++12 Pertengkaran

814 51 4
                                    


Me: Sori, gue gak ikutan ke rumah lo, ya. Nyokap gak ngijinin.

Beberapa detik setelah aku mengirim whatsapp pada Aries, balasan darinya langsung masuk

Aries: Yah! Kok gitu!?

Me: Udah dibilang nyokap gak ngijinin.

Aries: Gak sampe malem, kok.

Me: Mau sampe jam berapa juga, intinya gue gak boleh keluar.

Setelah itu, ada tanda pesanku telah dibaca. Namun tak ada tanda-tanda balasan lanjutan dari Aries. Aku pun menghembuskan napasku lega dan merebahkan tubuhku di kasur yang empuk.

Tak lama setelahnya, aku mendengar langkah seseorang yang menaiki tangga. Sontak, aku langsung bangun dari kasur dan menuju meja belajar. Aku membuka-buka buku pelajaran, menulis sesuatu di buku catatanku, pokoknya aku melakukan apa pun agar tidak terlihat sedang santai-santai.

Suara langkah kaki tadi berhenti di depan kamarku dan aku bisa mendengar pintu kamar terbuka perlahan. Aku sengaja tidak menoleh ke arah pintu dan pura-pura sibuk dengan bukuku. Suara langkah kaki kembali terdengar. Namun kali ini adalah suara langkah yang perlahan menjauh dari kamarku.

"Hhhh..." aku mengembuskan napas lega.

Rasanya lelah juga harus berpura-pura seperti ini sepanjang waktu. Tapi apa boleh buat, ini satu-satunya cara agar tidak ada pertengkaran yang timbul di rumahku.

___

'Braak!' suara barang dilempar.

"Internetan terus! Kamu pikir cari duit buat bayar internet gampang!?"

Dimulai dari suara keras itu, pertengkaran di rumah kami pun mulai lagi. Aku meninggalkan mejaku dan segera turun untuk mencari tahu. Ketika sampai di bawah, aku melihat adik bungsuku yang sedang berteriak membalas omelan Papa.

"Aku lagi cari bahan buat pelajaran sekolah!"

Papaku yang pada dasarnya memiliki sifat tidak mau kalah dan tidak mau disalahkan, kembali berteriak. "Nyari apa itu ada gambar-gambar game gitu!? Make udah dari jam berapa enggak berhenti-berhenti!"

"Kalo enggak ngerti jangan langsung marah-marah! Aku lagi belajar flash! Perlu bahan dari game-game itu!"

Dan ya, adikku memang keturunan murni dari papaku. Mereka sama keras kepalanya.

Sejujurnya aku sama sekali tidak melihat kelakukan adikku yang salah. Memang waktu papa masih di luar kota, dia sering main game online tanpa kenal waktu dan beberapa kali kena omel Mama. Tapi kali ini sepertinya dia memang sedang mengerjakan tugas sekolahnya. Pertengkaran memang timbul murni karena papa yang akhir-akhir ini sangat sensitif. Lebih tepatnya setelah ia kembali dari Kalimantan. Menurut pengakuan mama, papa ada masalah dengan bosnya hingga gajinya dipotong. Bagi papa yang memang memiliki ego sangat tinggi, hal itu menggores harga dirinya.

Kemarin aku yang bertengkar dengannya hanya karena masalah sepele. Aku melupakan tugasku mencuci piring. Lalu papa mengomeliku habis-habisan hanya karena aku bilang 'sebentar' ketika disuruh mencuci piring. Katanya, nada bicaraku seperti membentak seolah menantang orangtua sendiri. Padahal aku sama sekali tidak bermaksud seperti itu. Menurutku, nada bicaraku biasa saja. Dan aku benar-benar berniat mengerjakan tugas itu setelah mengelap noda-noda yang ada di meja makan.

Tapi yang paling menderita adalah Mama. Mama adalah tipe orang yang tidak bisa membantah perkataan Papa. Jadi, beliau hanya bisa meredakan pertengkaran-pertengkaran yang terjadi dengan menarik anak-anaknya mundur dan meminta kami mengalah. Rasa kasihan pada mama lah yang membuat kami berusaha menahan diri dan mengalah. Kalau seperti ini, aku sebenarnya tidak mengerti siapa yang sebenarnya bersikap kekanakan. Kenapa justru anak-anak yang harus selalu mengalah? Kapan papa belajar untuk mengalah pada kami?

CLBK (Cinta Lama Belum Kelar)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang