Part 22-Kebetulan

3.2K 237 6
                                    

Aku berlari menerobos kerumunan orang-orang yang berpakaian senada denganku.

Di tengah sana ada ka Dafin yang sedang terduduk di hadapan tubuh yang terbujur kaku dengan balutan kain putih sempurna.

Aku berjalan pelan. Tubuhku bergetar hebat. Aku ingat 2 tahun lalu.

Aku juga pernah berada di situasi seperti ini sebelumnya.

Aku mengelap air mataku yang turun dengan deras tanpa aku minta. Aku ingat, saat itu aku menangis tersedu-sedu di depan tubuh kaku Dava. Dan di belakang ku saat itu, ka Dafin terus berteriak agar aku tidak hadir di pemakaman Dava. Namun, dengan keras kepala aku tetap datang. Bahkan setelah mereka semua pulang dan meninggalkan pemakaman, aku bersikeras untuk tetap disana sampai aku bisa membawa Dava pulang.

Bilang saja aku lebay. Tapi, Dava kehidupanku. Dava pusat grafitasiku. Jika tidak ada dia aku akan terbang, dan hilang. Aku tidak bisa tanpanya.

Aku berjalan mendekati ka Dafin. Lalu ikut duduk di sampingnya.

"Ka?" aku memegang pundak ka Dafin.

Ka Dafin menoleh. Matanya sembab, "Kay,"

"Kaka yang sabar ya. Ini pasti jalan terbaik dari Tuhan buat tante." Aku memeluk ka Dafin. Tanganku terus mengusap punggungnya berusaha menenangkan.

"Makasih udah dateng dan mendo'akan Bunda, Kay."

Setelah hujan di luar mereda, kami semua mengantarkan almarhumah ke pemakaman.

Ka Dafin terlihat lebih kuat tidak seperti saat dulu dia kehilangan Dava.

Aku sedikit lega melihatnya. Dan Gea juga ada di sini. Bahkan dia yang memberitahu ku kalau tante meninggal.

Gea seperti sedang dekat dengan ka Dafin. Nanti aku akan menginterogasinya. Ingatkan aku ya!

Setelah pemakaman selesai dan orang-orang mulai pergi, ka Dafin masih duduk di tepi gundukan tanah itu. Aku tidak mendekat, aku hanya mengamati.

Kemudian Gea mendekat ke sana. Saat melihat Gea, ka Dafin tersenyum. Ka Dafin seperti menemukan cahaya baru. Ini positif ada apa-apa.

Detik itu juga aku berjalan mundur dan pergi dari sana.

---

"Darimana?"

"Kok lo disini? Ga bilang dulu ih."

"Surprise!"

Aku mengangkat sebelah alisku. Ini konyol. Bahkan aku ga terkejut sama sekali.

"Lo kenapa? Sakit ya?" tanya Key sambil memeriksa dahiku dengan punggung tangannya.

Aku menggeleng, "Gue gapapa Key, sungguh. Jangan khawatir." aku tersenyum sambil mengusap pipi Key.

"Oke. Ganti baju sana, kita jalan."

"Hah? Kemana?" tanyaku

"Adadeh. Ayo sayang ganti baju." kata Key sambil mengacak rambutku pelan.

"Iya, tunggu ya."

Aku berlari menaiki tangga menuju kamar. Lalu mengganti pakaian hitamku dengan celana jeans putih dan kaos panjang abu-abu yang agak kegedean. Aku menggulung lengannya beberapa kali. Lalu memakai ketu, melilitkan jam tangan coklat ke pergelangan tangan kiriku, dan memakai flat shoes warna putih.

Setelah mematut di depan cermin senyumku mengembang. Ternyata aku ga jelek-jelek amat.

Aku turun dari kamar dan menghampiri Keynan. Setelah pamit pada Mama, aku dan Keynan pergi meninggalkan rumah.

Key for KayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang