Sebenarnya, untuk menyebrang pulau tidak membutuhkan waktu yang lama. Tapi tadi adalah perjalananku dengan perahu yang benar-benar terasa lambat. Kami berdua tidak saling bicara. Suara-suara yang terdengar sepanjang perjalanan hanyalah suara para awak perahu yang saling bersahutan, suara ombak yang diterjang angin, serta suara burung-burung yang berterbangan di langit. Sepanjang jalan Aries bertopang dagu dan tampak disibukkan dengan pikirannya sendiri. Sejujurnya aku ingin membuka obrolan. Namun saat itu aku bingung harus berkata apa. Tak lama, aku pun menyerah dan disibukkan dengan pikiranku sendiri.
Perahu mulai menepi. Di tepian pantai, aku bisa melihat sosok seseorang yang sangat familier. Tubuhnya sedikit lebih besar dan tinggi diriku, karena dia jelas laki-laki. Meski begitu, wajahnya sangat mirip denganku. Itu Kak Vin. Aku sudah tahu dia akan menjemput, sih. Kami sempat berhubungan melalui SMS, karena sepertinya jaringan teleponku belum terlalu bagus. Sebelumnya aku sempat menelepon Kak Vin juga, tapi baru dua-tiga menit, sambungan telepon terputus. Kak Vin juga bilang tidak mungkin cerita banyak lewat telepon, sih. Jadi dia bilang akan menjemputku.
Aku melambai-lambaikan tangan ke arahnya begitu perahu merapat. Kak Vin pun menghampiri perahu yang kunaiki. Aries langsung menyadari kalau aku dijemput seseorang.
"Siapa?" tanya Aries yang mengedikkan dagunya ke arah Kak Vin.
"Kakak gue," jawabku langsung.
Aries membulatkan bibirnya dan mengangguk pelan. Wajahnya entah kenapa terlihat... lega? Entahlah. Aku tidak bisa menebak ekspresinya.
Setelah perahu merapat dan tali perahu telah diikat ke pohon kelapa terdekat, aku berusaha turun tanpa membuat celanaku basah. Sayangnya itu tidak mungkin. Jadi aku tetap mengorbankan celanaku basah hingga lutut meski sudah dibantu turun perahu oleh Aries yang turun lebih dulu.
"Lama amat!" tutur Kak Vin begitu berhadapan langsung denganku.
"Ini udah perahu paling pagi, tau!" balasku nyolot.
Aries memperhatikan kami yang beradu mulut. Entah dia bingung karena datang-datang Kak Vin langsung ngajak ribut, atau murni bingung karena wajah kami begitu mirip. Kebanyakan orang lain memang berkomentar begitu, sih.
Kak Vin akhirnya menyadari keberadaan Aries yang belum juga lepas dari kebingungannya. "Siapa?" tanyanya padaku.
"Aries. Temen sekelas," jelasku.
"Ooh. Makasih ya udah jagain adek gue..." Kak Vin menyalaminya. "Kevin," lanjut Kak Vin. Aries membalas salam kakakku dan mengucapkan namanya.
"Oh iya. Sori nih. Tapi kayaknya gue harus buru-buru bawa adek gue balik. Lo bisa balik sendiri, kan?" tanya Kak Vin tanpa tedeng aling-aling.
Aries menoleh padaku sebentar, lalu mengangguk. "Nggak masalah, kok. Urusannya pasti penting banget sampe Ina harus pulang naik perahu pagi-pagi gini." Lalu Aries menepuk pundakku beberapa kali. "Cepet pulang sana."
"Ih... Ngusir. Nggak lo suruh juga gue bakal pulang," ucapku dengan nada ketus. Tapi tetap saja setelah itu aku tersenyum, menandakan yang barusan itu hanya bercanda. Aries balik tersenyum padaku. Sepertinya perjalanan dua hari satu malam perlahan mengubah hubungan kami.
Setelah mengucapkan salam perpisahan singkat, aku membalikkan badan dan mengikuti Kak Vin yang sudah berjalan beberapa langkah di depanku.
"Na!"
Teriakan Aries membuatku menoleh kembali.
"Jangan lupa janji lo!" serunya.
Janji? Ah! iya. Aku sudah terlanjur berjanji padanya untuk bercerita saat aku siap. Oleh karena itu, aku pun mengangkat tangan kananku yang sedang menggenggam HP dan menggoyangkannya. "Nanti, ya!" seruku.
KAMU SEDANG MEMBACA
CLBK (Cinta Lama Belum Kelar)
Teen Fiction"Kalo cowok suka ngisengin lo, itu berarti dia suka sama lo, Na!" Aahh... Teori!! Sasa pasti kebanyakan baca komik! Keisengan yang dilakukan Aries bukan keisengan biasa. Kayaknya anak itu memang ada dendam pribadi padaku! Memangnya kalau suka, bak...