The Bomb Activated

5K 446 105
                                    

Tak banyak salam pembuka, hanya mau bilang, ya ampun votenya semakin berkurang, apakah cerita saya mengalami alur kemunduran, huhu. Padahal ceritanya udah mau hampir abis loh

Koreksi jika ada typo ya, makasih

Give me more vote and respond



***The Bomb Activated***

Pukul 3.21 A.M Restoran bergaya Perancis tampak lengang. Tidak ada sesuatu di dalam sana, kecuali seorang pria menyedihkan yang masih duduk di tempatnya.

Calvin masih duduk di kursinya, menatap jerih cincin perak yang masih berlumuran cream di mejanya. Mata biru gelapnya tak berpendar menakjubkan seperti biasanya. Kali ini matanya tampak redup.

Calvin baru saja ditinggalkan pria taksirannya dengan jawaban yang menggantung. Hal inilah yang membuat sesak di dada Calvin. Ditinggalkan tanpa adanya kepastian. Hal yang tidak disukai Calvin sejak lama.

"Kenapa kau tidak memberikan jawabanmu," Calvin bergumam, meraih botol wine, menuangkannya pada gelas bening di hadapannya. Meneguknya dalam sekali waktu.

"Kenapa kau tidak memberikan jawabanmu," Lirih Calvin, menatap jerih pantulan bayangannya di gelas bening di tangan. "Kenapa kau tidak memberikan jawabanmu? Apakah kau tidak menyukaiku?" Calvin tampak seperti orang gila, bertanya pada bayangannya sendiri.

"Tunggu, apa alasan sebenarnya Marvin tidak menyukaiku?" Calvin terdiam, mangamati rupa dirinya yang tampan luar biasa. "Aku jelas sekali tampan, kaya raya, pewaris Smith group. Tidak ada cela dariku, aku bisa mendapatkan apa yang aku mau. Model cantik, aktor tampan. Hey, semua orang mengingkanku. Memperebutkanku. Namun, kenapa-" Suara Calvin tercekat di tenggorokan, baru sadar dengan alasan yang tiba-tiba muncul di kepalanya.

"Marvin menyukai orang lain." Akhirnya kalimat itu lolos dari mulut Calvin.

"Namun, siapa yang ia sukai. Clara, ah, tidak mungkin. Marvin pernah bilang soal Clara yang sudah dianggap adik olehnya. Lalu, siapa yang disukai Marvin? Ah, tidak mungkin jika orang itu Damien." Calvin menertawai kalimatnya sendiri. Lucu sekali dirinya, memasangkan pria taksirannya dengan si bodoh Damien. Sampai akhirnya tawa Calvin memudar ketika potongan-potongan gambar soal Marvin muncul di kepalanya.

Marvin pada saat menatap Damien. Marvin pada saat menolak adegan ciuman berkali-kali." Calvin meneguk ludahnya susah payah, tidak mungkin jika analisanya soal Marvin itu benar. Tidak mungkin seperti itu. Bagaimana mungkin, Marvin menyukai Damien.

Potongan-potongan gambar itu kembali muncul, mencuat, memenuhi isi kepala Calvin. Bagaimana Marvin selalu tampak bahagia di dekat Damien, bagaimana Marvin memandang Damien, sampai pada puncaknya adalah adegan ciuman Marvin dan si bodoh Damien muncul. Membuat sesak dada Calvin.

Tangan Calvin bergerak perlahan, menyentuhkannya tepat di depan dada. Merasakan dadanya yang terasa perih. Seperti ada ribuan jarum yang menusuk-nusuk.

Ah, sekarang Calvin tahu bagaimana rasanya patah hati.

Bunyi ponsel Calvin tiba-tiba terdengar, memecah awan kelabu yang membungkus Calvin. Dengan perlahan Calvin merogoh sakunya, mengambil benda sialan itu. Melirik nama Clara muncul dari sana.

"Ya ampun Calvin, kemana kau membawa Marvin. Astaga, ini sudah larut malam sekali. Apa yang sebenarnya kalian lakukan, bercinta sampai empat ronde." Suara nyaring Clara terdengar, membuat sakit telinga Calvin.

"Beritahu Marvin untuk cepat-cepat pulang, adik kembarnya, Ricky berisik sekali meneleponku. Bilang soal kenapa dirinya tidak bisa menghubungi kakak tercintanya."

MISSINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang