Part 16-Rumit

3.5K 279 7
                                    

Kaki ku berlarian kecil menuruni tangga. Entah kenapa hari ini aku sangat bersemangat. Bahkan aku melupakan ketakutan ku tentang bully yang akan berlanjut mungkin? Ah! siapa yang perduli.

Aku terus berlari sampai ke halaman rumah.

Mataku membulat dan tanpa sadar bibirku melengkung keatas begitu melihat Keynan sudah datang. Dia menyender pada mobil. Kedua tangannya dia masukkan ke saku. Oke akui dia benar-benar mempesona tanpa melakukan apapun! APAPUN. Bagaimana jika dia tersenyum? Kutub utara dan selatan akan meleleh sekaligus. Huah! Aku berlebihan.

"Udah lama ya?" Tanyaku sambil mendekat ke arahnya.

"Engga kok, baru sekitar setengah jam. Ayo berangkat nanti telat loh." Katanya sambil mengacak rambutku lalu membukakan pintu mobil Jaguarnya.

"Mm, Key, maaf udah bikin nunggu lama." Kataku setelah Keynan duduk di depan kemudi.

"Gapapa, santai aja." Katanya sambil memasang seat belt.

Aku mengangguk kecil, lalu mengalihkan pandangan ke luar jendela mobil.

"Kay?"

"Ya Key, apa?"

"Gapapa."

Aku mengerutkan kening samar.

"Gue ngrasa ada kemiripan di nama kita deh," sambung Key.

"Terus???" gemes deh, tinggal ngomong aja pake bertele-tele.

"Terus mirip aja. Iya udah gitu aja." katanya. Kan ujung-ujungnya gitu. Aku ga mudeng.

"Lo ga punya materi buat kita bahas ya? Kaya wafer tauuu...garing." kataku sambil menjulurkan lidah.

"Abis lo diem aja, gue kan bukan driver Kay. Pengen diajak ngomong juga."

"Ciee....jujur."

"Biarin. Lo gak peka si."

---

Dafin POV

Aku memasuki ruangan serba putih lalu melangkah ke pojok ruangan. Suara langkah kaki ku menggema ke seluruh penjuru ruangan, sesaat aku berjengit sendiri.

Aku duduk di kursi sebelah ranjang. Tanganku menggenggam kuat tangan seseorang yang terbaring lemah di hadapanku. Aku menciumi punggung tangan itu, namun tidak ada reaksi apapun.

"Ma, bangun dong. Dafin kangen." Kataku persis di sebelah telinganya.

"Ma, Dava gak akan dateng, jadi Mama gausah nunggu Dava buat bangun. Ada Dafin yang bisa Mama lihat kalo Mama bangun. Dafin janji ga akan ninggalin Mama lagi, Dafin yang bakal jagain Mama. Dafin ga akan nitipin Mama sama suster lagi. Dafin bakal berhenti kuliah buat jagain dan ngrawat Mama. Jadi Mama harus buka mata ya." Kataku masih ngoceh sendiri. Dan tanganku terus menggenggam tangan Mama.

Merasa tidak dihiraukan, aku meletakkan tangan Mama ke atas kasur dengan hati-hati dan bangkit.

Kaki ku melangkah ke luar ruangan. Mencari seseorang yang mungkin saja bisa menjelaskan keadaan Mama.

Aku mengetuk pintu berwarna putih di hadapanku. Setelah seseorang dari dalam mempersilahkan ku masuk aku melangkah menghampiri suara itu.

"Anda putra Nyonya Silvia?"

Aku mengangguk sambil tersenyum. Jujur aku sangat takut dan gugup. Aku takut mengahadapi kenyataan kalo aku harus hidup sendiri. Bagaimana kalo Mama harus nyusul Dava? Gimana kalo Mama udah ga bisa bertahan?

'Dafin tenanglah' meskipun aku sudah merapalkan kalimat itu tetap saja aku tidak bisa tenang.

"Keadaan Nyonya Silvia sudah sangatlah lemah. Kalaupun ingin diteruskan harus dengan bantuan alat. Hidupnya hanya bergantung pada alat." Kata dokter yang menangani Mama dengan gamblang.

Bagaikan tersambar petir yang datang tanpa adanya hujan. Bagaikan terbawa arus tanpa adanya gelombang. Hatiku hancur. Hatiku entah berada dimana.

"Kenapa bisa dok? Bulan lalu keadaan Mama masih sehat. Bahkan masih bisa berjalan dan memanggil nama seseorang. Masih bisa mengingat. Lalu kenapa sekarang keadaannya begitu buruk?" Tanyaku mulai tidak tenang. Aku benar-benar takut.

Hidup sendiri bukanlah hal yang menyenangkan. Hidup tanpa kasih sayang Mama bukan hal yang aku mau. Meskipun setelah kematian Dava Mama hanya mengingat dan memanggil nama Dava, aku tetap tidak mau Mama menyusul Dava secepat ini.

"Yang pertama, dia punya banyak beban pikiran yang mempengaruhi psikis dan psikologis nya. Hal ini berpengaruh pada nafsu makannya. Karena tidak ada asupan makanan yang masuk ke dalam tubuhnya dia jadi kekurangan nutrisi–

Yang kedua, Nyonya Silvia mengidap penyakit kanker tulang belakang. Apa tidak ada keluarga yang mengetahui? Apa dia tidak menceritakannya?" Tanya dokter itu dengan mata membulat.

"Kanker tulang belakang?" Aku tidak menjawab pertanyaan dokter. Aku justru mengulangi kata-katanya.

"Ya. Sudah sekitar empat tahun yang lalu. Karena dulu dia juga pasien saya."

"Terimakasih dok, saya permisi." Kataku lalu berlari keluar dari sana.

Kaki ku terus berlari entah kemana. Kaki dan otakku bahkan tidak bekerja sama untuk menentukan arah tujuanku.

Kanker tulang belakang. Penyakit macam apa ini!

---

Keynan POV

"Kay pulang gak?" Tanyaku begitu bel berbunyi.

"Pulang lah, masa iya aku suruh jagain sekolah." Jawab Kay sambil sibuk mengemasi barang-barangnya.

"Sapa yang nyuruh kamu jagain sekolah si?" Tanyaku sambil mengamati tiap gerakan Keynna. Yaampun ini cewe nggemesin banget sini. Kan salah fokus!

"Apaan liatin aku?"

"Sapa? GR." Aku bangkit dan berjalan keluar kelas. Kan sifatnya balik lagi. Padahal baru semalem lumayan nyenengin.

Sebenarnya aku nunggu Kaynna berteriak minta ditungguin, tapi setelah hitungan ke 10 dan aku sudah keluar dari kelas masih tidak ada suara itu. Akhirnya aku bersender di tembok luar kelas dekat pintu.

"Eh, Keynan? Kok belum pulang?" Tanya Gea yang keluar dari kelas sambil menggandeng tangan Kaynna.

"Emm–" aku menggaruk tengkuk ku yang tidak gatal, "iya nih lagi nunggu temen." Kataku tidak sepenuhnya bohong. Kan Kay temanku, iya kan, kan?

"Oh, kalo gitu kita duluan yaa." Kata Gea sambil melesat melewati ku dan masih menggandeng tangan seseorang yang ku tunggu.

Kenapa Kay diem aja si? Dia bete? Tuh anak ya pinter banget bikin orang gelisah. Semalem peluk-peluk, tadi pagi semangat banget berangkat bareng, sekarang malah cuek kaya gak kenal. Huh, dasar bebek kutub!

"Ya. Hati-hati." Kataku.

Setelah mereka menjauh dan tidak terlihat lagi karena termakan jarak, baru aku berjalan ke parkiran.

Sangat susah mengakui bahwa perasaan itu ada. Mungkin dengan menyimpannya akan jauh lebih baik.

---

A/N

Mulmed: Dafin. Cakep ya? ^^

Hai readers? Masih ada yang berminat baca ga sih?
Aku bukan apa² tanpa kalian.

Oh ya sorry kalo feel nya gak dapet. Stuck. Aku minta 4k readers sebelum aku masuk ke part 17. Bisa kan? Aku yakin kalian bisaa. HARUS BISA.

Ayo ajak yg lain buat baca!!

Penawaran Abis ini mau tau kenapa mata Kaynna beda? Atau mau tau hubungan Keynan dan ayahnya? Atau mau tau nasib Mama Dafin? Atauuuu mau cerita kedekatan Kaynna dengan Keynan?
Mau yang manaaaaaaa?? Jawab lewat komen yaaa.. tapi vote dulu! :-* kecup buat yang masih setia baca.

Nantikan part 17!!

Key for KayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang