The Premiere

5.3K 447 110
                                    

Hey, sorry aku telat update, pekerjaan menyita waktuku untuk menulis. Semoga kalian tidak marah, membenciku dan lupa vote atau responnya

Enjoy it

***The Premiere***

Marvin bergerak, melangkahkan kakinya perlahan. Mengangguk kecil, tersenyum, menyapa para undangan yang telah duduk rapi di kursinya masing-masing. Hari ini adalah hari bersejarah untuk Marvin. Pemutaran perdana film yang dibintangi olehnya. Tak sabar sekali dirinya untuk melihat bagaimana lakon dirinya dalam sebuah layar lebar.

Mata Marvin menyisir ruangan, sampai akhirnya matanya terpaku pada Calvin yang melambaikan tangan di kursi paling depan. Kursi eksklusif. Marvin bergegas, melirik para tamu undangan yang memperhatikannya sekilas, kembali mengulas senyum.

Langkah kakinya terhenti sebelum menuju kursi yang di sediakan Calvin. Mr. Stevenson berdiri, mengulurkan tangan.

Marvin menjabat tangannya, berbasa-basi sedikit, membahas seputar penggarapan film. Marvin hanya mampu tersenyum, malu-malu melihat Mr.Stevenson yang bilang sedih sekali karena dirinya tidak dapat hadir. Lantas bertanya perihal ke absenannya.

Marvin menggaruk tengkuknya, salah tingkah. Tak mengerti kenapa Mr. Stevenson harus menanyakan hal kecil ini pada saat ini juga. Sampai akhirnya Marvin dapat menghela nafas lega, ketika Marry datang. Mengajak ngobrol si sutradara, menyelamatkan Marvin dari kecanggungan yang membungkus ke duanya.

Calvin menyambar Marvin, memeluknya. Erat. Rindu sekali Calvin pada Marvin, pria yang di taksirnya. Sudah seminggu lebih dirinya tidak bertemu, akibat jadwal CEO yang menyebalkan. Kesempatan baik ini digunakan Calvin, bilang pada Marvin soal kerinduannya, lantas menghirup aroma Marvin penuh-penuh, memadati paru-parunya.

Ah, Calvin sangat suka sekali bau tubuh Marvin yang selalu sukses membuat celananya mendadak sempit.

"What are you fucking doing? Berpelukan, di tempat ramai. Astaga." Suara seseorang terdengar familiar. Membuat Calvin menjerit tertahan, mengutuki siapa orang bodoh yang telah menghancurkan imajinasinya.

Refleks, Marvin melihat ke sumber suara, menatap Damien yang sudah berdiri di hadapannya. Melipat tangan dengan satu alis naik sebelah.

Seharusnya Marvin sebal dengan tingkah Damien yang menyebalkan seperti ini. Namun, rasa sebal itu menghilang, berubah wujud menjadi kekaguman yang luar biasa.

Damien tampak sempurna, mengenakan T-shirt berwarna merah yang di balut cardigan hitam yang pas di tubuhnya, memperlihatkan lekuk tubuhnya yang sempurna. Celana jeans yang berwarna senada dengan cardigan, rambut yang disisir rapi.

Wow. Damien tampak tampan dan sexy dalam satu waktu yang sama.

"Kenapa kau tidak memelukku juga Calvin?Hah." Damien cemburut, iri. Niken yang terpaksa mendampingi Damien hanya menghela nafas, enggan berkomentar. Takut gajinya akan di pangkas Damien.

"Jadi kau ingin aku peluk juga, hmm." Calvin menaikan satu alisnya, tersenyum lebar. Memperlihatkan giginya yang putih. Lantas menghindar ketika Damien merangsek maju, merentangkan tangan. Siap sekali untuk memeluk Calvin.

Damien cemberut, matanya berubah kecewa , "Bukankah kau tadi menawariku, tapi kenapa kau malah menghindari."

Calvin mengedipkan satu matanya untuk Marvin dan Niken yang diam di tempat, lantas kembali melirik Damien. Tertawa kecil. "Jangan cemberut seperti itu Damine, kau seperti anak TK saja."

Damien semakin cemberut, lantas bibirnya melengkung sempurna ketika Calvin memeluk tubuh Damien. Menepuk-nepuk punggung sahabatnya itu. Niken memutar bola mata, memilih untuk duduk di kursinya. Mengabaikan tingkah Damien dan Calvin yang tak pernah berubah. Kekanakan.

MISSINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang