XVI

1.4K 95 15
                                    

Hamida mendengar suara lembut seorang wanita yang memanggilnya tadi.

"Eh, iya. Aku tidak apa-apa."

Wanita itu merasa lega karena Hamida baik-baik saja. Dia mengambil troli dan menyerahkannya pada Hamida.

"Syukurlah. Ini trolinya, Bu."

"Terima kasih, Nak. Sudah menyelamatkanku."

Baksi datang sambil berlari. "Ibu tidak apa-apa?"

"Iya. Ibu baik-baik saja. Untung ada dia yang menolong ibu." Hamida menunjuk wanita itu.

"Terima kasih sudah menolong ibuku," ucap Bhaksi.

"Sama-sama. Maaf saya harus pergi. Permisi." Wanita itu berpamitan dan meninggalkan mereka berdua.

Hamida masih melihatnya dari kejauhan. Entah mengapa dia merasa nyaman dengannya walaupun baru pertama bertemu.

"Ya ampun. Kenapa aku lupa untuk menanyakan namanya." Hamida menepuk jidatnya.

~~

3 bulan terlewati. Besok tanggal 14 februari. Dimana Jalal dan Jodha berjanji untuk bertemu di Taj Mahal.

Jalal sudah mempersiapkan segalanya untuk besok. Rumahnya dihias untuk menyambut kedatangan Jodha. Ini semua adalah ide Hamida. Menurut Jalal terlalu berlebihan, tapi Hamida bersikeras untuk menyiapkan semuanya demi menyambut calon menantunya. Bahkan Hamida memasak sendiri  masakan untuk Jodha dibantu oleh Bhaksi. Jalal hanya pasrah melihat tingkah ibunya yang sangat bahagia menyambut Jodha.

"Seperti akan menikah saja," gumam Jalal sambil tersenyum.

Sedangkan Jodha juga sudah mempersiapkan lahir dan batinnya untuk bertemu Jalal. Akhirnya penantiannya selama 6 bulan akan terbayar besok. Surya juga ikut membantu persiapan Jodha untuk bertemu Jalal. Bahkan dia yang menghias mobil. Jodha terharu dengan perhatian Surya padanya. Jodha beruntung mempunyai sahabat seperti Surya. Jodha berdoa agar pria itu mendapatkan gadis yang baik dan mencintainya.

----

Malam hari sebelum acara pertemuan. Ketika semua orang akan terlelap, tiba-tiba ada suara jeritan. Jodha bangun dan mencari asal suara tersebut. Begitupun dengan Meena.

"Tolong ... tolong ..." Suara itu semakin jelas.

Jodha dan Meena keluar dari rumah dan mereka terkejut melihat ruangan kamar yang dihuni oleh anak-anak panti terbakar. Rumah Jodha bersebelahan dengan panti. Jadi dia bisa mendengar teriakan.

Anak-anak diruangan itu berlarian. Jodha Panik. Dia berlari ke tempat itu dan mencoba memadamkan api dengan air.

Para tetangga yang ada disana juga ikut membantu. Namun, api semakin membesar dan tidak bisa dikendalikan. Anak-anak panti menangis.

"Pak Birbal, apa kau sudah menelepon pemadam kebakaran?"

"Sudah. Surya juga sudah aku hubungi."

Tak lama Surya datang dengan masih memakai kaos oblong dan celana jeans pendek. Saking terburu-buru, Surya sampai tidak memperdulikan penampilannya.

"Apa pemadam kebakaran sudah dihubungi?" Surya menepuk pundak Jodha yang masih lanik.

"Sudah, tapi sampai sekarang belum juga datang." Jodha setengah berteriak karena suara anak-anak yang histeris membuat suasana gaduh.

"Kak Jodha, Rehan masih ada di dalam. Dia terjebak di kamar."

Salah satu anak panti memberitahukan bahwa ada seorang anak yang masih ada di dalam.

"Apa!" Jodha semakin panik dan bingung.

Surya langsung berlari menuju ke dalam untuk menyelamatkan Rehan. Dia menerjang api tanpa rasa takut sama sekali.

"Surya, Jangan!"

Jodha dan Birbal mencoba melarang Surya, tapi terlambat karena Surya sudah masuk.

Pemadam kebakaran lalu datang dan mulai memadamkan api. Jodha masih khawatir dengan keadaan Surya dan Rehan.

Dua orang petugas pemadam masuk setelah diberitahu masih ada orang di dalam yang terjebak.

Surya mencari suara seorang anak yang menangis ketakutan. Rehan sedang duduk sambil memegang lututnya sambil menangis. Dia berada di bawah meja belajar.

Surya yang mengetahuinya langsung menghampirinya dan berjongkok di depannya.

"Rehan, ayo keluar. Ada kakak disini. Jangan takut." Surya mencoba membujuk Rehan dengan mengulurkan tangannya.

Rehan mendongak dan begitu tahu ada Surya di depannya, dia langsung menghampiri Surya dan memeluknya. Surya menggendong Rehan dan membawanya keluar.

Ketika Surya akan berjalan menuju pintu keluar, naas baginya, ada kayu penopang atap yang ada diatas Surya jatuh dan mengenai punggungnya. Surya terjerembab dan jatuh sambil masih memeluk Rehan.

"Kak Surya." Rehan berteriak memanggil Surya.

Surya setengah sadar. Dia meringis menahan sakit di punggungnya. Surya mencoba untuk berdiri, tapi dia tidak kuat. Petugas langsung membantu Surya. Seorang petugas menggendong Rehan dan yang satunya lagi membantu memapah Surya.

Jodha cemas menunggu Surya dan Rehan. Dari kobaran api, dia melihat petugas menyelamatkan mereka. Rehan selamat, tetapi Surya pingsan. Jodha menghampirinya.

"Surya."

"Dia terkena kayu atap yang roboh dan mengenai punggungnya." Petugas itu menjelaskan.

Paramedis datang dengan ambulan dan menggotong Surya. Jodha ikut ke ambulan mendampingi Surya. Dia berpesan pada Meena dan Birbal untuk tetap di panti menjaga anak-anak dan menyuruh Birbal untuk menghubungi ibu Surya.

Di rumah sakit, Surya langsung dibawa ke UGD. Jodha menunggu di luar. Dia mondar mandir di ruang tunggu. Ibu Surya datang dan memeluk Jodha.

Setelah menunggu setengah jam, Dokter keluar dari ruangan. Jodha menghampiri sang dokter.

"Bagaimana keadaan Surya?"

"Maaf, Anda siapa?"

"Saya ibunya."

"Luka bakar di punggungnya cukup serius. Hampir 50% membakar kulitnya. Keadaannya masih kritis. Kita tunggu saja selama 24 jam. Bila dia berhasil melewati masa kritisnya, berarti dia bisa segera sembuh," ucap dokter.

Ibu Surya menutup mulutnya. Dia shock setelah mendengar penjelasan dokter. Jodha memegang tubuh ibu Surya dan mencoba menenangkannya.

Surya boleh ditengok, tapi hanya satu orang. Akhirnya Ibu Surya yang masuk dan Jodha menunggu diluar. Tak lama Meena datang dan menghampiri Jodha. 

Jodha menjelaskan. Meena terkejut.

"Tadi ada telepon untukmu Begitu ibu angkat, tidak ada yang menjawab. Ini ponsel mu. Ibu juga bawakan makanan dan minuman untukmu. Energi kamu pasti terkuras setelah kejadian tadi." Meena menyodorkan sebuah bungkusan dan ponsel ke Jodha.

"Terima kasih, Bu." Jodha menerimanya. Ponselnya berbunyi dari nomor tak dikenal. Kening Jodha berkerut

"Nomor siapa ini?"

"Halo."

"Halo, Jodha. Kalau kau ingin anak panti selamat. Jauhi Jalal," ucap seorang pria di telepon dengan dingin.

"Siapa kau?"

Jodha heran dengan si penelepon misterius. Kenapa orang itu tahu tentang hubungannya dengan Jalal.

TRUE LOVE (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang