++3 Anak Jin

1.4K 70 5
                                    

Sial! Sial! Sial!

Rese banget sih Aries itu! Masa sampai PR juga harus aku yang kerjain!?

Padahal aku sendiri saja jarang kerjain PR. Kenapa sekarang aku malah harus bikinin PR anak jin gini??

Semalaman ini, aku merutuk di meja belajar. Sambil ngedumel, aku juga sempat membuat boneka voodo dari gulungan tisu. Memang nggak mirip Aries sih, tapi kalau kepalanya kupasang kotak korek pasti jadi mirip.

Dengan begini, mau tak mau aku juga jadi mengerjakan PR ku sendiri. Rugi dong sudah nulis di buku orang lain, tapi buku PR ku sendiri kosong.

Pokoknya minggu depan setelah perjanjian ini selesai, aku bakal minta pindah tempat duduk. Lagian, rasanya banyak cewek-cewek yang rela bertukar tempat duduk denganku. Coba kalau mereka tahu sifat aslinya si jelek itu, pasti kapok deh duduk situ.

Saking seriusnya mengerjakan PR, tanpa sadar aku tertidur di meja belajar.

Aku terbangun karena paginya, seseorang menggedor-gedor pintu kamarku.

"Na, bangun Na! Subuh dulu, cepet!"

"Iya ma.... Ina udah bangun....hoahmm.... tar Ina ke bawah...."

Padahal aku masih ngantuk. Tidur lagi di kasur pasti nyaman luar biasa. Namun baru dua langkah menuju surga kapuk, telinga kananku ditarik dari belakang.

"Hayoo.... mau tidur lagi kan kamu? Kebiasaan deh."

"Adududuh.... ma, Ina jangan dijewer doong..... mama mau anaknya punya kuping gajah??"

"Ya daripada mama punya anak manusia berkepala babi nanti di akhirat gara-gara jarang shalat? Hayo, kamu milih mana?"

Mamaku memang paling bisa balikin omonganku. Kalo mama sudah bilang begitu kan aku jadi tak punya pilihan lain. Aku juga nggak mau dong jadi manusia kepala babi. Akhirnya dengan langkah gontai bagai zombie, aku pun mengikuti mama turun tangga dan shalat di bawah.

Selesai mandi dan shalat, aku kembali ke kamar dengan otak yang lebih segar. Ngomong-ngomong, apa sih yang kulakukan semalaman sampai bisa ketiduran di meja?

Ya ampun! PR nya anak tuyul!

Aku pun mempercepat langkah dan segera ke meja belajar. Yang kulihat di depan mata membuatku kaget setengah mati. Bukan, bukan karena PRnya belum selesai. Itu sih urusan gampang. Tapi, karena genangan iler yang ada di buku itu!! Ini gawat!!

Aku buru-buru mencari tisu, tapi sama sekali tak ketemu. Akhirnya aku terpaksa mengelap bekas ilerku itu dengan kain pel, membuat lembar buku PR itu malah semakin kotor.

"Aduuh......"

"Ina! Sarapan!"

"Iya, Ma!" sahutku. "Ah, bodo deh."

Aku pun langsung memasukkan semua buku yang kubutuhkan hari ini ke dalam tas. Saking buru-burunya, lebih tepat dibilang 'menjejalkan' daripada 'memasukkan' sih. Tapi siapa peduli.

Meski buru-buru, aku tetap menyantap sarapan yang telah dibuatkan mamaku. Pokoknya apa pun yang terjadi, tak ada satu pun anggota keluarga kami yang boleh meninggalkan sarapan. Itu prinsip Mama. Bahkan Mama lebih memilih anaknya terlambat datang ke sekolah daripada pergi ke sekolah tanpa sarapan. Gara-gara itu, tiap kali aku melewatkan sarapan, perutku pasti langsung konser. Aku tak mau menggelar konser tunggal di kelas saat pelajaran berlangsung.

Papaku sedang bekerja di luar kota untuk waktu yang cukup lama. Jadi, di rumah tinggal mama, aku, kakak laki-laki dan dua adik laki-laki. Saat ini yang berada di meja makan hanya aku dan kak Vin saja. Dua adikku yang SMP dan SD, Bagas dan Tirta, masuk lebih siang dari aku. Jadi, mereka pasti baru sarapan nanti.

Aku dan kak Vin sebenarnya seangkatan, tapi kami beda sekolah. Aku memilih SMA dekat rumah, dan kak Vin lebih memilih SMA unggulan yang letaknya cukup jauh. Kami memutuskan untuk pisah sekolah karena sejak SMP kami selalu disangka anak kembar. Kalau aku cerita kenapa itu jadi masalah, cerita ini nggak akan selesai-selesai. Aku akan cerita lain kali.

Padahal, aku dan kak Vin nggak kembar. Namun aku memang lahir satu tahun tiga bulan setelah kak Vin lahir. Mungkin itu yang membuat wajah kami mirip. Dulu waktu TK, sebenarnya aku berbeda angkatan dengan kak Vin. Dia di kelas nol besar dan aku nol kecil. Tetapi begitu kak Vin masuk SD, aku mengamuk dan ingin masuk SD juga.

Menurut ingatanku yang samar, aku kepengin masuk SD karena tak ingin satu kelas lagi dengan Dida, si biang rusuh di nol kecil. Ya, masih nol kecil saja aku sudah tahu bagaimana rasanya dibully.

Awalnya, aku tidak bisa masuk SD dengan umurku yang baru 4,5 tahun. Namun menurut kesaksian Mama, aku menangis meraung-raung di depan kepala sekolah supaya bisa masuk SD. Orang lain sih malah senang bisa lama di TK yang kebanyakan main. Aku malah minta masuk SD lebih cepat. Mikir apa sih aku waktu itu??

Akhirnya kepala sekolah membolehkan aku masuk kelas 1 SD yang sama dengan kakakku, dengan syarat aku lulus tes membaca yang diberikan olehnya. Untungnya, meski masih terbata-bata, aku memang sudah bisa baca. Sejak masuk SD, minat bacaku makin meledak karena berkat membaca aku boleh masuk SD.

Lagi asyik-asyik melamun, Mama menyadarkanku dari ingatan masa lalu. "Na, buruan makannya. Ada teman kamu di depan."

"Hah? Siapa?"

"Nggak tahu, belum pernah lihat."

"Yaudah, aku sekalian berangkat deh. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Aku langsung berlari kecil menuju pintu, memakai sepatu, dan keluar menghampiri orang yang katanya temanku yang ternyata.....

"Astagfirullah, ada anak jin!" seruku spontan. Untungnya suaraku tidak terlalu keras, lebih seperti bisikan.

Namun mungkin karena orang di depanku ini benar-benar jelmaan anak jin, dia dengar juga.

"Lo bilang apa barusan?" tanyanya keki.

"Ng....nggak bilang apa-apa kok. Situ penasaran aja deh. Lagian ngapain pake dateng ke rumah gue segala ih...."

Lalu, dengan tampang datar dia berkata, "Mana PR gue?"

Ya ampun, masih pagi udah ngerusak mood aja ini orang. Oh iya, aku lupa dia bukan orang.

Aku membuka resleting tasku dan mengacak-acak isi tas untuk mengambil bukunya. Setelah menemukannya, aku memberikan buku PR itu dengan cepat.

“Nih. Bener atau salah nggak ditanggung,” kataku.

Aries tersenyum. “Gue percaya sama lo kok. Lagian lo kan pinter, haha.”

Ini maksudnya nyindir atau gimana? Soalnya waktu tes dadakan matematika kemarin, aku cuma dapat nilai 5.

Dari 100.

“Yaudah. Gue mau berangkat. Minggir, ngalingin jalan.” Aku melakukan gerakan tangan agar Aries menggeser badannya dari hadapanku. Aku sih berharap dia menghilang. Tapi meski beberapa kali berdoa dalam hati, ternyata tidak dikabulkan.

Aries tidak mau minggir juga. Alih-alih bergerak dari hadapanku, ia malah berkata “Bareng ajalah ayok. Gue nggak bawa helm lagi sih. Tapi sekolah deket ini.”

Aku menaikkan alis kananku. Bareng? Bareng itu maksudnya dibonceng naik motor? Aku melongok ke samping dan memandang motor hitam Aries yang masih lengkap dengan tulisan dari stiker putih “PANGERAN CINTA”. Naik motor yang itu? Mending aku pinjam skuter tetanggaku saja sekalian.

“Ng...nggak deh. Gue jalan aja.”

Aries mengangkat bahu. “Oke, gue ngerti kok perasaan lo. Yaudah, gue duluan ya.”

Mengerti perasaanku? Dia ngerti kenapa aku nggak mau naik motornya yang sumpah norak banget itu? Kalau dia ngerti, kenapa juga dia masih pajang-pajang tulisan norak begitu?

“Eh, tunggu...tunggu... apaan tuh maksudnya lo ngerti perasaan gue?”

Ia menoleh padaku dari atas motornya dan berkata, “Habis kayaknya berat badan lo nambah. Lo pasti mau jalan sekalian olahraga, kan? Gue ngerti kok. Tenang aja...”

Lalu dia menstarter motornya dan pergi begitu saja meninggalkan aku yang belum sempat marah karena mulutku masih terbuka lebar saking tak percaya dia akan bilang begitu.

ANAK JIN KAMPREEEEEETTT!!!

CLBK (Cinta Lama Belum Kelar)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang