Part 27-Bimbang

2.6K 223 32
                                    

Aku diam. Bukan si, tepatnya.. Bengong. Kaya orang blo'on.

Ini orang satu hobi banget ganggu orang. 'Hobi' dan 'ganggu' harusnya gak dibarengin, karena ini akan merugikan orang lain. Dan malangnya, orang lain itu aku.

"Gue harap lo gak merasa terganggu. Gue masuk ya, boleh?" Ray berjalan melewatiku lalu duduk nyaman di kursi ruang tamu.

Aku hanya bisa pasrah dengan takdir Tuhan yang mengirimnya datang ke rumahku. Yaaahh, dulu aku emang ingin Dava kembali, tapi kalo diganti yang macam itu mending gausah. Makasih.

"Sini temenin gue duduk dong.." Ray menepuk-nepuk kursi disampingnya.

"Ogahh... Kalo lo mau pulang tolong tutup pintu. OKE?" Kataku lalu berjalan menuju tangga. Berniat mengurung diri di kamar.

Ray bangkit, "Ikut."

Aku melongo, "Gue kira lo berdiri mau pulang, lah kok malah kaya anak itik ngikut-ngikut? Pulang sonoooo tar Mak lo nyariin loh." kataku sambil memasang muka garang, kaya Kak Ros-nya Upin Ipin. Yahh, lagi-lagi tentang tontonan Brian.

Ray bertepuk tangan, "Wiihh, lo dah bisa kultum sekarang ya, kata-katanya kaya sungai ciliwung, panjaaang."

Aku melotot, "Sungai ya panjang, kalo pendek baskom."

"HAHAHAHA. Parah. Selera lawak lo ternyata gede juga yaa." Ray ketawa sambil pegang perutnya.

HA. LUCU.

Lucunya sampai pengen nenggelemin di sungai ciliwung.

"Pulang!!"

"Yaahh, ngambek. Tambah jelek." katanya santai setelah berhenti tertawa.

"Lo kira lo cakep?" Ya lo cakep karena lo kembaran cinta pertama gue. Kalo muka lo beda udah pasti gue tendang sampai Monas.

"Cakep."

"PD GILAAAA" Kataku sambil menjitak kepalanya.

Lalu kami tertawa.

Kami? Aku dan dia? Tertawa?

TERTAWA BERSAMA.

Ini, Aneh.

"EHM!!"

Hingga deheman itu menginterupsi tawa kami.

Refleks kami-aku dan Ray- menatap pintu. Di sana berdiri Gea dan Kak Dafin.

Muka mereka horror. Mungkin lebih horror dari The Conjuring 2. Entahlah. Aku tidak pernah nonton film horror. Sekalipun seumur hidup.

"Jadi?" Gea bersuara, membunuh kecanggungan yang sempat tercipta.

"Eh? Ayo masuk Kak, pem-Gea." Hampir aja keceplosan bilang pembantu nih mulut, untung remnya lagi bagus.

Aku mendekati mereka yang masih di ambang pintu. Kasihan, tamu yang terlantar. Tuh kalo dijadiin judul film bagusss.

"Berdua? Gak ngapa-ngapain kan?!" tanya Gea lagi. Sumpah bawel, kaya Mak-Mak yang suka di tukang sayur.

"Ngapa-ngapain," jawabku cuek.

Gea melotot.

"YA GAK LAH. Kepikiran aja enggak." Aku beralih mengamit lengan Kak Dafin, tapi dengan tidak sengaja-tapi aku sangat merasa-Kak Dafin melepasnya pelan. Mungkin kak Dafin ingin menjaga perasaan Gea. Iya kaya gitu, Kay. Pikirku sambil merapal dalam hati, tidak ingin membuat hal sepele menjadi rumit.

Oke, waktu ternyata membawa hubunganku dan Kak Dafin merenggang. Waktu selalu mengubah segala hal, bukan?

Lupakan.

Key for KayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang