VI

2.3K 122 21
                                    

Mereka berdua kini ada di restoran hotel dan memesan makanan. Selagi menunggu pesanan mereka berbincang-bincang.

"Aku benar-benar tidak menyangka bisa dikalahkan olehmu."

Jalal tersenyum dan mengeluarkan rokok dari saku jasnya. Dia menyalakan korek dan mulai merokok.
Jodha terbatuk-batuk terkena asap rokok.

"Jalal, apa bisa kamu matikan rokoknya. Aku tidak tahan dengan asapnya."

"Ya ampun, Jodha. Banyak sekali permintaanmu. Baiklah, aku matikan."

Jalal mematikan rokoknya.

"Baru kali ini aku ditolak oleh seorang wanita. Wanitanya aneh lagi."

"Apa kau bilang? Aku aneh."

"Tidak."

Jalal menyengir.

"Tidak semua wanita bertekuk lutut padamu. Mereka bukan barang yang bisa kamu dapatkan kapan saja, lalu kamu buang seenaknya. Lagipula, apa kamu tidak merasa bersalah? Mempermainkan perasaan wanita-wanita yang kau kencani."

Jodha berceramah panjang lebar.

"Salah mereka sendiri. Percaya saja dengan rayuanku." Jalal bicara tanpa merasa bersalah.

Jodha menggelengkan kepalanya.

"Apa kamu tidak pernah merasakan jatuh cinta?"

Jalal terkejut dengan pertanyaan Jodha. Dia hanya diam dan menatap Jodha tanpa bicara apapun. Mereka saling berpandangan.

Waitress datang dan menyajikan makanan. Jodha dan Jalal tersadar dari lamunan mereka dan mulai makan.

Disela-sela makan Jodha bertanya lagi ke Jalal.

"Kenapa kau tidak menjawab pertanyaanku?"

Jalal menaruh sendoknya dan mulai bicara dengan nada kesal.

"Apakah aku harus menjawabnya?"

"Tentu saja."

Jalal menghela nafas.

"Aku tidak pernah jatuh cinta dan tidak akan pernah."

"Kenapa?"

"Cinta itu hanya bisa membuat orang menderita, sedih dan merana. Cinta tidak ada dalam kamus seorang Jalaluddin Ashwani. Ingat itu."

"Jangan sombong. Cinta itu datang tanpa diundang. Cinta bisa datang pada siapa saja tanpa peduli dengan stasus sosial. Kalau kau sudah menemukan cinta sejatimu, kau baru akan merasakan betapa indahnya jatuh cinta."

Jalal mendengarkan Jodha bicara dengan intens. Selama Jodha bicara, Jalal tidak berkedip sedikitpun melihatnya. Entah kenapa dia merasa nyaman bila berdekatan dengan Jodha. Rasa yang jarang dia alami bersama para wanita yang dia kencani.

"Kau bilang bahwa cinta hanya membuat orang menderita, tapi dengan mudahnya kau mematahkan hati banyak gadis. Kau itu memang egois."

"Sudahlah, Jodha. Jangan bicarakan cinta ...cinta dan cinta. Ganti topik saja."

Jalal mencoba mengalihkan pembicaraan supaya Jodha tidak bicara tentang cinta terus. Jodha cemberut.

"Oh iya, besok aku sedang tidak sibuk. maukah kau menemaniku untuk bertemu nenekku."

Jodha yang sedang minum langsung tersedak.

"Apa kau bilang? bertemu nenekmu?"

Jodha tertawa kencang.

"Kenapa kamu tertawa?memang ada yang lucu?"

"Bertemu nenek? Nenek muda maksudmu."

"Jangan mengejekku. Aku serius. Kau mau ikut tidak?"

"Baiklah, aku ikut. Aku jadi penasaran dan ingin tahu siapa nenek mudamu itu."

Jodha kembali tertawa. Jalal berdecak.

----

Keesokan hari, jam delapan Pagi, Jalal menunggu Jodha di lobi hotel. 5 menit kemudian Jodha datang. Mereka berangkat menggunakan mobil yang disewa oleh Jalal.

Rumah nenek Jalal berada daerah Gangstok. Kira-kira 30 menit perjalanan dari hotel. Di Gangstok terdapat danau yang tersohor keindahannya. Jodha begitu menikmati pemandangan di daerah ini.

Begitu sampai di rumah nenek Jalal yang bersebelahan dengan danau, Jodha langsung terpukau dengan sebuah rumah yang begitu indah. Dipenuhi dengan taman bunga warna-warni. Dia menggoda Jalal.

"Jadi, nenek mudamu ini pecinta bunga?" ledek Jodha sambil tertawa.

Jalal cemberut karena diejek terus.

"Tertawa saja terus. Nanti kamu juga akan tahu siapa nenekku."

Jalal berjalan mendahului Jodha. Begitu sampai di depan pintu rumah, Jalal melihat neneknya dan menyapanya.

"My Sweety."

Jalal berlari dan menghambur memeluk neneknya. Jodha yang melihat nenek Jalal, terkejut. Dia mengerutkan keningnya.

"Nenek?"

TRUE LOVE (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang