Nina memandangi vas bunga yang menghias meja sebelah mereka. Lalu pandangannya pindah, memperhatikan pelayan yang mengantar kopi untuk pelanggan lain. Setelah itu, jendela-jendela kaca dengan hiasan-hiasan bergambar kopi dan teh tampak sangat menarik untuknya. Sekarang semua benda terlihat lebih menarik daripada bola mata Farie yang jelas-jelas menuntut jawaban.
"Jawab gue. Lo mau kabur lagi, kan?" tanyanya tajam.
"Ng...Nggak..." Nina masih menghindari tatapan Farie. "Gue... mau ke kantor lagi soalnya..." Nina berpikir sebentar. "HP... HP gue ketinggalan di atas. Iya... itu..."
Farie masih melihatnya dengan tatapan curiga.
'PING'
Tanda message masuk berbunyi dari kantong rok Nina, dan membongkar kebohongannya.
Mata Farie menyipit. "HP... ya?"
Sekarang Nina merasa mendadak sepatunya adalah objek yang paling menarik sedunia. Ia memajukan bibirnya sambil menunduk, tak tahu lagi harus berkata apa. Mungkin sebaiknya sejak detik ini ia jahit saja mulutnya.
Farie mendesah. "Lo pasti udah tau kan kenapa gue ke sini?" tanyanya dengan nada serius.
Nina menggoyang-goyangkan tubuh atasnya ke kanan dan ke kiri dengan perlahan, seperti anak kecil yang sedang merajuk. Bibirnya pun ia majukan ke depan karena tidak tahu lagi harus berkata apa.
"Lo... pasti udah baca novel gue," tebak Nina.
"Udah," jawab Farie langsung.
"Kalo gitu..." Nina terlihat bimbang untuk mengatakan kalimat selanjutnya. Namun akhirnya ia katakan juga. "Lo pasti mau minta royalti...."
"Nggak ada. Itu kan cerita fiksi," tambah Nina buru-buru.
Farie mangap dan berkedip berkali-kali, tidak percaya akan apa yang keluar dari mulut Nina. Jadi menurut perempuan di hadapannya itu, ia susah-susah mencari alamat kantor penerbitan Nina dan langsung datang menemuinya demi royalti?
Harga dirinya benar-benar tergores oleh satu kalimat itu. Memangnya Nina pikir Farie begitu putus asa sampai harus mencari uang dengan cara seperti itu? Darahnya mulai mendidih sekarang.
"Lo pikir gue ke sini mau minta royalti!?" serunya tak percaya.
Nina mengerutkan pangkal hidungnya dan memajukan bibirnya. Ia mengangguk.
"Dan itu fiksi dari sebelah mananya? Semua tulisan lo itu apa-apa yang kita alami waktu SMA! Yah, soal lo sama kakak kelas satu itu gue nggak tahu sih bener apa nggak, tapi—"
"Tapi namanya kan beda. Itu fiksi..." potong Nina. Kekeuh.
Farie tertawa mengejek. "Lo cuma ngilangin huruf depan nama kita! Kreatif dikit, kek! Bahkan nama yang lain semuanya sama," kata Farie sebal. "Termasuk si Cherry sialan itu..." tambahnya lagi dengan suara pelan.
"Kak Cherry..." Nina berusaha memperbaiki.
Wajah Farie terrlihat makin sebal karena Nina berusaha membela kakak kelas mereka dulu. "Peduli amat! Kita bukan anak SMA lagi!"
"Jadi, lo mau apa?"
Farie berusaha keras menahan amarahnya yang sudah di ujung lidah dengan menghembuskan napas keras berkali-kali. Sejak dulu, berhadapan dengan Nina memang butuh kesabaran ekstra.
Farie mendengus. "Gue? Hmm... gue mau cappucinno latte..."
"Maksud gue bukan itu." Nina memotongnya.
Farie meliriknya dengan tatapan menusuk, dahinya mengerut. "Gue mau cappuccino latte," ulangnya lagi dengan tegas.
Nina menjawab dengan ragu, "tapi..."
KAMU SEDANG MEMBACA
CLBK (Cinta Lama Belum Kelar)
Teen Fiction"Kalo cowok suka ngisengin lo, itu berarti dia suka sama lo, Na!" Aahh... Teori!! Sasa pasti kebanyakan baca komik! Keisengan yang dilakukan Aries bukan keisengan biasa. Kayaknya anak itu memang ada dendam pribadi padaku! Memangnya kalau suka, bak...