++16 Brotherzone

790 54 0
                                    


"Besok kita ketemu jam delapan di Ancol, ya." Sofi mengingatkan kami semua akan jadwal ke Pulau Rambut. Sambil melihat catatan yang selalu dibawanya, ia menceklis sesuatu.

"Jangan lupa pastiin kalian bawa alat dan barang yang udah dibagi-bagi kemarin," tambahnya lagi. Kami hanya mengangguk mengiyakan.

Untung aku hanya kebagian membawa kue-kue dan camilan lain. Bisa langsung kubeli di minimarket pulang nanti. Yang lain kebagian membawa minuman, makanan instan, selimut, kamera, dan lain-lain. Menurut Sofi, tempat kami menginap nanti ada dapurnya. Jadi, kami tidak perlu khawatir soal air panas.

"Oh iya, jangan lupa juga dicatat ulang apa aja yang mau diteliti. Biar nanti tinggal tanya sama guide di sana, atau mengamati langsung sesuai pertanyaan-pertanyaan yang udah di susun," jelas Sofi panjang lebar.

Tyo terlihat ingin menguap, tapi ia menahannya. Sementara pandangan Bram sudah tidak berada di sini. Entah dia menerawang ke belahan bumi sebelah mana. Hanya Aku dan Aries yang mengangguk-angguk mengiyakan semua petunjuk Sofi. Beruntung sekali kami bisa sekelompok dengan manusia super rajin seperti dirinya. Rasanya berasa punya sekretaris pribadi! Hahaha.

Ketika semua bubar dan akhirnya beranjak pulang, Aries menghampiriku.

"Kemarin gimana? Nggak apa-apa?"

Rasa tegang langsung menyerang sekujur tubuhku. Dia tidak boleh tahu soal kelanjutan kejadian kemarin. Aku tak ingin membuatnya bersalah. Oh, sebenarnya aku ingin sekali membuatnya merasa susah. Tapi sayangnya, bukan dengan cara membocorkan masalah pribadiku. Nanti sajalah aku bubuhkan cairan tipe-ex banyak-banyak di bangkunya atau apa gitu.

"Nggak apa-apa, kok."

Aries mengerutkan dahinya, tampak tidak percaya dengan jawabanku.

"Marah sebentar, sih. Abis itu udah...." Tambahku lagi untuk menghilangkan kecurigaannya.

"Sori..."

Kini wajahnya memperlihatkan ekspresi menyesal.

"Nggak usah dipikirin. Nggak ada yang bisa nebak kapan motor mendadak mogok, kan?"

Setelah mengatakan itu, aku berniat langsung pulang. Kusampirkan tas coklatku ke punggung dan membenarkan posisinya supaya nyaman. Setelah memastikan tak ada barang yang ketinggalan di atas dan kolong meja, aku mulai melangkah ke luar kelas.

"Lo mau gue anter pulang?" tawar Aries.

Aduh Gusti...

Aku menoleh ke belakang dengan cepat, "ng, nggak usah lah... Rumah lo kan lawan arah..."

"Nggak apa-apa, nggak jauh-jauh amat, kan?" katanya lagi untuk membujukku lebih jauh.

"Mmm..." Aku memutar otak, mencari jawaban yang tepat.

"Tenang aja, motor gue nggak bakal mogok mendadak lagi. Udah ganti aki," katanya penuh percaya diri.

"Aduh gimana, ya..." Aku pura-pura tak yakin untuk mengulur waktu dan kembali memikirkan jawaban yang pas.

Aries yang tampaknya tak sabar menunggu jawaban dari mulutku, akhirnya langsung memutuskan sepihak. "Udahlah, ayok!" serunya. Ia langsung menyambar tanganku dan berjalan cepat ke luar kelas.

Tanganku ditarik cukup kuat sehingga aku hampir kehilangan keseimbangan dari kedua kakiku. Aku membuka dan menutup mulutku berkali-kali tanpa suara, seolah ingin mengatakan sesuatu untuk menghentikannya tapi masih bingung harus bilang apa. Tapi kemudian, dari kejauhan aku melihat sosok Sasa. Ia baru saja keluar dari mushalla dan berjalan ke arah gerbang sekolah sambil menenteng tasnya.

CLBK (Cinta Lama Belum Kelar)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang