Part 22

1K 106 21
                                    


"Lama banget lo? Nyasar?" tanya Rendra pada Evan yang baru saja duduk dihadapannya.

"Eits santai bro, ngomel mulu lo kaya cewek." ujar Evan sambil terkekeh. "Tadi abis nganterin bini gue dulu check up." lanjutnya menjelaskan alasan keterlambatannya.

"Bini lo hamil lagi?" tanya Rendra yang dijawab anggukan oleh Evan.

"Buset, puas-puasin produksi amat lo? Caca baru satu tahun bukan?" tanya Rendra lagi sambil menyebutkan nama anak sahabatnya yang baru berumur satu tahun.

Evan menampilkan seringainya sebagai jawaban. "Namanya juga masih pengantin baru, bro." lanjutnya sambil terkekeh. Padahal usia perkawinannya sudah dua tahun, jadi sebenarnya bukan termasuk pengantin baru lagi kan?

"Ngomong-ngomong lo minta gue kesini buat apa?" tanya Evan sambil menyeruput minuman Rendra.

"Mulut lo ya, kebiasaan main sosor aja." Rendra berdecak melihat kelakuan sahabatnya.

"Yaelah nyicip doang ini. Pelit amat lo." cibir Evan sambil kembali meletakkan gelas minuman di meja. "Jadi?" tanya Evan lagi, menuntut jawaban dari pertanyaannya tadi.

"Emang gue belum bilang kalau kita mau ketemu klien?" tanya Rendra sambil menaikkan alis bingung.

"Belum kayanya." jawab Evan seraya mengingat-ingat. "Emang klien yang mana?" tanyanya lagi karena sama sekali tak mengingat janji dengan klien yang dimaksud Rendra.

"Nah tuh dia orangnya datang." kata Rendra sambil menunjuk dengan dagu kearah perempuan yang baru saja membuka pintu.

Evan mengikuti arah pandangan Rendra. "Maksud lo cewek yang baru masuk itu?" Rendra mengangguk. "Cantik Bro."

"Inget bini di rumah, Van." ujar Rendra mengingatkan. "Lagi bunting gitu jangan lo tinggal lirik cewek-cewek lain."

"Gak ada yang salah dari memuji, Bro. Mata gue masih normal kali." elak Evan.

"Pak Rendra, maaf lama." ujar perempuan yang tadi dimaksud Rendra sambil menarik kursi diantara Rendra dan Evan.

Rendra tersenyum dan mengangguk maklum. "Oh iya, kenalkan ini Evan, sahabat saya sekaligus kepala kontraktor yang nantinya akan bertanggung jawab langsung selama proses renovasi."

Perempuan itu menoleh kearah Evan yang kini sudah menjulurkan tangannya untuk bersalaman. "Evan."

Ia membalas uluran tangan itu sambil menyebutkan namanya. "Aurel." Ia kembali menatap Rendra ketika tiba-tiba teringat sesuatu. "Ah iya, Nadira bilang dia bakal telat, karena dia harus ke rumah sakit dulu."

Rendra kembali mengangguk, "Iya tadi dia juga bilang sama saya." Ia tersenyum ketika mengingat Nadira yang tiba-tiba menelpon dan mengatakan bahwa dirinya sedang berada di rumah sakit. Ia hampir saja membatalkan pertemuan ini karena terlalu panik dan mengira bahwa Nadira lah yang sakit dan harus dirawat. Padahal ia ke rumah sakit hanya untuk mengantar adiknya.

"Saya kira Pak Rendra langsung yang akan mengawasi proses renovasi nantinya, karena selama ini Pak Rendra hanya datang sendiri. Saya baru tahu kalau ternyata membutuhkan kontraktor juga."

"Saya kan arsitek, jadi hanya sebatas membuat rancangannya saja. Kalau yang turun langsung kelapangan itu biasanya memang kontraktornya." Rendra menjelaskan secara singkat. "Saya kira kamu juga mengerti, karena pada saat saya menjelaskan konsep ini pada Nadira dia langsung bertanya siapa kontraktor yang akan meninjau lapangan nantinya."

Aurel menaikkan bahunya. "Kalau Dira emang sedikit banyak tahu tentang arsitek, soalnya dia suka nyari tahu gitu sejak kuliah." Karena dari sejak jaman kuliah dia emang ngebet nikah sama arsitek. Aurel melanjutkan dalam hati.

FATE - Slow UpdateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang