Happy reading!!!
***
"Pokoknya gue gak mau tau lo harus hubungin Mas Rendra hari ini juga." Ujar Khea berapi-api.
"Iya Ra, apa salahnya sih lo hubungin dia, toh tujuannya juga untuk kerja bukan masalah pribadi." Timpal Disa
"Kita cari arsitek lain aja deh untuk renovasi lembaga. Ya ya" Aku memasang tampang minta dikasihani agar teman-teman ku yang sedikit 'gak waras' itu pada percaya. Aku terlalu malas untuk menghubungi Rendra. Bukan karena meragukan kemampuanya, tapi lebih pada gengsi yang terlalu tinggi.
"Gak bisa!" Protes Aurel dan Khea serempak dan setengah berteriak.
Aku hampir terjatuh dari tempat duduk saat mendengar teriakan protes Khea dan Aurel barusan. Ish niat banget mereka buat aku jantungan. Untung aja aku gak punya riwayat sakit jantung. Kalau punya gimana coba? 'Kan bisa berabe urusannya.
"Emang kenapa sih, Ra? Apa yang buat lo gak mau pake jasa Rendra? Ada masalah?" Tanya Alin serius.
Ini sudah seminggu berlalu sejak obrolan absurd kami di grup line yang memutuskan untuk memakai jasa Rendra sebagai arsitek untuk merenovasi lembaga kami. Dan selama itu pula Khea, Aurel, Disa serta Alin tak pernah menyerah untuk membujukku agar mau menghubungi Rendra.
Aku menghela nafas berat. Sebenarnya tidak ada masalah apa-apa, tapi gak tau kenapa aku punya firasat kalau aku menghubungi dia, hubungan ku dan dia tidak akan berakhir hanya sebatas patner kerja. Entahlah aku juga bingung.
"Gak ada masalah apa-apa, Lin, tapi rasanya ada yang ngeganjel gitu di hati. Gue juga gak tau apa."
"Kalau emang gak ada masalah apa-apa ya udah lo hubungin aja. Kita liat apakah hal yang 'ngeganjel' di hati lo itu bener-bener ada, atau hanya sebatas firasat lo aja." Ujar Disa.
"Udah gak usah kebanyakan mikir lagi deh, capek nih gue nunggunya." Aurel memasang tampang bosan. "Siniin Hp lo, mana juga kartu namanya. Kalau lo gak mau biar gue aja." Lanjut Aurel sambil mengobak abrik tas biru ku.
"Oke fine gue hubungin dia sekarang. Jadi siniin Hp gue, biar gue aja yang hubungin dia. Gue gak yakin nama baik gue tetap terjaga kalau lo yang hubungin." Aku merebut Handphone serta kartu nama dari tangan Aurel. Khea, Aurel, Disa serta Alin tersenyum puas saat melihatku mulai menghubungi nomor yang tertera di kartu nama.
Aku menaruh ponsel di telinga. Nada sambung yang menandakan bahwa teleponku tersampung pun terdengar. Aku menanti dengan gugup.
'Kenapa gue harus gugup gini coba? Gue kan cuma mau bahas tentang pekerjaan.' Rutukku dalam hati.
"Halo?" Sapa suara di seberang.
Aku menurunkan ponsel ku sambil menatap kearah teman-teman ku yang memandang dengan muka penasaran. Aku semakin gugup hanya dengan mendengar suaranya yang membuat kerja jantungku semakin meningkat.
'Ini juga jantung ngapain coba pake maraton segala? Rajin amat.'
"Diangkat?" Tanya Khea. Aku hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Ya udah buruan ngomong. Oh ya loadspeaker. Kita juga mau dengar suaranya." Perintah Aurel tanpa suara. Aku menurut.
"Halo? Ada orang disana?" Lanjut suara itu setelah aku terdiam selama beberasa saat.
"Benar ini dengan Bapak Narendra Wirakusuma?" Aku bertanya senormal mungkin.
"Iya saya sendri. Maaf ini siapa ya?"
"Saya juga sendiri, kenapa kita gak jadian aja." Sahut Khea setengah berbisik membuat Aurel, Disa serta Alin mati-matian menahan tawa. Sedangkan aku hanya melotot kesal. Idih disaat kaya gini dia malah bawa-bawa kata-kata meme gitu? Hadeh
![](https://img.wattpad.com/cover/51693803-288-k201783.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
FATE - Slow Update
RomanceTakdir... Aku tidak suka kata itu. Terlepas dari takdir atau tidak, Kau berada disini sekarang, Disisi ku Narendra Wirakusuma Menikah itu nasib. Mencintai itu takdir. Kau bisa berencana menikah dengan siapa. Tapi kau tak bisa rencanakan cinta mu unt...