Chapter 26

1.8K 124 3
                                        

Aku memakan pancake buatan Ibuku dan makan bersama dengannya dan juga Liza serta Kim. Ibu pulang di pagi buta dan sekarang dia belum tidur. Kantung matanya semakin hari semakin terlihat. Aku kasihan dengan Ibuku. Aku sangat menyayangimu, bu.

"Tante masakanmu tidak pernah berubah! Tetap enak walaupun hanya sebuah pancake biasa tapi tetap sangat enak!" Puji Liza di sebelahku.

"Ah kamu selalu saja memuji, Liza. Aku ke kamarku dulu ya." Gumamnya lalu meletakkan piring dicucian kotor.

"Ibu taruh saja piringnya biar nanti aku yang akan mencucikannya. Ibu lebih baik sekarang tidur." Gumamku masih duduk di meja makan menghabiskan sisa pancake yang tersedia.

"O.." Ibuku tersenyum ke arahku setelah omongannya terpotong oleh suara bel di rumahku. "Oke. Ibu bukakan pintunya dulu dan kalian jangan lupa untuk menghabiskan pancakenya." Gumamnya seraya berjalan ke depan rumah untuk membukakan pintu rumahku.

Aku lalu melanjutkan kembali sarapan pagiku. Aku memakan suapan terakhir pancakeku. Tapi tiba-tiba ada yang aneh dengan tatapannya Kim. Akupun menatap ke arah mana mata Kim tertuju yaitu di belakangku. Ketika aku mendongakan kepalaku aku melihat Harry tengah berdiri persis di belakangku. Aku tersedak memakan pancake karena begitu terkejut melihat Harry lalu aku bergegas meminum susu yang masih sisa sedikit lagi. Lizapun sama terkaget melihat Harry tapi dia tidak tersedak sepertiku karena makanannya sudah habis. "Harry."

"Diana kita perlu bicara berdua." Katanya datar dan dingin.

"Mungkin aku dan Liza akan pergi ke kamarmu duluan." Gumam Kim lalu mengajak Liza untuk bangkit dari duduknya seperti ingin memberikan privasi untuk kami berdua.

Setelah Kim dan Liza menaiki tangga dan hampir sampai di lantai dua, Harry duduk di bangku yang Liza tempati tadi yang berarti dia duduk di sebelahku.

"Mengapa kamu tidak menjawab pesanku?" Gumamnya langsung to the point.

"Kemarin ponselku mati dan juga aku terlalu asik bermain dengan Liza dan Kim. Maaf." Kataku dengan dingin dan berbohong padanya.

"Liza dan Kim menginap di rumahmu?" Tanyanya yang aku jawab dengan anggukan kepalaku. "Tapi mengapa kamu mematikan telepon dariku?"

Aku menghela nafas sebentar. "Aku hanya mematikan ponsel kami agar yang tidak ada yang mengganggu waktunya kami buat bersenang-senang." Desahku frustasi dengan sikapnya.

"Jadi sekarang kamu mengatakan kalau aku pengganggu?" Katanya datar.

"Bukan seperti itu, Har. Hanya saja rasanya aneh di saat aku sedang bersama dengan temanku lalu aku sibuk bertelpon denganmu." Kataku lalu menggengam telapak tangannya yang dia taruh di atas meja.

"Oke. Kamu akan sibuk dengan temanmu sampai kapan?" Katanya yang masih terus bersikap dinginnya kepadaku.

"Harry.." Kataku frustasi dan masih memegang telapak tangannya. "Sahabatku sedang dalam masalah dan aku sebagai sahabatnya harus ada di sampingnya, Har. Aku mohon kamu mengerti keadaan ini."

"Sampai kapan?" Katanya yang sekarang mulai melembut memperdalam tatapan matanya ke arahku. Aku bisa melihat mata hijaunya yang indah ini dengan sangat jelas.

"Sampai aku merasa mereka baik-baik saja. Dan aku akan ke tempat latihan bersama mereka jadi kamu tidak mempermasalahkan itu, kan?" Kataku memainkan alisku memastikan kalau Harry tidak keberatan dengan perihal itu.

"Maafkan aku karena memperdulikanmu terlalu berlebihan. Aku berusaha mencoba melindungimu dari bahaya yang mungkin akan terjadi. Tapi nyatanya aku terlalu mengekangmu." Katanya lalu melepaskan genggaman tanganku dengan telapak tangannya dan dia berdiri dari duduknya dan menuju ke keluar rumahku.

Heartstrings |h.s|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang