Part 18

1.3K 91 8
                                    



Sandra menarik tangan putri sulungnya menuju halaman samping dengan tergesa-gesa. Setelah lelaki bernama Narendra, yang baru saja dikenalkan oleh putrinya sebagai pacarnya pamit, ia langsung menarik paksa Nadira ketempat yang lebih sepi.

Nadira hanya bisa pasrah ketika tangannya ditarik paksa oleh mamanya. Ia mengikuti langkah kaki mamanya yang tergesa-gesa sambil sesekali menganggangkat bagian bawah gaunnya agak tidak terinjak.

"Duduk." Perintah Sandra ketika mereka telah sampai.

Nadira menuruti perintah mamanya dengan patuh. Ia duduk di kursi yang biasanya ia gunakan untuk bersantai bersama Nadine. Nadira masih belum berani menatap mamanya. Ia justru sibuk menyusun kalimat demi kalimat untuk menjawab pertanyaan mamanya nanti.

Sandra menghela napas kasar ketika melihat putrinya hanya menunduk. "Ada yang mau kamu ceritakan sama Mama?" tanyanya sambil ikut duduk di samping Nadira.

Nadira menganggkat kepalanya. Ia menatap mamanya penuh pertimbangan. Batinnya berperang antara harus berkata jujur atau tetap melanjutkan kebohongan yang sudah terlanjur ia mulai.

Disatu sisi ia tidak ingin berbohong dan memberi harapan palsu kepada mamanya. Tapi disisi lain ia ingin melihat mata mamanya kembali memancarkan binar kebahagiaan seperti tadi. Sekarang ia benar-benar bingung harus bagaimana.

"Kak," Sandra kembali memanggil sambil menepuk pelan pipi putrinya. "Bukannya dijawab malah ngelamun sih?"

"Eh? I-iya, Ma. Mama tadi tanya apa?"

Sandra kembali menghela napas. "Kamu mikirin apa sih, sampe gak fokus kaya gitu? Kamu gak lagi mikir buat bohongin Mama 'kan?" tanya Sandra penuh selidik.

"Eng-enggak kok, Ma. Lagian Nadira mau bohongin Mama tentang apa coba?" Jawab Nadira panik. Ia langsung memalingkan mukanya kearah lain sambil merapalkan doa agar mamanya tidak curiga.

"Tentang pacar kamu tadi, kamu serius?"

Nadira mengangguk. Akhirnya ia lebih memilih untuk berbohong dari pada berkata jujur. 'Maaf, Ma, aku harus terpaksa bohong kaya gini. Aku gak mau liat Mama sedih lagi.' Batinnya menyesal.

"Kok kamu gak pernah cerita sih sama Mama? Kalian udah pacaran berapa lama? Kalian saling kenal dimana? Yang antar kamu pulang waktu itu pacar kamu itu ya?" tanya Sandra beruntun.

"Satu-satu, Ma, tanyanya." Nadira menarik napas panjang sebelum kembali berbicara untuk menjawab pertanyaan mamanya. "Kami pertama kali ketemu di Ogivano, waktu itu aku kesana karna ada proyek psikotes, sedangkan Rendra juga ada proyek untuk buat desain ulang ruang direktur." Jawabnya sambil membayangkan pertemuan pertamanya dengan Rendra. Yah setidaknya untuk jawabannya kali ini bukan suatu kebohongan.

"Iya, waktu itu yang antar aku pulang Rendra. Dan aku emang sengaja gak ada cerita sama Mama karena kami baru sebentar pacaran. Lagian aku juga mau kasih tau Mama tu hari ini, biar kejutan gitu." Nadira menjelaskan dengan lancar, meskipun dalam hatinya berkali-kali mengatakan kata maaf karena telah berbohong.

"Mamaa..."

Sandra mengurungkan niatnya untuk kembali bertanya ketika mendengar ada yang memanggilnya. Ia menemukan teman-teman Nadira yang sedang berjalan kearahnya.

Nadira menghela napas lega melihat kedatangan Aurel, Alin dan Khea. Dengan begitu mamanya akan berhenti untuk kembali melamparkan pertanyaan mengenai hubungannya dengan Rendra. Dan ia juga tidak perlu berbohong lebih banyak lagi.

"Mama kok disini sih? Kami nyariin tau." Gerutu Aurel yang langsung duduk dan memeluk Sandra. Alin dan Khea ikut duduk disebelah Sandra, membuat Nadira harus sedikit bergeser untuk memberi ruang. Aurel, Alin dan Khea memang memanggil Sandra dengan sebutan mama, begitu juga Nadira yang memanggil orang tua mereka dengan panggilan mama dan papa.

FATE - Slow UpdateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang