The Room Mate

8.1K 698 53
                                    

Hua Hua, akhirnya saya bisa menyelesaikan part ini, maafkan karena terlalu lama, saya harus membagi waktu antara menulis dan test kerja. Nasib jobless T_T

Terima kasih untuk Mamak Bon Cabe yang lagi-lagi membantu saya dalam menyusun tulisan dengan KBBI-nya. Thanks mom

Saya ketawa-ketawa sendiri membaca komen-komen kalian, saya suka. Hehe

Buat pembaca transparan, please muncul. Tunjukan jika kalian ada.

Enjoy It.

***The Room Mate***

"Kakak, kenapa wajahmu pucat seperti habis melihat hantu?" Isaac yang duduk di sebelah Marvin terkekeh kecil dengan mainan kecil di tangan.

"Isaac, kakak bukan melihat hantu, dia sedang sibuk melihat benda besar yang bergerak hilir mudik sedari tadi." Rayne tertawa, menunjuk bokong salah satu pramugari yang sibuk mendorong troli makanan. Emily melotot, meminta penjelasan pada Jeremy yang sibuk dengan majalahnya.

Emily menyambar majalah, menggulung, mengancungkannya tepat di wajah suaminya. "Jangan mengajari anak-anakku dengan hal yang tidak baik Jere!"

Jeremy mendesah, kenapa selalu dirinya yang jadi kambing hitam jika anak-anaknya bertingkah tidak wajar. Ini jelas bukan salahnya, Jeremy tidak pernah mengajarkan anak-anaknya untuk mengamati bokong perempuan sexy atau payudara wanita yang sebesar melon. Jeremy tidak mengajarkannya. Jangan salahkan Jeremy jika salah satu sifatnya turun pada Rayne.

"Ya ampun, Emily. Turunkan majalah itu, kau membuat wanita di sampingmu ketakutan." Jeremy berkata pelan. Emily memiringkan kepalanya, tersenyum kikuk pada wanita negro yang melihatnya bingung.

"Maafkan aku." Emily tersenyum ramah, "Aku sedang menghakimi suamiku yang mengajarkan hal mesum pada anak-anaknya." Mata wanita negro itu membesar, menatap jijik pada Jeremy.

Jeremy hanya bisa geleng-geleng kepala, kemudian memilih melihat ke arah anak-anaknya yang sibuk merecoki Marvin yang sudah sepucat mayat. Marvin terkena sindrom jetlag.

"Kau jangan khawatir Marvin, perjalanan tidak akan lama. Kita hanya akan duduk selama 10 jam 11 menit. "

Marvin masih diam. Mengabaikan celotehan ayahnya karena perutnya mulai tidak nyaman. Jumpalitan.

Ini pertama kalinya dia naik pesawat. Melakukan perjalanan hampir setengah hari untuk berlibur ke Rio De Janeiro. Marvin menyesal dirinya mengajukan liburan musim dingin disana hanya untuk membuktikan ucapan Linda tentang betapa mengagumkannya Karnaval tahunan di Rio.

Jika tahu naik pesawat sangat menyiksanya, Marvin tidak akan pernah merengek, mengancam kedua orangtuanya dengan hadiah ulang tahun. Marvin mungkin akan menghabiskan malam musim dingin di kamar, menuangkan semua idenya di komputer.

"Kakak, Kau akan membunuh seluruh ayam di dunia."

***Missing***

Marvin memiringkan kepala, menatap Damien bingung. Damien kembali mengucapkan kata-kata sakral keluarganya. Marvin masih tidak mengerti, kenapa Damien–aktor terkenal bisa tahu tentang jargon keluarganya. Apakah jangan-jangan Damien.

Ah tidak mungkin. Mana mungkin Damien, pria gila di sampingnya adalah adiknya.

"Kau akan membunuh seluruh ayam di dunia, Marvin." Damien melipat korannya, satu alisnya naik sempurna. Damien kembali ke sifat awalnya. Menyebalkan. "Aku tidak percaya si iblis betina itu menyiapkan semuanya."

"Bagaimana kau bisa tahu tentang-"

"Tentang apa?" Damien melipat tangan, mengamati wajah Marvin yang semakin pucat. Marvin tampak seperti mayat. "Jangan bilang kau akan-"

MISSINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang