Part 17

1.7K 102 23
                                    


"Dek, hari ini lo bener-bener cantik." Puji Nadira pada adiknya yang baru saja selesai dirias wajahnya untuk pesta resepsi pernikahannya. Nadine sangat cantik dalam balutan gaun pengantin berwarna ungu yang melekat pas di tubuhnya.

"Kalau dari sononya udah cantik kaya gue gini, mau diapakan juga tetep cantik, kak." Sahut Nadine sombong sambil terkekeh.

Nadira pura-pura muntah mendengar jawaban narsis dari adiknya. "Lo kenapa pilih warna ungu sih untuk tema pernikahan lo? Gaun ungu, sepatu ungu, dekorasi ungu, kue sama bunga juga ada warna ungunya."

"Emangnya kenapa? Warna ungu 'kan cantik."

"Kaya warna janda." Komentar Nadira yang langsung mendapatkan lemparan tisue bekas dari Nadine.

"Sialan lo." Nadira tertawa mendengar makian adiknya.

"Em, kak." Panggil Nadine tiba-tiba.

"Hm." Nadira yang sedang merapikan dandanannya hanya melirik sekilas dan kembali melanjutkan aktifitasnya.

"Gimana perasaan lo sekarang?"

"Kok lo malah tanya gimana perasaan gue sih? Bukannya harusnya yang tanya begitu tu gue ya?" Nadira mengernyit bingung mendengar pertanyaan yang dilontarkan adiknya. "Gimana perasaan lo sekarang? 'Kan sekarang status lo udah berubah menjadi istri orang."

"Ya seneng lah kak. Padahal tadi waktu akad deg-degan banget. Tapi sekarang udah enggak lagi kok. Hehe." Jawab Nadine sambil tersenyum bahagia.

"Ya ampun gue gak nyangka ternyata sekarang adik kecil gue udah punya suami aja. Gue jadi gak punya temen berantem lagi dong mulai sekarang." Desah Nadira sambil memasang ekspesi pura-pura sedih.

"Maaf ya kak. Gue langkahin lo kaya gini." Wajah Nadine berubah sendu.

Nadira menghela nafas. Ia beranjak dari tempat duduknya dan mulai berjalan mendekati adiknya. "Apaan sih? Gak usah dibahas lagi deh. Lagian lo nikah duluan itu bukan suatu kesalahan, jadi lo gak perlu minta maaf segala."

"Tapi gara-gara gue nikah duluan, lo jadi diomongin yang enggak-enggak sama saudara-saudara kita yang lain." Kata Nadine serak. Air matanya sudah menumpuk dan siap tumpah kapan saja.

Nadira duduk di samping adiknya, mengambil tisue yang berada di atas meja. Ia mencondongkan tubuhnya ke arah Nadine, lalu pelan-pelan menghapus air mata yang mulai mengalir di pipi adiknya. "Pengantin itu gak boleh nangis dihari pernikahannya sendiri. Nanti orang nyangkanya lo gak bahagia sama pernikahan lo ini."

Nadira kembali menegakkan badannya lalu bertanya lembut. "Jadi ini maksud pertanyaan lo tadi, hm?" Nadine mengangguk pelan.

Nadira menatap adiknya, ia tersenyum. "Gue baik-baik aja. Sangat baik malah. Gue ikut seneng liat lo terus-terusan tersenyum bahagia kaya sekarang. Jadi lo gak perlu khawatir tentang gue atau apapun lagi. Lo juga gak perlu dengerin omongan-omongan dari orang lain. Untuk hari ini tugas lo hanya menampilkan senyum terbaik yang lo punya untuk semua orang yang datang nantinya. Lo ngerti kan?"

Nadine kembali mengangguk, air matanya lagi-lagi mengalir tanpa bisa dibendung. Nadira berdecak dan kembali mengusap air mata adiknya menggunakan tisue. "Udah dong jangan nangis lagi. Nanti kalau make up lo luntur gimana coba? 'Kan kasian mbaknya kalau harus make up ulang. Lagian gue gak kebayang deh kalau muka lo jadi berantakan gara-gara make up lo luntur."

Nadine mendengus lalu memukul lengan kakaknya pelan. "Gak usah ngaco deh. Mana mungkin make upnya luntur, 'kan mbaknya pake yang waterproof semua."

Nadira tertawa melihat ekspresi jengkel adiknya. Ia benar-benar ikut merasa bahagia bisa melihat adiknya tersenyum bahagia seperti hari ini. Bohong kalau ia tidak tersentil dengan omongan miring dari saudara-saudaranya tentang adiknya yang menikah duluan.

FATE - Slow UpdateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang