The Old Name

5.4K 496 53
                                    

Hai, senang rasanya saya sudah menyelesaikan part ini. Butuh waktu yang lumayan berat untuk menentukan alur cerita

Ah, saya senang sekali dengan kalian yang selalu meninggalkan jejak, dari vote sampai komentar, itu bagian besar kenapa saya bertahan menulis di wattpad.

Saya harap kalian menyukai part ini, tapi sebelum baca, votenya jangan lupa thanks :D

Enjoy it

***The Old Name***

Ricky berteriak, namun sayang, kain hitam itu menyumbat mulutnya. Tak terima keadaan, Ricky menggerakan badannya, menggeliat. Memaju mundurkan badannya, berusaha melepaskan diri dari tali yang mengikat tubuhnya. Seberapapun kuatnya Ricky berusaha melepaskan diri, semuanya percuma. Ikatan si brengsek itu kuat sekali.

Betis kirinya masih berdenyut menyakitkan, timah panas sialan itu masih bersarang di sana, membuat Ricky kesulitan menggerakan kakinya.

Gelap. Mata abu-abu Ricky menyisir ruangan. Tak tahu dimana dirinya sekarang, semuanya gelap. Kecuali tumpukan kaleng cat di ujung ruangan, dekat jendela yang terkena sedikit sinar dari sang rembulan.

Ricky kembali menggeliat, menahan perih pada betis kirinya, mengutuki keadaan. Sampai akhirnya gerakannya terhenti ketika tiba-tiba terdengar suara tawa seseorang. Ricky berusaha mengedarkan pandangan, melihat ke sumber suara. Namun dirinya tak melihat siapapun. Ruangan ini terlalu gelap. Sinar bulan yang menembus di sudut ruangan, sama sekali tidak membantu penglihatannya.

TREK

Lampu bohlam di atas kepala Ricky tiba-tiba menyala, membuat cahaya kuning temaramnya memancar, memperlihatkan suasana ruangan yang penuh dengan kaleng-kaleng cat dan pria gempal yang entah sejak kapan sudah ada di depannya.

Ricky menatap pria di hadapannya. Mengamati bagaimana kumisnya yang lebat, hidungnya yang bengkok, dan bibirnya yang tebal. Dengan sepasang mata hitam bulat.

Ricky tidak tahu kenapa dirinya bisa di sekap seperti penjahat saja, dirinya jelas sekali tidak kenal dengan pria gempal ini, apa lagi mempunyai masalah dengannya.

Pria gempal itu menggerakan satu tangannya ke udara. Salah satu anak buahnya bergerak, menarik kursi di ujung ruangan, meletakannya di depan Ricky. Pria gempal itu menjatuhkan pantatnya, menyilangkan kaki. Lantas tersenyum miring. Memainkan pistol kecil di tangannya. Memutar-mutarnya.

"Si belut licin." Pria gempal itu tertawa, masih memainkan pistol di tangannya. "Kau pintar sekali mengelabui kami. Berakting menangis, mengeluarkan air mata buayamu. Pandai sekali, seperti aktor kelas kakap saja." Dahi Ricky mengerut, tak paham dengan apa yang di ucapkan pria gempal ini.

"Menunggui kereta datang, para penumpang berhamburan dan... BOOM!!!" Ricky tersentak, kaget dengan suara si pria gempal yang tiba-tiba meninggi. "Memang aku akui, akulah yang ceroboh, melupakan kenapa Mr. Comveti membanggakan anak buahnya yang satu ini. Diaz yang cerdik."

Ricky terdiam, mencerna kata-kata pria gempal ini –yang baru saja membahas soal Diaz. Ah, pasti pria ini salah sasaran, salah tangkap orang.

Ricky membuka mulut, berteriak, namun sayang, kain sialan itu masih menempel di mulutnya. Membuat suaranya teredam saja. Si pria gempal itu mengangkat satu tangannya, memberikan kode. Salah satu anak buahnya bergerak, menarik kain penyumpal.

"What are you fucking doing to me!!!" Sembur Ricky, matanya berkilat berbahaya. Menatap pria gempal dan ke empat anak buahnya penuh benci.

Pria gempal itu tersenyum miring, menatap Ricky senang. Akhirnya dirinya bisa menangkap si belut licin.

MISSINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang