia rela mengorbankan dirinya untukku."

"Entah ini karma atau musibah, dia terus mendapat cobaan. Namun, Ibu berharap setelah ini tak ada lagi halangan untuk kalian."

"Aamiin."

"Ibu pulang dulu untuk ganti pakaian. Nanti ibu akan kesini bersama Bhaksi."

"Iya. Hati-hati, Bu." Hamida mengangguk. Dia berpamitan  pada Meena.

"Jodha, ibu pergi mengantar Hamida keluar sambil mencari makanan. Kamu mau pesan apa, Nak?"

"Terserah Ibu saja."

"Baiklah."

Setelah dua wanita paruh baya itu keluar, hanya tinggal Jodha sendiri. Ruangan itu hening. Hanya suara peralatan medis yang menemani Jodha. Dia memegang tangan Jalal yang tidak terkena infus.

"Bangunlah, Jalal. Aku merindukanmu."

Setelah pengacaranya memberitahu berita tentang Pratap, Surya bergegas ke rumah sakit. Dia berada di kamar jenazah bersama beberapa polisi.

"Pak Surya, kami meminta anda mewakili Pak Jalal untuk mengidentifikasi mayat ini. Apa benar mayat ini adalah Tuan Pratap Singhania?"

Surya mengangguk lalu menghampiri mayat yang ditunjuk polisi itu. Surya meringis melihatnya. Separuh wajah Pratap gosong dan seluruh tubuhnya tertutup luka bakar parah. Surya mengenali mayat itu karena separuh wajahnya masih terlihat.

"Benar, Pak. Mayat ini adalah Pratap Singhania."

"Baik. Kami akan memproses mayat ini."

"Bagaimana kejadiannya?"

"Saat di perjalanan, ada sebuah mobil yang membuntuti mobil polisi yang mengawal Tuan Pratap. Mereka menabrakkan mobilnya sehingga terjadi oleng dan tabrakan beruntun di belakangnya. Dari arah berlawanan, ada truk bahan bakar minyak yang ditabrak mobil tadi dan menyebabkan ledakan besar mengenai mobil tadi dan mobil polisi."

"Lalu kasus ini akhirnya berhenti?"

"Keputusan ada di tangan hakim. Kita hanya menunggu hasilnya."

"Baiklah."

Setelah mengurus semuanya, Surya menelepon Jodha. Dia menanyakan keadaan Jalal dan mengabarkan kematian Pratap. Jodha tentu saja terkejut. Dia tidak menyangka nasib Pratap akan tragis.

Jalal tersadar beberapa jam yang lalu. Jodha merasa lega melihat keadaan kekasihnya yang baik-baik aja. Meskipun kini terdapat perban membungkus dadanya.

TRUE LOVE (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang