Part 26-Key vs. Ray

2.8K 206 13
                                    

"Mama sama Papa kapan pulang? Kok pergi ga bilang-bilang si? Terus Kay sendirian di rumah gitu? Jahat banget yaampun, Ma. Masa anak perawan ditinggal sendiri gini si." Yap. Aku ngomel panjang lebar sama Mama lewat telepon, sambil ngaduk teh.

Aku kaget saat pulang dan mau ambil minum nemuin post-it di pintu kulkas. Yang isinya.......

Mama dan Papa, serta si bandel Brian pergi ke LA.

GILA!

Dan aku baru tau lewat post-it.

Ini kejam. KEJAM.

"Maaf ya sayang, tadi mendadak. Nenek tiba-tiba kritis. Jadi kita langsung pergi. Kita udah nunggu kamu hampir sejam kok." suara Mama dari ujung telpon membuatku menghela nafas jengah.

Aku menyesap tehku, "Yaudah."

"Jangan marah dong sayang.."

"Iyaaaaa, ohya Ma, tadi-"

Belum sempat menyelesaikan kata-kataku, bel rumah berbunyi.

Aku meletakkan tehku dan berjalan ke arah pintu utama.

"Dah dulu ya, Ma. Ada tamu. Bye, takecare yaa."

Setelah Mama menjawab 'iya, jaga diri juga sayang' aku memutus sambungan telepon.

Bel rumah berbunyi lagi.

Sumpah, itu tamu ga sabaran banget.

"Iya sebentar," kataku dongkol

"Maaf cari siap-" aku menelan kembali kata-kataku.

Tamu di hadapanku nyengir lebar, kelewat lebar malah, sampe-sampe aku takut ada lalat masuk.

"HAI?" sapanya semangat '45.

Aku memutar bola mata, jengah dengan wajahnya yang mirip- sudahlah.

Aku mencoba berani dan bersuara. Sepertinya dia jinak dan tidak berbisa.

Lo kata dia ular kali, Kay.

"Sorry. Ada perlu apa?" tanyaku setenang mungkin.

"Ini," dia menyodorkan gelang rantai dengan bandul hati yang sangat familiar. Warnanya hampir hijau atau entahlah, banyak manik-maniknya--kado ultah terakhir darinya-, "tadi jatuh saat lo lari. Gue mau ngejar tapi takut lo tambah ketakutan."

Aku mengambil gelang itu, "thanks."

Dia, cowo tabrak lari (dia yang nabrak dan gue yang lari?) dan cowo kuburan. Aku berniat menutup pintu, tapi dia masih berdiri dan sepertinya tidak ada niatan untuk pulang.

"Kenapa lagi?" tanyaku sambil bersandar pada kusen pintu, malas.

Ray mengusap lehernya, "Gue haus nih, ada minum gak?"

"Ngrepotin banget si." kataku lalu masuk.

Ray, tanpa permisi mengekoriku menuju dapur.

Ray meneliti tiap sudut ruangan, "Sepi?"

"Ya, pada pergi semua. Gausah apa-apain gue ya, awas lo?!" kataku sambil melakukan gerakan melempar gelas.

"Eh, kepikiran juga kaga." jawab Ray, lalu duduk di kursi bar.

"Bagus deh," aku menuangkan air dingin dari kulkas, "nih. Gausah protes ya." kataku menyodorkan segelas air bening.

"Iye iye. Sekarang udah bisa ngomong ya?" ledek Ray sambil menaikkan-turunkan alisnya.

Aku semakin yakin dia bukan dia, jadi aku ga perlu takut.

Ya, Rayvan Elambard, yang sejak 2 hari lalu aku takuti adalah kembaran Dava.

Key for KayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang