bab 27

5.2K 259 1
                                        

Karena aku mengalami mual muntah yang parah dokter menyarankanku dirawat di rumah sakit selama seminggu, aku meminta mama untuk tidak memberitahukan mas vano lebih dulu, aku akan memberitaunya saat ia pulang.

Sepulang dari rumah sakit mama sangat memperhatikanku, mulai dari makanan hingga minum vitamin mama selalu mengingatkanku. Mama sangat menyayangiku ia bilang ia menganggapku seperti putri yang tidak pernah ia miliki, karena kedua anakknya laki-laki.

Sudah tiga bulan mas vano belum pulang, tiap ia menelfon mama, mama selalu memintanya pulang, tapi ia bilang sedang ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan, mama sering memberikan telfonnya padaku, tapi mas vano hanya basa basi menayakan kabar setelahnya diam dan menitipkan mama padaku.

Ini memasuki bulan ke 4 kehamilanku perutku mulai sedikit membesar meski tidak terlalu kelihatan, mual muntah sudah tidak aku rasakan, aku sudah bisa beaktifitas, tapi mama tetap melarangku melakukan apapun. Takut aku kecapean.

Nina pernah menanyakan alamatku, katanya jika ia ada waktu ia mau mengunjungiku, kangen katanya. entah bagaimana sekarang keadaannya, yang pasti lebih baik dariku. Setelah menikah aku memutuskan menghilang dari dunia yang mengingatkanku padanya, aku mengganti nomor poselku dan hanya memberitahu nina, deactive account sosial mediaku, dan semua hal yang akan mengingatkanku padanya. meski sudah kulakukan aku tetap mengingatnya, bagaimana caranya memanggil namaku, bagaimana wajahnya, caranya tersenyum, caranya memandangku, semuanya aku ingat dengan jelas.

Aku bukan tidak bersyukur dengan kehidupanku, aku tidak marah dengan keadaan, aku hanya merasa seperti dipermainkan. Setelah aku menikah rino menghubungiku untuk menanyakan kebenarannya ia juga mengungkapkan perasaannya padaku, ia bilang agar ia lebih tenang karena selama ini memendamnya, aku tidak menjawabnya dan memutuskan sambungannya, aku benci padanya, kenapa ia harus mengatakannya, untuk ketenangannya?lalu apa ia berpikir tentang ketenangannku, aku berpikir jika rino mengatakannya dulu mungkin aku akan bahagia karena om mungkin akan setuju jika dengannya, aku akan menikah dan berbahagia dengannya, aku tidak akan membuka hatiku untuk danniel, aku berpikir bagaimana jika orang tuaku masih hidup, atau salah satu, ibu saja, atau ayah saja .bagaimana jika mereka tidak bercerai, apa hidupku juga akan seperti ini.

"Mba naya, lagi tidur ya," ucap asih sambil mengetok kamarku.

"Gak sih, ada apa," tanyaku.

"Ada yang cari mba, katanya temen mba naya, mau di terima di bawah apa suruh ke kamar aja?" Tanya asih.

"Siapa sih namanya," tanyaku lagi, seingatku aku tidak punya teman yang sangat dekat yang mau mengunjungiku, kenapa juga asih mau nyuruh ke kamar.

"Gak tau mba, lagi ngobrol sama ibu di bawah," ucap asih.

"Saya turun aja sih," jawabku.

Aku turun, melihat nina dan rena sedang bicara dengan mama.

"Nina, rena," jeritku dan berlari memeluk mereka,

"Pelan pelan nak, ingat kondisimu," ucap mama.

"Ya ampun naya, gue kangen banget sama lo," ucap nina, akupun bergantian memeluk rena.

"Lo kurus banget nay, tapi perut lo gede, kaya busung lapar lo," celetuk rena tanpa sadar.

Kami pun tertawa mendengarnya, mama hanya geleng geleng,
"kalian ngobrol deh mama mau istirahat ya." ucap mama

"Nak nina, rena, anggap rumah sendiri ya, tante istirahat dulu," ucap mama,

"Mama ga pernH liat kamu tertawa kaya gini nay," ucap mama sambil berlalu masuk kamar.

Kami pun asik dalam obrolan, rena akan menikah bulan depan dengan fajar, rena sekalian kesini mengundangku. Sedangkan nina masih asik dengan kebebasannya.

"Nay mau dong liat foto suami lo," ucap rena

" iya nay, ga ketemu orangnya liat fotonya juga jadi" Tambah rena

" gue mah udah kenal lagi," jawab nina

" itu foto keluarga segede gitu gak liat" ucapku

" yang mana satu" tanya rena

" yang menurut lo cakep ren" jawab nina asal

" yang lebih tinggi kalo kata gue" ucap rena

" masih bagus mata lo ren" ucap nina asal sambil cekikikan, akupun tertawa, aku mengira aku tidak bisa tertawa lagi setelah semua ini.

" udah berapa bulan nay" tanya nina sambil mengusap perutku.

"Jalan 4 bulan nin" ucapku

"Lo kok hamil jadi kurusan nay, bukannya ibu hamil tu nambah gemuk" tanya rena.

" kemaren-kemaren ga bisa makan sama sekali ren, muntah parah, jadi turun berat badanku" ucapku.

" lo bahagia nay?" ucap nina tercekat

Aku terdiam, bingung menjawab apa. Nina dan rena saling berpandangan.

" maaf gue salah ngomong nay" ucap nina

" gue bisa apa nin" ucapku sambil menangis aku tidak dapat menahan air mataku aku menangis.
aku mengajak nina dan rena ke kamar, aku takut tangisanku terdengar mama.

" udah nay, jangan nangis, kasiah baby lo" ucap rena

" lo cerita ke gue nay, jangan simpan sendiri" ucap nina kenapa lo tiba tiba ngilang nay" tanya nina lagi

" daniel ninggalin aku nin, aku di paksa menikah, aku terpaksa memenuhi napsu suamiku, aku terpaksa hamil, akupun di tinggalkan lagi dengan suamiku" ucapku sambil menangis histeris, akhirnya aku bisa mengucapkannya. Nina dan rena shock dan ikut menangis bersamaku.

" ga mungkin daniel ninggalin lo nay, dia kacau setelah lo ga balik" ucap rena

" iya nay, dihari lo nikah si daniel kecelakaan mobil di kantor, dia nabrakin mobilnya ke gerbang kantor, keluar mobil sambil luka luka ,nanyain lo ke semua orang, sampe akhirnya dia gak sadarkan diri" tambah nina

Aku shock mendengarnya, aku tidak percaya kejadian iti.

" serius nay, gua ada di sana waktu kejadian itu, dia mau nyamperin gue, dia pingsan di depan gue, dia keliatan hancur banget nay" ucap nina.

Aku semakin menangis, " terus kenapa dia gak bilang apa apa ke aku nin" tanyaku, aku menceritakan semua pada naina dan rena bagaimana daniel datang hingga ia pulang dan tidak pernah menhubungiku lagi.

" gue ga ngerti apa yang ada di otak si daniel" ucap rena tapi ga mungkin juga si daniel se drama itu kalo dia gak bener bener cinta nay, tany rena

"Mungkin ini yang terbaik nay," ucap nina

" tapi aku ga merasa baik nin," ucapku, aku menceritakan bagaimana kehidupan pernikahanku, aku seperti tidak memiliki suami, kehamilanku terjadi karena ketidaksengajaan suamiku, ia tidak tau kehamilanku, ia juga tidak perduli.

" gue rasa lo sebaiknya ngomong nay" ucap nina

" atau lo datang aja ke aja ke australia nay, walaupun ga menetap di sana, sekedar liburan atau apa, ngabarin kehamilan lo, suami lo berhak tau nay" ucap rena.

Aku berpikir tentang ucapan rena dan nina, sebaiknya aku bertanya juga dengan mama.
rena dan nina memutuskan menginap dan pulang keesokan harinya, sebelum mereka pulang kami sempat jalan jalan, nina akan langsung kembali ke batam sedangkan rena masih di jakarta mengurus beberapa hal tentang pernikahannya. Mudah mudajan nanti aku bisa datang.

Aku menceritakan tentang saran dari rena dan nina kepada mama, mamapun setuju, kalau perlu mama akan ikut denganku ke australia untuk menemui revan, sudah hampir 5 bulan revan tidak pulang.
Aku berkonsultasi dengan dokter anton tentang melakukan perjalanan jauh dengan pesawat, dokter bilang tidak apa, trisemester kedua kandungan sudah lebih kuat, apalagi ini perjalanan melihat ayah baby, dokter anton meledekku.

Until I Find YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang