Pelajaran sejarah di jam terakhir ini super membosankan. Dan sepertinya bukan hanya aku saja yang berpikiran seperti itu. Hampir semua murid dikelasku menahan kuapan saking ngantuknya. Barisan paling belakang malah sudah menyerah untuk mendengarkan dan memilih untuk tidur—tentu saja setelah menutupi tubuh mereka dengan buku paket sejarah yang cukup lebar. Tidak ada yang mau mengambil risiko dipanggil ke ruang BP usai sekolah nanti. Guru sejarah kami memang begitu. Dari luar sih kelihatannya baik dan sering senyum. Namun kalau beliau memergoki kami berbuat salah, ia tak akan segan-segan mencatat nama kami untuk kemudian menyerahkannya ke guru BP.
Tidak mendengarkan saat pelajaran itu bukan merupakan kenakalan tingkat tinggi, sih. Paling setelah diceramahi lima sampai sepuluh menit, kami akan dilepas tanpa syarat. Masalahnya, hidup kami di SMA akan langsung berubah jika sekali saja kami pernah dipanggil ke ruang BP. Apapun alasannya, kami akan dicap sebagai anak bandel. Itu mengerikan! Apalagi untuk anak baik-baik seperti aku. Mau ditaruh di mana mukaku nanti?
Lagian siapa sih yang iseng membuat jadwal pelajaran kami kacau begini? Orang yang punya akal sehat tidak akan meletakkan pelajaran sejarah di jam terakhir. Ditaruh di jam pertama saja belum tentu akan ada yang memperhatikan.
Meski demikian, sejak tadi aku berkonsentrasi penuh dan berusaha keras untuk mendengarkan penjelasan dari Pak Soetjipto, guru sejarah kami. Dari namanya saja dia sudah sangat bersejarah. Aku berharap dengan mengalihkan perhatianku pada pelajaran, aku bisa melupakan sejenak isi surat yang barusan kuterima. Surat permintaan maaf dari Aries.
Aku tidak yakin dia benar-benar minta maaf.
Uh! Salah! Ayo konsentrasi! Perang Laut Pasifik terjadi karena bla bla bla
Huh! Kenapa sih di zaman yang serba damai begini masih harus mengungkit-ungkit soal perang? Kayak orang gagal move on saja. Ah, dunia sekarang nggak sepenuhnya damai juga, sih. Andai aku nggak kenal Aries, pasti dunia beneran damai. Atau masih ada kemungkinan lain, jika saja aku dan Aries benar-benar berdamai. Hmm... bukannya dia baru saja minta maaf supaya kami bisa berdamai?
Aku menggeleng-gelengkan kepalaku dengan cepat.
Kenapa ujung-ujungnya mikirin itu lagi, sih?
Sudahlah. Mungkin pada dasarnya sejarah itu bukan pelajaran untukku. Lebih baik aku memikirkan cara supaya bisa lulus dengan mudah jika aku ikut remedial ujian nanti. Lihat, saking pesimisnya, aku bahkan sudah menobatkan diriku ikut remedial sejarah. Payah.
"Baik anak-anak. Pelajaran hari ini cukup sampai di sini. Sebelum kelas dibubarkan, bapak ingatkan pada kalian semua untuk segera mencatat dan mengantarkan nama-nama murid kelas ini yang akan mengikuti pertandingan untuk class meeting besok. Kalau sudah, silakan langsung serahkan ke ruang kepala sekolah."
Seluruh murid dalam kelas itu seolah terbangun dari tidur dan sadar kembali. Rasanya satu kelas benar-benar lupa akan kegiatan class meeting besok. Kami belum pernah rapat kelas untuk menentukan siapa-siapa saja yang akan mengikuti lomba. Gini nih kalau punya ketua kelas super malas.
"Yo! Gimana, nih?? Kelas kita belum nentuin apa-apa!" teriak salah satu temanku pada Tyo, si makhluk tinggi besar yang kebetulan menjabat sebagai ketua kelas kami, setelah pak Soetjipto keluar dari kelas. Mereka semua benar-benar tertipu dengan penampilannya yang terkesan berwibawa dan memiliki tanggung jawab besar itu. Karena sejak awal aku tahu si hitam itu tidak pernah memikirkan orang lain selain dirinya sendiri, aku tidak ikut memberikan suara untuknya saat pemilihan ketua kelas.
"Lah, lo semua nggak ada yang mau daftar ikut lomba ke gue. Kan waktu itu wali kelas udah pernah ngumumin lomba apa aja yang ada," seru Tyo cuek, secuek kucing persia pada majikannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CLBK (Cinta Lama Belum Kelar)
Teen Fiction"Kalo cowok suka ngisengin lo, itu berarti dia suka sama lo, Na!" Aahh... Teori!! Sasa pasti kebanyakan baca komik! Keisengan yang dilakukan Aries bukan keisengan biasa. Kayaknya anak itu memang ada dendam pribadi padaku! Memangnya kalau suka, bak...