The Fake

6.1K 517 79
                                    

Hei, ketemu lagi dengan author kece hhi

Makasih loh buat yang vote di part sebelumnya, votenya naik, hhe ya walaupun sih masih banyak yang masih pelit, sebenernya aku ga maksa loh buat vote, tapi please, kasih vote itung-itung buat bayaran saya buat baca tulisan gratis yang tidak seberapa ini

Terima kasih atas responnya, di part sebelumnya, hihi. Saya mesem-mesem sendiri, bacanya, ckck

Aku dedikasikan part ini buat someone yang saya yakin baca cerita saya diam-diam, termasuk para readers yang diam-diam baca juga, termasuk kalian yang udah baik mantengin dan terus nunggu, huhu

Aku harap kalian suka part ini , tapi jangan lupa vote dlu

Enjoy it

***The Fake***

Warna jingga keemasan telah menghilang, digantikan warna malam. Calvin duduk di kursi yang terletak di balkon kamar hotel. Memandang bulan yang bulat sempurna. Dengan bintang-bintang yang bertaburan, ikut meramaikan langit malam.

Calvin menghela nafas berat, kembali menatap amplop yang ada di tangannya. Ragu sekali untuk membukanya. Takut dugaannya benar.

Setengah menit Calvin menunggu, pikirannya berkecamuk. Sampai akhirnya Calvin kembali meletakan amplop itu di atas meja kecil. Memilih menyambar minuman kaleng di atas meja, meminumnya.

Wajah Calvin menengadah ke atas, kembali memperhatikan rembulan yang berpendar indah. Memberikan cahaya terang.

Sejak kecil Calvin selalu menyukai saat dirinya memandang bulan, suka sekali mengamati benda luar angkasa mahakarya dari sang pencipta tersebut. Calvin tidak tahu alasannya. Yang ia tahu, ia sangat menikmatinya ketika dirinya menatap rembulan.

Calvin kembali meneguk minumannya, masih menatap bulan yang tiba-tiba saja memperlihatkan wajah Marvin di dalam lingkaran indah tersebut.

Marvin tersenyum, bibirnya melengkung menyenangkan. Mata birunya berpendar indah, seperti air laut. Menganggumkan. Tanpa sadar Calvin tersenyum, melihati bayangan orang yang sudah berhasil memasuki relung hatinya, duduk di singgasananya yang selama ini kosong.

Calvin mengerjapkan matanya, kemudian menyesal. Bayangan wajah Marvin menghilang dari pandangannya. Membuat Calvin kesal, kembali menenggak minumannya sampai habis. Calvin menghela nafas, meletakan kaleng minuman di meja. Matanya melirik amplop coklat, menimbang-nimbang kembali. Membuka atau mengabaikannya. Sampai akhirnya tangannya bergerak perlahan, menarik amplop tersebut, membukanya. Mengeluarkan isinya.

Amplop tersebut kebanyakan berisi lembaran-lembaran data pribadi, sedangkan sisanya adalah foto-foto.

Calvin meletakan lembaran-lembaran kertasnya di meja, memilih meneliti foto anak kecil. Anak kecil itu sedang berpesta ulang tahun yang ke 13 terlihat dari lilin di atas kue. Tapi ada sesuatu yang mengganjal pikiran Calvin. Bukankah seharusnya seorang anak akan terlihat senang ketika pesta ulang tahunnya.

Calvin melihat foto selanjutnya, foto dengan orang yang sama. Foto keluarga. Ada anak kecil lain yang berdiri disampingnya, memperhatikan anak kecil yang masih tak berekspresi dengan senyum yang memperlihatkan giginya yang ompong. Dilihat dari mata coklatnya, anak ini pasti Gleen –saudara Ricky. Dan anak dengan ekspresi datar ini pasti Ricky.

Setelah puas dengan mengamati foto masa kecil Ricky, Calvin memilih mengambil lembaran data diri Calvin. Membacanya. Lembaran itu berisikan data diri Ricky, seperti nama lengkapnya, tempat tanggal lahir, riwayat pendidikan.

Ricky adalah orang yang berprestasi dan pintar, data dari Bryan memperlihatkannya. Ricky selalu mendapatkan rangking pertama di kelasnya dari sejak sekolah menengah pertama, sekolah atas. Bahkan yang menganggumkan lagi, Ricky mendapakan predikat cumlaude di kelulusannya di universitas terkemuka di Paris.

MISSINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang