Disarankan untuk membaca part sebelumnya, bagi yang sudah lupa jalan ceritanya.
Happy Reading ~
Nadira merebahkan tubuhnya di kasur dan melirik jam kearah jam dinding yang tergantung disisi kanan kamarnya. Pukul 00.45. Dia baru saja sampai rumah setelah seharian bekerja. Dan hal ini sudah terjadi sejak satu minggu terakhir. Pekerjaannya di kantor memang sedang menumpuk, karena lembaganya sedang mendapatkan proyek untuk melakukan asessment centre di sebuah perusahaan swasta yang ada di Bandung. Dengan demikian, ia dan rekan-rekannya sibuk menyiapkan materi serta memanggil asesor lepas yang tergabung di lembaganya.
Selain itu, Nadira juga sedang menghindari mamanya. Dia sedang tak ingin menjadi anak durhaka dengan menentang kata-kata mamanya, sehingga sengaja menghabiskan waktunya lebih banyak di kantor demi untuk mengurangi intensitas interaksinya dengan sang mama. Dia tidak ingin jika karena interaksinya dengan sang mama akan berakibat pada moodnya, yang akhirnya malah mengganggu pekerjaannya.
Nadira menghela napas sebelum memutuskan untuk beranjak menuju kamar mandi dan membersihkan diri. Sekembalinya dari kamar mandi, Nadira mengambil ponselnya yang masih berada dalam tas kerjanya. Berpikir sejenak apakah harus menghubungi Rendra atau tidak. Sejujurnya Nadira kangen, baik dengan Rendra maupun dengan Dita. Sejak pertengkarannya dengan sang mama dan karena pekerjaannya yang menumpuk, dia jadi jarang bertemu dengan ayah dan anak itu.
Setelah berbagai macam pertimbangan, akhirnya Nadira memutuskan untuk mengirimkan pesan saja tanpa menelepon. Nadira mengetikkan pesan yang berisi bahwa dirinya merindukan lelaki tersebut. Kemudian tanpa menunggu pesannya dibalas, dia meletakkan ponselnya di atas meja samping tempat tidurnya sebelum memutuskan untuk memejamkan mata.
Pagi harinya Nadira terbangun karena ponselnya yang terus menerus berbunyi. Bukan bunyi alarm, tapi panggilan masuk. Diantara kesadaran yang belum sepenuhnya terkumpul, Nadira meraba-raba meja di samping tempat tidurnya. Ia langsung mengangkat panggilan tersebut tanpa melihat nama yang tertera di layar.
"Halo," jawabnya dengan suara serak khas bangun tidur.
"Nadira, kamu baru bangun?" dari suaranya Nadira tahu bahwa yang menelepon adalah Rendra. Dia jadi bingung harus senang atau sedih karena hal itu.
Nadira berdeham, berusaha agar suaranya tidak terdengar seperti orang bangun tidur. "Mas Rendra, kok tumben pagi-pagi nelepon?" balasnya tanpa menjawab pertanyaan Rendra.
"Bisa jauhkan ponsel kamu dari telinga?"
"Hah?" Nadira menjauhkan ponselnya dari telinga, kemudian meletakannya tepat di depan wajahnya dan mendapati layar ponselnya penuh dengan wajah Rendra yang sudah tampan dengan setelan kerjanya. Refleks Nadira memekik dan menurunkan tangannya secepat kilat agar Rendra tidak lagi melihat muka bantalnya yang ia yakini sangat tidak enak dilihat. Ia mengerang frustasi diantara tawa Rendra yang samar-samar masih terdengar.
Nadira menutupi sebagian wajahnya menggunakan selimut dan menyisakan matanya sebelum kembali mengangkat ponselnya. "Mas Rendra ngapain pagi-pagi video call gini?" tanyanya.
"Semalam siapa yang bilang kangen?" balas Rendra mengungkit isi pesan Nadira semalam.
"Ya tapi kan, tapi kan gak perlu video call pagi-pagi juga." Jawab Nadira salah tingkah.
"Jangan ditutup dong mukanya, Mas kan mau lihat. Muka kamu lucu kalau bangun tidur."
Nadira mendengus dan menurunkan selimut yang menutupi mukanya. "Lucu dari mananya? Rambut udah kaya singa, muka udah kaya pabrik minyak, belum lagi kalau ternyata adailer di ujung bibir aku." Omelnya sambil menunjuk satu-satu hal yang ia sebutkan tadi. "Kalau kaya gini lucu terus yang serem yang kaya apa?" lanjutnya yang justru membuat Rendra tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
FATE - Slow Update
RomanceTakdir... Aku tidak suka kata itu. Terlepas dari takdir atau tidak, Kau berada disini sekarang, Disisi ku Narendra Wirakusuma Menikah itu nasib. Mencintai itu takdir. Kau bisa berencana menikah dengan siapa. Tapi kau tak bisa rencanakan cinta mu unt...