Part 10

1.7K 93 8
                                    

Happy Reading!!!

***

"Dita itu anak saya."

Jeder!!!

Aku langsung mengalihkan pandangan ku dari gelas es krim di depan ku ke arah lingkungan sekitar. Melihat apakah memang akan turun hujan, karena aku merasa seperti mendengar bunyi petir. Itu tadi suara petir beneran atau cuma backsound di hati aku aja ya?

"Oh gitu, terus kenapa gak istrinya aja Mas yang jemput? Istrinya sibuk ya?"

Ngapain pake tanya-tanya segala sih Rel. Emang bener ya kata orang, semakin kamu ingin tau, semakin sakit pula saat tau kenyataannya. Huft

"Istri saya sudah meninggal setahun yang lalu."

Uhuk uhuk.

Aku tersedak saat mendengar jawaban dari Rendra barusan. Aku mengangkat kepala ku saat melihat segelas air putih yang terjulur ke arah muka ku. Saat itu pula aku menemukan Rendra yang sedang menatap khawatir ke arah ku sambil menyodorkan segelas air putih. Aku terpaku ketika melihat Rendra yang menatap ku dengan penuh rasa khawatir seperti itu.

"Ehem."

Suara deheman Khea membuat ku segera mengambil air itu dari tangan Rendra dan langsung meminumnya.

"Khe, Lin, Rel, gue duluan ya, gue lupa kalau ada kerjaan yang harus gue selesaikan hari ini." Aku tersenyum singkat dan segera beranjak dari tempat duduk ku tanpa memperdulikan respon dari mereka, termasuk Rendra. Aku berjalan, atau mungkin sedikit berlari meninggalkan cafe.

Saat ini aku hanya ingin sampai di lembaga secepat mungkin dan mulai menyibukkan diri dengan berbagai laporan pemeriksaan klien. Perjalanan dari cafe ke lembaga yang biasanya bisa ditempuh hanya dengan waktu sepuluh menit, kini terasa sangat lama bagi ku.

Sebenarnya aku juga tidak tahu kenapa aku harus pergi, atau mungkin lebih tepatnya lari, setelah mendengar status Rendra. Aku merasa alam bawah sadar ku lah yang saat ini sedang bekerja. Aku merasa tidak siap mendengar pengakuan Rendra tentang statusnya itu. Dan yang lebih parahnya lagi, aku merasa dibohongi.

Tapi kenapa? Kenapa aku harus lari? Kenapa aku merasa kecewa mengetahui kenyataan bahwa Rendra seorang duda dengan anak satu? Dan kenapa aku... merasa dibohongi? Kenapa?

Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di otak ku dan membuat aku pusing. Dan sialnya aku sama sekali tidak mempunyai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu. Bahkan aku sendiri bingung dari mana pertanyaan-pertanyaan itu bisa tercetus.

Sesampainya di lembaga aku menatap kosong kearah layar laptop. Niat awal yang ingin menyibukkan diri dengan setumpuk pekerjaan agar tidak terus-menerus memikirkan kata-kata Rendra tadi sudah musnah terbawa angin.

Tak lama kemudian aku mendengar suara pintu diketuk. Aku menghela nafas sebelum mempersilahkan salah satu, atau mungkin semua sahabat ku masuk. Mempersiapkan diri untuk berbagai pertanyaan kepo yang nantinya pasti mereka tanyakan.

"Masuk." Kata ku setengah berteriak lalu pura-pura sibuk dengan laptop di depan ku. Tak lama kemudian muncullah Alin dengan tampang khawatir, Aurel dengan tampang (sok) polos dan Khea dengan tampang kepo yang berlebihan.

"Ada apa?" aku mengalihkan pandangan ku dari layar laptop ke arah para sahabat ku yang masih berdiri di dekat pintu.

"Ra... lo baik-baik aja kan?" Aku hanya mengangkat alis mendengar pertanyaan Alin. Bingung dengan inti pertanyaan yang dia ajukan.

"Emang gue kenapa?"

"Kalau ada orang tanya tuh dijawab, bukan malah balik tanya. Kebiasaan!" hardik Khea sambil melotot ke arah ku.

FATE - Slow UpdateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang