Ponsel dalam tas Nadira berdering ketika gadis itu sedang berkonsentrasi penuh dengan stir mobilnya. Ia mengabaikan panggilan itu karena tahu bahwa orang yang meneleponnya adalah Rendra. Nadira yakin bahwa lelaki itu meneleponnya untuk menanyakan keberadaan dirinya. Mereka, maksudnya dirinya dan Rendra memang memiliki janji untuk bertemu disebuah restoran yang ada disebuah pusat perbelanjaan.
Dan disinilah sekarang Nadira berada. Di parkiran bawah tanah sebuah pusat perbelanjaan dengan dirinya yang masih berada di dalam mobil karena bingung harus memarkirkan mobilnya disebelah mana. Nadira memang sudah mahir untuk mengendarai mobilnya di jalanan, namun tidak cukup mahir apabila harus memarkirkan mobilnya di tempat sempit seperti ini.
Ponselnya kembali berdering dan kali ini Nadira memutuskan untuk menjawab panggilan itu. Ia berharap Rendra baru saja sampai dan bisa membantu dirinya untuk memarkirkan mobilnya.
"Halo, assalamualaikum."
"Waalaikumsalam. Nadira kamu kemana aja? Kenapa baru angkat teleponnya sekarang? Kamu gak papa kan? Gak ada terjadi sesuatu sama kamu?" tanya Rendra bertubi-tubi dengan nada khawatir yang tidak ditutup-tutupi.
"Mas Rendra, aku gak kenapa-kenapa kok. Maaf tadi aku lagi nyoba buat parkirin mobil makanya telepon Mas gak aku angkat. Mas kan tau sendiri aku gak terlalu bisa parkirin mobil." jelas Nadira menyesal karena telah membuat lelaki itu khawatir.
"Kamu bikin aku khawatir, Ra." Terdengar helaan napas lega diseberang. "Terus sekarang gimana? Udah dapet parkir mobilnya?"
Nadira menggeleng, namun begitu sadar bahwa Rendra tidak bisa melihatnya ia langsung memberikan jawaban. "Belum, parkirnya penuh. Ada sih ruang, cukup buat satu mobil, tapi jaraknya mepet banget sama mobil lainnya. Mas Rendra udah sampai belum?"
"Aku masih di jalan, dan kayanya bakal lama soalnya macet banget makanya aku telepon kamu. Lagian kamu juga sih, kan aku udah bilang aku jemput aja, gak usah bawa mobil sendiri." omel Rendra.
"Kalau kaya gitu gak efektif, Mas. Mending berangkat sendiri-sendiri aja. Rumah kita kan gak searah." Nadira kembali mengemukakan alasannya kenapa menolak jemputan dari Rendra.
"Tapi kalau kaya gini kan jadi kamu juga yang susah."
Nadira menggigit bibirnya pelan, "Maaf."
"Ya sudah gak papa, terus sekarang gimana? Gak ada yang bisa kamu mintain tolong? Atau mau nunggu aku aja?"
"Aku parkir sendiri aja, Mas. Itu baru aja ada mobil yang keluar kok." jawabnya ketika melihat sebuah mobil keluar dari parkiran.
"Kalau gitu aku tutup ya teleponnya. Hati-hati, jangan sampai nyerempet mobil orang." ujar Rendra mengingatkan.
"Iya, Mas juga hati-hati nyetirnya." balas Nadira sebelum menutup panggilannya dan mulai menjalankan mobilnya menuju tempat parkir.
Setelah memastikan mobilnya terparkir dengan sempurna, Nadira langsung menuju restoran yang dimaksud oleh Rendra. Tadi Rendra berpesan untuk menunggunya disana dan memesan makanan terlebih dahulu.
"Rara?"
Nadira yang sedang mengetikkan balasan pesan pada ponselnya mendadak menghentikan aktifitasnya. Tubuhnya menegang ketika mendengar seseorang memanggil namanya. Hanya satu orang yang memanggilnya begitu, dan demi apapun juga Nadira tidak mau, atau lebih tepatnya tidak siap untuk bertemu dengan orang itu.
Nadira masih belum mengangkat wajahnya dari layar ponselnya. Ia masih berdoa bahwa ia hanya salah dengar. Atau seseorang yang dimaksud Rara itu bukanlah dirinya. Meskipun sebenarnya hati kecilnya meragukannya. Karena meskipun sudah bertahun-tahun tidak mendengar suara orang itu, nyatanya Nadira masih mampu mengenalinya dengan baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
FATE - Slow Update
RomanceTakdir... Aku tidak suka kata itu. Terlepas dari takdir atau tidak, Kau berada disini sekarang, Disisi ku Narendra Wirakusuma Menikah itu nasib. Mencintai itu takdir. Kau bisa berencana menikah dengan siapa. Tapi kau tak bisa rencanakan cinta mu unt...