Aku mengarahkan mobil ku menuju halaman parkir Bandara Husein Sastranegara. Setelah menemukan lokasi parkir yang cukup terjangkau oleh mata dan ingatan ku, aku melangkahkan kaki menuju ruang kedatangan untuk menunggu Bagas keluar.
Aku melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan ku. Sekarang sudah pukul 12.20, berarti kalau menurut jadwal seharusnya sekarang Bagas sudah mendarat dengan selamat sekitar sepuluh menit yang lalu, tapi entah kenapa sampai saat ini batang hidung Bagas belum juga terlihat. Padahal dari arah pintu kedatangan sudah banyak orang yang berjalan keluar dengan membawa koper-koper. Entahlah mungkin dia tertinggal, atau tersangkut di awan saat pesawatnya nikung secara tiba-tiba.
Aku mengambil ponsel yang berada di tas untuk mengecek apakah Bagas ada mengirim pesan atau tidak. Setelah memastikan bahwa Bagas tidak mengirim pesan yang memberitahukan bahwa pesawatnya mengalami penundaan jam terbang, aku kembali menyimpan ponsel ku dan mengedarkan pandangan untuk mencari keberadaan Bagas.
"Nadira?"
Aku mendengar seseorang memanggil nama ku. Tapi gak mungkin itu suara Bagas 'kan? Perasaan terakhir kali aku berbicara dengannya di telepon suaranya tidak seperti itu.
Aku membalikkan badan ku dan bersiap mengomel jika benar itu suara Bagas. Tapi melihat siapa yang berdiri di depan ku saat ini membuat semua kata-kata yang sudah siap terlontar mendadak hilang.
Ya Tuhan, dari sekian banyak kemungkinan dan orang yang bisa aku temui, kenapa aku harus bertemu dengannya disini?
Aku tersenyum canggung ketika melihat Rendra dengan senyum manisnya melambaikan tangan kearah ku. Ia mempercepat langkahnya agar segera sampai dihadapan ku.
"Hai," sapanya ketika telah sampai di depan ku.
"Ha-hai." Balas ku mendadak gugup.
"Syukurlah saya tidak salah mengenali orang." lanjutnya sambil tertawa kecil. Aku hanya tersenyum singkat, tidak tahu harus memberikan respon apa.
"Kamu ngapain disini? Mau pergi?" Ia melirik ke arah belakang tempat ku berdiri, mungkin mencari keberadaan koper dan sejenisnya.
Aku menggeleng, "cuma menjemput." Jawab ku sambil sedikit mengintip ke arah belakangnya, sama seperti yang dilakukannya tadi. "Kalau bapak ngapain kesini?"
Ia mengangguk faham. "Sama seperti kamu, mau jemput orang juga." Ia lalu mengedarkan pandangannya ke arah pintu kedatangan. "Kamu menjemput siapa?"
Belum sempat aku menjawab pertanyaan Rendra, aku mendengar ada yang meneriakkan nama ku dengan semangat. Aku menemukan Bagas sedang melambai-lambaikan tangannya dan berusaha untuk berlari kearah ku dengan banyak barang yang dia bawa.
"Ya ampun baru terasa kalau gue kangen banget sama lo." Bagas langsung memeluk ku begitu sampai di depan ku. Aku mencoba melepaskan pelukan Bagas karena malu kalau sampai ada orang yang memperhatikan kami.
"Ih kenapa dilepas sih? Emang lo gak kangen sama gue?" Tanyanya sewot.
"Bukan gitu, tapi malu tauk dilihatin orang. Ini 'kan tempat umum." Bisik ku sambil mengedarkan pandangan untuk memastikan bahwa kami tidak menjadi pusat perhatian secara mendadak akbiat pelukan tadi.
"Omongan orang gak usah dipeduliin kali. Lagian juga gak ada yang kenal sama kita." Katanya tidak peduli. "Oh iya, lo tunggu disini sebentar ya, jagain barang-barang gue. Disitu banyak oleh-oleh buat lo sama Nadine. Gue mau ke toilet dulu. Urgent nih." Setelah berkata seperti itu Bagas langsung berlari meninggalkan ku menuju toilet.
"Pacar kamu?" pertanyaan tiba-tiba dari lelaki disebelah ku membuat ku terlonjak kaget.
"Hah?" Ya ampun aku baru sadar kalau Rendra masih berdiri di samping ku. "Maksudnya?"
![](https://img.wattpad.com/cover/51693803-288-k201783.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
FATE - Slow Update
RomanceTakdir... Aku tidak suka kata itu. Terlepas dari takdir atau tidak, Kau berada disini sekarang, Disisi ku Narendra Wirakusuma Menikah itu nasib. Mencintai itu takdir. Kau bisa berencana menikah dengan siapa. Tapi kau tak bisa rencanakan cinta mu unt...