The Song

5K 504 73
                                    

Hey, Sorry saya telat update, bukan karena saya ga mau posting di hari rabu, tapi, karena saya ga ada kuota hahai, yang mau kasih pulsa bisa kok, saya akan terima dengan senang hati, haha, kidding, inbox aja :v

Maaf juga buat part sebelumnya saya ga balas komentar kalian semua, bukan saya sombong atau apa, da aq mah apa. Abisnya kalian minta Diaz idup semua sih Zzzz

Jangan lupa vote sama responnya ya thanks

Saya akan update langsung kelanjutannya kalo vote part ini sampe 140++, udah selesai kok. :D

Enjoy it

***The Song***

"Damien..." Isaac menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Menatap Damien yang sibuk, termenum, mata biru indahnya menengadah ke atas. Menatap sang rembulan yang berpendar indah, menggantung di langit malam. Ditemani ribuan bintang, yang berkelap kelip.

"Hmm..." Damien bergumam, masih sibuk mengamati ribuan bintang, menebak formasi bintang di atas kepalanya. Bintang utara.

Wajah Isaac memerah, malu sekali untuk menanyakan hal ini. Memilih diam, ikut-ikutan Damien menatap rembulan, benda yang paling Isaac kagumi di dunia ini.

Angin malam bertiup lembut, menyapu wajah ke duanya, membuat anak rambut Isaac dan Damien bergerak. Suasana malam benar-benar bisu, tak ada obrolan dari keduanya. Sibuk dengan pikiran masing-masing. Isaac yang malu-malu untuk bertanya, atau Damien yang masih merasa bersalah pada penyelamat hidupnya.

"Apa yang kalian lakukan di sana!" Calista berteriak, menggelembungkan mulutnya. Satu tangannya menunjuk Isaac dan Damien yang sibuk duduk-duduk di atap panti. Sementara tangannya yang lain memeluk erat boneka teddy. Pemberian ibunya.

Isaac dan Damien saling lirik, lantas keduanya mengangkat bahu. Kemudian tertawa terbahak ketika Calista menaiki tangga, kemudian terdiam, enggan mengangkat kaki. Takut ketinggian.

Isaac tersenyum, bangkit. Bergerak perlahan. Membantu Calista untuk naik, tak tahan sekali melihat wajah ketakutan Calista yang menatapnya. Damien masih terbahak, lucu sekali melihat Calista dan wajah ketakutannya. Kemudian menutup mulutnya, pada saat Calista berhasil menginjak atap, menatap Damien tajam dengan satu tangan mengepal yang teracung padanya.

"WOW, aku tidak percaya ada tempat indah seperti ini." Calista bersuara riang, menatap sekitar dari tempatnya berdiri. Menatap pemandangan kota Rio De Jeneiro yang indah, jalanan padat, lampu-lampu rumah yang indah.

Matanya berbinar, ketika wajahnya menengadah ke atas, menemukan rembulan yang bulat sempurna, berpendar indah, seakan menyapanya. Mulut Calista tak berhenti memuji betapa indahnya malam ini, menatap langit malam yang ramai, bertaburan bintang. Karya sang pencipta yang menakjubkan.

"Aku tidak percaya ada tempat indah seperti ini." Calista kembali bersuara, membuat jengah Damien yang mendengarnya. Calista sudah berkomentar yang sama, lebih dari lima kali jika Damien tidak salah hitung. Sementara Isaac, hanya mampu menggelengkan kepalanya perlahan, tak kuasa melihat Damien dan Calista kembali saling tatap. Berperang lewat mata.

"Aku menyerah." Damien menghela nafas, memilih menatap kembali rembulan. Malas sekali meladeni si galak Calista.

Calista tersenyum senang, memeluk boneka teddynya. Berjalan perlahan, kemudian duduk, di antara Isaac dan Damien. Damien hendak protes, kemudian mengurungkan niat ketika melihat mata melotot Calista.

Suasana malam kembali sunyi, ke tiganya sibuk memandangi langit, enggan bersuara. Lebih memilih menikmati pemandangan malam yang menakjubkan. Angin malam kembali bertiup, menyapu wajah ke tiganya, membuat anak rambut mereka bergerak.

MISSINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang