Too Late

5.4K 521 87
                                    

Hey, akhirnya saya bisa posting kembali setelah saya sibuk dengan program trainee, wow luar biasa bukan. Tepuk tangan sendirian.

Thanks for mamak bon cabe, yang masih mau mengkoreksi missing. Muach. Thanks juga buat para reader yang sudah menginbox saya untuk cepat-cepat mempoosting lanjutan missing.

Saya harap kalian tidak marah-marah karena jeda waktu yang lama dari part 24 ke part 25, semoga kalian tidak lupa alur ceritana, hehe, peace

jangan l

Give me a vote and comment,

***Too Late***

Pukul 2.20 A.M. Hujan masih mengguyur kota New York, membuat suasana sendu semakin membungkus kediaman Damien. Niken memutuskan untuk menginap, khawatir sekali soal Damien yang masih saja duduk diam di sofa, memeluk lututnya.

Tidak mau mendengarkan Niken dan Carol. Damien diam membisu. Enggan bersuara, sibuk menenggelamkan wajah di lututnya. Tak mau beranjak, atau makan. Padahal sejak keberangkatannya dari London, Damien tidak makan. Luar biasa bukan, Damien tak merasa lapar selama berjam-jam.

Niken melirik Carol yang beranjak pergi, lantas menghela nafas, tak tahu harus berbuat apa. Damien masih membisu, sampai akhirnya Niken menyerah, melenggang pergi, menuju kamar tamu di lantai atas.

Pikiran Damien masih di penuhi kejadian tadi sore ketika Calvin marah-marah, hendak melayangkan tinju untuknya. Membuat hati Damien berdenyut menyakitkan setiap kenangan sialan itu kembali hadir.

Damien tak habis pikir, bagaimana bisa Calvin membencinya begitu dalam, menatapnya dengan sorot mata biru gelapnya yang tajam, dingin, dan menusuk. Tak menghangatkan seperti biasanya.

Ah, Damien rindu sekali dengan tatapan lembutnya yang menghangatkan.

"Apa ini karena Marvin?" Damien bergumam, pikirannya segera meluncur, mulai mengingat kembali soal Marvin. Kesan pertemuan pertama, pertengkaran, penjebakan Marry, kalah taruhan untuk pertama kali, ciuman panas miliknya, terjebak diantara fansnya, masalah soal adik-adik Marvin, Diaz palsu, penculikan Ricky.

Damien baru sadar sekarang, ternyata Marvin sudah mengisi hari-harinya selama beberapa bulan belakangan. Memberikan Damien kenangan manis dan pahit dalam sekali waktu.Namun saying setitik nila telah jatuh pada bejana kenangan indah mereka yang kini ternoda.

Pukul 3.30 A.M . Satu jam telah berlalu, langit hitam di luar tidak kunjung berhneti menjatuhkan jutaan air, malah semakin deras saja, kilat menyambar saling bersahutan. Membuat jendela rumah Damien terang selama sepersekian detik, yang disusul suara gemuruh yang memekakan telinga.

Damien masih terdiam, mengenang masa lalunya bersama Calvin. Bertanya dalam hati, kenapa dirinya harus bertengar dengan Calvin. Tak paham sama sekali. Padahal dulu sekali –sebelum ada Marvin, Calvin tak pernah marah padanya, selalu ada di sampingnya, hadir di setiap harinya, bertanya soal sudah makan atau belum, kabar tentang harinya, menyenangkan atau tidak.

Ah, rindu sekali Damien pada saat masa-masa itu.

Damien mendongakan kepalanya, melirik jendela ruang tengah yang kembali menyala, terkena cahaya kilat di luar sana. Sepersekian detik selanjutnya gemuruh kembali terdengar. Diikuti suara air yang jatuh. Berisik sekali.

Hujan ini entah mengapa membangungkan kenangan lama Damien pada masa kecilnya. Setahun setelah dirinya diadopsi Mr.Carter. Kenangan lama di New York siang itu, kala matahari tepat berada diatas kepala. Damien sedang menunggu Calvin keluar dari ruang konseling akibat terlibat perkelahian dengan anak nakal di kelas sebelah demi membela Damien.

MISSINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang