++19 Kenapa?

758 57 2
                                    

"Jadi, sekarang kita harus gimana?" Aries dan pertanyaan retorisnya. Tidak pernah bisa membuatku berhenti sebal padanya.

"Ya mana gue tau! Kalo gue tau mah gue udah keluar hutan dari tadi!" Aku menggeplak lengannya cukup keras.

"Duh! Jangan mulai main fisik, deh. Sesekali coba itu otak dipake buat mikir," sindirnya. "Malah marah-marah..." tambahnya lagi dengan suara pelan, hampir terdengar seperti gumaman.

Kami menghabiskan sepuluh hingga lima belas menit ke depan dengan perdebatan tidak berguna yang jelas tidak akan membawa kami ke mana-mana. Tadi pagi tadi aku sempat berpikir kalau berdebat dengannya jauh lebih mending daripada sama sekali tidak digubris olehnya. Tapi sepertinya tidak begitu. Soalnya sekarang aku menginginkan lakban daripada apapun untuk menutup mulutnya.

"Udah, lo tutup mulut dulu, deh..."

Aku baru akan mendebatnya lagi karena menyuruhku diam sementara dia sendiri tidak bisa diam. Tapi apa yang akan kuucapkan terhenti di kerongkongan karena sesaat setelahnya dia menyodorkan sebungkus snickers.

"Lo belum makan, kan? Makan dulu, nih."

Harga diriku memintaku untuk tidak menerima pemberiannya dengan mudah. Tapi perutku meraung-raung dan dengan cepat menstimulasi otakku untuk menggerakkan tangan kananku dan meraih snickers pemberian Aries. Karena harga diriku kalah, dia sekarang berusaha menjaga posisinya supaya tidak terjun bebas dengan cara menstimulasi otakku untuk melakukan satu hal. Cemberut.

"Makasih-nya mana?" tuntut Aries dengan nada yang super menyebalkan.

"Makasih!" kataku cepat. Masih dengan potongan coklat dan karamel dalam mulut, dan kedongkolan yang belum berubah.

Setelah itu, aku duduk di atas batang pohon besar yang sepertinya sudah tumbang cukup lama. Sementara Aries duduk di atas batu yang tak jauh dari pohon itu. Dia akhirnya bercerita mengapa bisa sampai masuk hutan dan tersasar sepertiku. Katanya, dia kebetulan melihatku keluar penginapan dan penasaran sehingga mengikutiku keluar. Saat tahu aku keluar hanya untuk menelepon, tadinya dia berniat kembali ke dalam penginapan. Namun langsung membatalkan niatnya ketika melihatku yang tiba-tiba berdiri dan berjalan masuk hutan.

"Gue kira lo kesurupan..."

Astaga...

Bisa nggak sih dia memikirkan sesuatu yang lebih waras?

"Lo itu ya emang.... Kalo gue kesurupan kenapa lo nggak panggil nama gue kenceng-kenceng terus bacain ayat kursi? Malah ikutan masuk hutan... Ikutan nyasar, pula..."

"Lo sadar nggak sih kalau gue ini bermaksud nolongin lo?" tukasnya sarkas.

Here we go again....

"Yah, sampe detik ini gue nggak merasa ketolong, sih—" Lalu Aries melirik bungkusan snickers yang masih ada di tanganku. "Oke, sori." Dengan cepat aku meminta maaf. Takut dituding tidak tahu terimakasih.

"Sekali lagi, sori. Dan makasih udah ngasih gue makanan." Aku mengangkat bungkusan snickers darinya.

"Gue juga minta maaf. Lagi banyak pikiran, jadi gampang emosi," akunya. "Lupain dulu soal itu, deh. Gue inget teriakan lo pas nyangka gue beruang tadi. Lo... kabur dari rumah?" tanyanya kini dengan nada serius.

Aku mendesah panjang dan mengangguk. Akhirnya ketahuan juga.

"Kenapa?"

"Panjang ceritanya..."

"Tenang, lo punya waktu banyak sampe matahari terbit."

"Hah? Kita di sini sampe pagi?" Ide yang mengerikan sekali. Bahkan untuk dipikirkan.

CLBK (Cinta Lama Belum Kelar)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang