Chapter 32 : Now, what?!

1.9K 93 1
                                    

Sekarang Vician dan Daviko sedang berada di taman universitas mereka, mereka sedang duduk di kursi taman yang tersedia disana. Mereka masih diam satu sama lain, hening menyelimuti mereka. Vician dengan handphonenya, Daviko dengan pikirannya.

"hmm, Kaily yang lo maksud itu, cirri – cirinya gimana?" tanya Daviko kepada Vician yang memecahkan keheningan di antara mereka.

"tingginya kira – kira 163cm, putih bening, matanya coklat susu, pipinya gak tembem gak tirus, badanya lumayan, rambutnya di ombre warna hitam ke ungu, terus dia ambil fakultas designer" jelas Vician kepada Daviko.

Benar itu Kaily, hanya rambutnya saja yang diubah. Batin Daviko meyakinkan. Terus gue harus bagaimana? Lanjut Daviko dalam batin dengan nada gelisah.

-

Kaily kini sedang berada di sebuah café dekat apartmentnya, tujuannya ingin melamar pekerjaan sebagai kegiatan sampingannya selama libur sekolah nanti. Dan juga sebagai tambahan biaya hidupnya kedepan selama disini, Italy.

"permisi" sapa Kaily saat masuk ke ruangan pemilik café yang berada di dalam café, sebelumnya dia bertanya kepada salah satu karyawan disana.

"iya?" balas seorang wanita muda yang bisa diperkirakan umurnya belum menginjak 25 tahun, berpenampilan cantik dan simple, dengan menggunakan kacamata yang bertengger di hidungnya.

"saya ingin melamar kerja" seru Kaily to the point kepada wanita tersebut. "oh, silahkan duduk terlebih dahulu" perintah wanita itu dengan sangat sopan dan lembut.

Kaily pun duduk, "silahkan perkenalkan nama kamu, sekaligus tujuan kamu" seru wanita itu kepada Kaily dengan nada yang sama, lembut.

"nama saya Kaily Queenita, saya ingin melamar kerja menjadi pelayan di café ini, tetapi waktu kerja saya dimulai dari café ini buka sampai jam 10 pagi, nanti saya akan lanjut bekerja saat saya pulang kuliah entah kapan, sampai café ini tutup. Bagaimana bu?" jelas Kaily kepada wanita itu.

"pertama, namaku Hanely Ristatio, panggil saja Nely. Kedua, jangan panggil aku ibu, umurku baru 25 tahun. Ketiga, aku bisa saja menerimamu dan mempekerjakanmu sesuai waktu yang kau inginkan, tetapi dengan gaji yang aku tentukan. Bagaimana?" jelas Nely kepada Kaily yang sepertinya sedang berfikir akan penjelasan itu.

"berapa gajinya?" tanya Kaily kepada Nely. "5000 euro [450.000rp]" jawab Nely, "setiap minggu" lanjut Nely. Kaily pun sedang berfikir dan menimbang – nimbang semuanya.

Setelah beberapa menit berfikir "iya baiklah saya mau" seru Kaily dengan nada senang. "besok kamu bisa mulai kerja, café buka jam 07.15 pagi, kamu harus sampai sini jam 07.00 pagi" jelas Nely kepada Kaily.

Kaily bangkit dari duduknya, berjabat tangan dengan Nely "baiklah, saya pamit terlebih dahulu" pamit Kaily kepada Nely. Kaily pun keluar dari café dan berjalan kearah halte bus yang tak jauh dari situ.

Kaily sudah paham tentang Italy, karena Kaily pernah kesini dan tinggal disini dulu. Sekarang, Kaily memanfaatkan hari ini untuk bernostalgia dengan tempat – tempat yang dulu pernah ia kunjungi beberapa tahun silam.

-

Kaily kini berada di sebuah taman kota yang terletak didekat Coloseum, taman dimana Kaily dulu terjatuh dan menangis sehingga menjadi pusat tontonan orang – orang sekitar tanpa ada yang membantunya bangkit.

Kaily pun tersenyum miris mengingat kejadian beberapa tahun lalu, dulu dia adalah seorang gadis nerd. Siapapun tak akan mendekatinya, siapapun akan membencinya, saat dia terjatuh saja tidak ada yang membantu. Miris.

Kaily pergi kesalah satu stand minuman yang berada diarea taman tersebut, lalu membeli makanan ringan juga. Setelah itu, dia duduk dikursi taman yang letaknya berada disekitar air mancur.

Rasa taco-nya tetap sama, lezat Batin Kaily sambil merasakan lezatnya Taco yang ia beli tadi.

Daviko's

Hari ini jadwal mata pelajaran kuliah gue kosong, urusan kantor papa juga gak terlalu sibuk, mendingan gue ajak Galbert sama Natalie jalan – jalan ke taman deket Coloseum. Dari pada mereka dirumah terus, bisa bosen kali ya.

Gue pun mengambil kunci mobil yang berada di saku celana, lalu berjalan kearah mobil yang terparkir tak jauh dari tempat aku duduk tadi. Lalu menyalakannya dan naik. Kemudian menjalankannya menuju ke apartment.

Saat di perjalanan, pikiran gue terbawa kesatu orang. Kaily Queenita. Kehadirannya ke Italy membuat gue cemas akan kondisinya saat mengetahui semuanya tanpa kejelasan, mungkin mengetahuinya dengan kesalahpahaman. Pusing.

Gue mengeluarkan handphone ber-merk Samsung dari saku celanaku, lalu menelpon Kaily lewat Line free call. Namun, hasilnya nihil. Tak ada jawaban.

Apa Kaily sudah tau tentang gue-Galbert-Natalie? Siapa yang ngasih tau? Apa post-an gue di instagram tentang Galbert itu ya? Se-negative thinking itukah Kaily? Duh gimana nih, argh. Gue gak mau ngeliat dia nangis lagi, itu prinsip hidup gue waktu jatuh cinta sama dia.

Gue telephone Natalie aja suruh siap – siap di loby, biar gak buang banyak waktu, jadi tinggal jalan aja. Gue pun menekan dial nomor Natalie, dan menelponnya.

'Yes?'

"siap – siap sekarang, galbert juga. Gue jemput sepuluh menit lagi di loby"

Gue pun mematikan sambungan telepon gue dengan Natalie, gak mau lama – lama ngobrol sama Natalie. Itu perjanjian gue pas Galbert lahir, perjanjian bersama Natalie. Perjanjiannya, setelah Galbert lahir. Gue bersikap manis kepada Natalie hanya didepan Galbert, kalau di belakang gak.

-

Sesampainya gue di loby apartment, Natalie dan Galbert sudah siap disana. Gue pun langsung menjemput mereka dan menyuruhnya naik, lalu melajukan mobil ke taman yang gue sebut tadi.

"daddy, kita mau kemana?" tanya Galbert dengan gaya bicara imutnya itu.

"park" jawab gue dengan bahasa inggris, untuk mengajarkannya bahasa inggris sejak dini.

"palk? Itu apah?" tanya Galbert dengan rasa ingin tahunya.

"taman" jawab gue dengan nada lembut sambil menoel hidup mungilnya itu.

Galbert duduk di samping gue atau disebelah kursi pengendara, sedangkan Natalie berada di belakanga bersama handphone-nya. Berasa supir gue, segitu pentingkah handphonenya sampe anaknya gak mau diajak bicara? Masa harus gue terus? Gue kan nyetir, argh.

Kaily's

Sedang asiknya bersantai di taman sambil melihat pemandangan sekitar, seseorang menelponku dengan menggunakan Line free call. Siapa? Saat aku membaca ID namenya,

Mine is Caliing.

Daviko? Setetes air mata pun turun dan membasahi pipi mulusku, aku tak ingin mengangkatnya. Dengan beberapa bukti aku bisa menyimpulkan sendiri, bahwa Daviko sudah menikahi Natalie dan menghasilkan benih cinta mereka, Galbert.

Aku mengabaikan telpon masuk dari Daviko, aku ingin menenangkan diri dari segalanya. Tujuan aku kesini untuk belajar sekaligus mencari Daviko, mencari pengkhianat hatiku.

tbc

voment

a/n. Satu part aja cukup kan? mau lagi gak? aku ada lho~~ wkwk, kalo mau di post chapter selanjutnya, voment chap ini yak. dan say 'jutlan' di kolom comment, makasih^^


Love Sincere AffectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang