++18 Masalah Baru

630 54 1
                                    

Peduli amat soal biawak. Sekarang yang lebih penting adalah mencari jalan pulang. Lagian bisa-bisanya aku mengambil keputusan bodoh untuk masuk hutan malam-malam begini. Siang-siang saja aku seringkali tersasar, apalagi sekarang.

Suasana hutan di malam hari cukup menakutkan. Meskipun masih ditemani oleh cahaya senter dari HP-ku, bagian hutan yang sama sekali tidak tersorot senter benar-benar gelap. Pepohonan cukup rapat dan rerumputannya cukup tinggi. Belum lagi aku harus berhati-hati agar tidak tiba-tiba terperosok ke dalam rawa-rawa. Aku hanya bisa melihat dengan jarak sekitar satu sampai dua meter ke depan. Dan karena sudah kehilangan arah sejak beberapa waktu yang lalu, aku hanya bisa terus berjalan. Tak tahu apakah kakiku akan membawaku keluar hutan atau malah semakin jauh memasuki hutan. Yang jelas, aku tidak bisa diam di satu tempat. Entah kenapa aku merasa semakin tidak aman kalau hanya berdiam diri.

Suara-suara jangkrik dan serangga lainnya menemani perjalananku mencari jalan pulang. Sesekali juga terdengar suara burung yang mengerikan. Seperti suara gagak, tapi sebenarnya aku tidak tahu pasti burung apa itu. Di pulau ini banyak sekali spesies burung langka. Mungkin di antara perkumpulan burung-burung itu, memang ada yang suaranya jauh dari suara burung pipit yang merdu. Dan aku tidak mengerti kenapa justru burung dengan suara mengerikan seperti itu malah memilih untuk berbunyi malam hari.

'KREK!'

Terdengar suara ranting patah dari kejauhan. Telingaku menjadi lebih peka saat masuk ke hutan, sehingga aku langsung menoleh ke sumber suara. Setelah itu hening. Aku tidak beranjak melangkah, tapi mencoba untuk mendengar kembali dengan seksama. Aku menolehkan kepalaku ke sebelah kiri belakang, kemudian ke kanan belakang. Dalam hati aku berharap salah dengar saat suara selanjutnya terdengar lagi.

'SREK! SREK!'

Terdengar seperti langkah kaki.

'Di hutan ini tidak mungkin ada singa atau beruang, kan?' tanyaku pada diri sendiri. Rasa panik mulai menggerayangiku.

Ular? Kata Pak Anton memang banyak ular di hutan ini. Tapi rasanya itu bukan suara ular yang sedang melata. Aku cukup yakin kalau yang barusan adalah suara langkah kaki. Entah hewan apa yang mendekat ke arahku. Sepertinya hewan yang cukup besar.

Aku pun mencari ranting yang cukup tebal dan besar di sekitarku. Walaupun mungkin sia-sia melawan beruang atau singa hanya dengan ranting, setidaknya aku bisa menunda kematian selama beberapa detik. Cukup untuk mengucap syahadat supaya aku masuk surga.

'SREK SREK SREK'

Makhluk itu semakin mendekat. Dan aku sudah siap siaga dengan ranting di tanganku. Aku memegangnya seperti seorang samurai memegang katananya.

'SREK SREK'

Makin dekat. Jantungku mulai berpacu dua kali lebih cepat.

'SREK SREK'

Tinggal beberapa langkah lagi. Jangan gentar, Ina...

'SREK SREK SREK'

"MAMAAA! MAAFIN INA UDAH KABUR DARI RUMAAAHH!! AAAA!!!" Aku berteriak mengeluarkan penyesalan terakhirku dan mengayunkan ranting yang kupegang dengan membabi-buta. Sosok yang muncul di hadapanku memang cukup besar, tapi aku tidak bisa melihatnya dengan jelas karena sudah beberapa menit yang lalu senter kumatikan agar tidak menarik perhatian.

"NA!! INAAA!! SAKIIIITT!!!"

"Eh?" Beruangnya bisa ngomong? batinku bingung.

Aku menghentikan pukulanku.

Di depanku ada seseorang yang kukenal, sedang melindungi kepalanya dari ranting kayu yang tadi menyerangnya secara tiba-tiba.

"Aries?" tanyaku tidak percaya.

"ARIES!?" Begitu sadar kalau itu benar-benar dia, aku langsung berlari menghampirinya dengan wajar berseri-seri.

MAMA, INA NGGAK JADI NYASAR DI HUTAN!! Teriakku dalam hati.

"Makasih, Ries! Makasiiih! Jasa lo bakal gue kenang sepanjang masa! Pokoknya masalah kita berdua sebelum ini bakal gue lupain semuanya! Lo emang temen gue yang paling baiiikkk...." Aku menyerocos tanpa henti sampai Aries merampas ranting kayuku.

"Makasih apaan, sih!?" tanya Aries bingung.

"Loh, lo ke sini mau nyelametin gue, kan? Udah yuk balik ke penginapan. Gue udah laper banget."

Kali ini gantian Aries yang memandangku dengan tatapan ngeri. "Lo... nyasar?"

"Hah? Maksud lo?"

"Gue kira lo tau jalan ke penginapan! Ini gue juga udah nyasar dari tadi..."

Sekarang kami saling tatap-tatapan dengan wajah horor.

'Mama....Ina nggak jadi nyasar di hutan....sendirian. Tapi nyasarnya berdua....' ucapku dalam hati, meralat ucapanku dalam hati yang sebelumnya.

Gusti.... Masalah apa lagi ini?

TO BE CONTINUED....

Dikit yak? Hahahaha xD
Maap... maap...
Chapter berikutnya bakal segera diposting. Paling lambat hari Senin :)

CLBK (Cinta Lama Belum Kelar)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang