Hey, akhirnya saya bisa update cepet hihi... Efek liburan ga kemana - mana, eh curhat wkwk
Semoga kalian suka part ini
Ditunggu responnya :D
Enjoy it
***The Bet***
Suasana diruangan audisi tiba – tiba hening ketika Marvin menceritakan bagaimana bisa seorang bangkir tersesat dalam sebuah audisi pemain film.
Mencari adiknya yang hilang.
Kalimat yang pendek yang membuat Damien kehilangan kata – kata untuk menyerang Marvin. Padahal Damien sudah bertekad untuk menyalak dia diruang audisi, bahkan Damien sudah siap dengan segudang rencana jahat untuk mengagalkan audisi Marvin dalam hitungan detik.
Semua rencana, semua kata – kata makian, semua jebakannya. Tiba – tiba lenyap. Menguap seperti air di padang pasir ketika matanya terpaku pada mata biru jernih Marvin yang memilukan.
"Aku turut prihatin mendengar ceritamu. Tapi ini tetaplah audisi, aku," Marry menunjuk dirinya. "Aku tidak bisa meloloskanmu karena ceritamu yang menyentuh. Jujur saja, sekarang ini aku sedang duduk dengan menahan air mata." Marry tidak berbohong. Ada air mata menggenang disana.
"Aku salut padamu." Calvin berdiri. Melangkah kedepan dan memeluk Marvin, erat. Calvin merasakan bahu Marvin bergetar. Calvin tahu, Marvin sedang menangis.
Didekat pintu, Niken menurunkan kacamata kudanya. Menghapus air matanya yang jatuh. Sementara Damien. Dia hanya diam. Tak berkomentar.
Bagaimana jika pria ini hanya berbohong. Dia ingin mendapatkan perhatian juri dengan drama kehilangan adiknya. Lagipula, pria ini bertaruh dengan Damien.
Ya, pasti seperti itu. Rencana agar Damien kalah taruhan. "Aku tidak percaya dengan drama kehilangan adikknya." Damien berdiri. Melipat tangannya. Mata birunya menatap tajam pada Calvin dan Marvin yang kini melepas pelukannya.
"Apa kalian tahu, aku dan dia," Damien menujuk Marvin. Tersenyum miring."Bertaruh, siapakah yang akan kalah. Aku yang kalah karena dia lulus audisi. Atau, dia yang kalah karena gagal dari audisi. Dia tidak semenyedihkan seperti cerita yang dikarangnya."
Marry tersentak. Calvin melangkah mundur. "Jika kau tidak percaya, kau bisa tanya Niken, jika aku dan pria didepan ini bertaruh, bukankah begitu, Niken?"
Semua mata tertuju pada Niken. Niken masih sibuk menyusut air matanya. Kemudian mendongakkan kepalanya. Niken bingung. Sebenarnya apa yang terjadi?
Kemudian Niken mengangguk cepat, ketika Damien memelototinya.
"Lihat, aku tidak berbohong kan?" Senyum mengejek mengembang di wajah Damien.
"Cih. Aku tidak percaya aku sudah ditipu." Marry menggeram ditempat duduknya. Dia tidak percaya jika dirinya terbuai oleh acting luar biasa Marvin.
"Kau hebat sekali Marvin, kau bisa menipu mereka bertiga. Tapi sayang, aku bisa tahu seberapa mengerikannya dirimu dan cerita sampahmu yang luar biasa menyentuh. Oh iya, apa itu salah satu karanganmu? Kau penulis, bukan?" Damien bertepuk tangan. Senyum menyeringai menghiasi wajahnya. Damien tampak menyebalkan 100 kali lipat.
"Tutup mulutmu!" Marvin berteriak. Tangannya mengepal. Rahangnya mengeras. Giginya gemertakan. Damien berhasil menyulut emosi Marvin.
"Aku tidak berbohong soal ini. Aku tidak pandai berakting. Tujuanku kesini dengan untuk mencari adikku. Tidak ada yang lain."
"Oh ya?" Damien menaikan satu alisnya. "Jika kau kehilangan seseorang, seharusnya kau tidak pergi ketempat audisi. Seharusnya kau pergi kantor polisi. Memberikan detail bagaimana kau dan adikmu berpisah. Bukankah begitu?" Damien menatap seluruh penghuni ruangan, bergantian.

KAMU SEDANG MEMBACA
MISSING
RomantikMarvin tidak menyerah untuk mencari adiknya yang hilang pada saat musibah gempa besar yang terjadi di Rio de Janairo, Brazil 15 tahun lalu. Sampai pada akhirnya dia nyaris menyerah sebelum akhirnya menemukan iklan audisi pemain film di internet. Seb...