The Audition

9.8K 946 56
                                    

Akhirnya saya bisa update cepet, tepuk tangan buat saya hahaha

Semoga kalian suka cerita ini

Enjoy it

***The Audition***

Damien membuka pintu, membuat seisi ruangan melihat kearahnya. Penuh Tanya. Beberapa menit lalu Damien keluar ruangan setelah cekcok panjang dengan producer dan berakhir dengan pintu yang dibanting.

"Apa yang kau lakukan disini?" Perempuan berkacamata tipis menaikan satu alisnya. Tangannya terlipat sempurna."Tunggu, jangan bilang kau berubah pikiran." Sorot matanya penuh curiga. Mengamati bagaimana Damien berdiri. Dada membusung, dengan kedua tangan disaku celana.

Damien tidak berkomentar, dia memilih untuk bergerak melewati perempuan kacamata tipis –yang kini mengepalkan tangannya keudara. Duduk dengan kaki panjangnya yang bersilang.

"Hey," Perempuan berkacamata berteriak. Berbalik untuk melihat Damien yang sekarang sibuk dengan ponselnya. "Aku sedang bicara denganmu!"

Damien menghela nafas, meletakan ponselnya dimeja. Menatapnya lamat – lamat dengan menopang dagu.

"Niken, lakukan tugasmu." Kata Damien datar. Dia kembali sibuk dengan ponsel dan game didalamnya.

"Maafkan aku." Niken membuka suara setelah dirinya melancarkan tenggorokannya."Marry, Damien bilang dia ingin menjadi juri audisi. Dia sudah menghapus jadwal pemotretannya."

Marry putar badan, menatap Niken dan Damien. Kemudian tawanya meledak. Tawa mengejek.

"Aku tidak percaya kau ingin menjadi juri audisi setelah kau meneriakiku karena jadwalmu yang seperti presiden Obama. Sungguh luar biasa." Marry mengepalkan tangannya diudara.

"Berhentilah berceloteh Marry. Seharusnya kau senang karena aku baru saja mengosongkan jadwalku." Damien membuka suara tanpa melihat Marry. Masih sibuk dengan gamenya.

"Ya tuhan. Kenapa aku harus menjadi producer filmnya." Marry bergumam. Mengibaskan – ngibaskan tangan ke wajahnya yang tiba – tiba panas.

Damien tertawa. Masih sibuk dengan ponselnya."Kau tidak pernah berubah Marry. Kau selalu tidak bersyukur. Seharusnya kau bersyukur karena – Shit, Kenapa ada bom disana! Sial hanya satu bintang." Damien membanting ponselnya kemeja. Menatap geram pada Marry.

"Astaga, dari tadi kau sibuk bermain game."Marry mendesah. Matanya bergerak pada Niken yang masih diam dekat pintu. Membeku. "Aku tidak percaya padamu Niken. Kau masih betah bekerja dengan aktor gila seperti dia. Kau itu pintar dan cekatan. Aku yakin ada banyak pekerjaan yang bersedia menampungmu. Kau-"

"Jangan terhasut oleh mulut Marry, Niken." Damien memotong. Matanya menatap Marry tajam. Berbahaya. "Dia manager terbaik dan terlama yang aku punya. Jangan racuni pikirannya. Niken, hiraukan sinenek sihir ini. Kemari dan berikan jadwal audisinya padaku."

"Tunggu,"Marry menggebrak meja. "Aku tidak bilang kau boleh ikut jadi salah satu juri. Beberapa menit lalu, kau menolak tawaran kami. Dan sekarang, astaga, aku tidak percaya. Kau datang dan meminta jadwal audisi." Marry kumur – kumur. Matanya berkilat berbahaya pada Damien. Tapi bukan Damien namanya, jika dia gentar hanya karena Marry –perempuan licik Smith Entertainment.

"Biarkan dia ikut menjadi juri Marry." Marry, Damien, dan Niken menoleh bersamaan. Seorang pria tinggi muncul dibalik pintu. Berpakaian jas rapi yang pas ditubuhnya dengan kacamata hitam keren menempel dimatanya.

"Kau semakin bertambah cantik Niken." Pria itu mengangguk kecil, tersenyum ramah. Wajah Niken berubah merah seperti tomat.

"Calvin..." Damien tercekat."S-sejak kapan kau datang?"

MISSINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang