Feels like a blizzard in April, cause my heart is just that cold. Skating on thin ice, but it's strong enough to hold us up
Listening Nothing Like Us - Justin Bieber.
Ghea POV
Gue memasuki rumah dengan langkah setengah mengendap endap. Karena baru jam 9 gue pulang. Ini semua gara gara taxi sialan.
Udah datengnya lama, ngelewatin jalur macet lagi. Gue penasaran jadi mas mas taxi tuh ada tesnya ga sih? Masa jalan aja ga hafal.
Payah.
"Aghe?"
Gue langsung menoleh ke asal suara dan menemukan Ical di depan tangga.
"Eh hai cal." Ucap gue dengan senyum gugup, kaku, tegang entahlah. Gue ga peduli. Apapun itu senyumnya."Kenapa Aghe baru pulang sekarang?" Tanya Ical sambil melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti untuk turun ke bawah.
Alasan yang mana yang harus gue jelaskan? Tukang taxi? Memikirkan Alfian? Bertemu Keenan? Atau semuanya.
"Taxinya lama cal." Ucap gue dan membanting diri gue di sofa ruang tivi.
"Aghe kan bisa nelfon Ical." Ucap Ical yang langsung membuat gue mendengus.
"Yaudahlah. Aghe cape. Night cal." Ucap gue dengan senyum tipis.
Kemudian gue berdiri dan berjalan lelah menuju tangga. Mengingat tangga gue jadi teringat rumah Alfian.
Rumahnya terlalu mewah untuk keluarga kecil 4 orang. Ya tapi mereka kaya. Dan kalian harus mengerti, terlalu mewah dalam kata kata gue berarti sangat amat mewah.
Ah buat apa Alfian dipikirkan? Seperti kata Keenan sekarang kepercayaan gue mulai runtuh. Dan gue harap gue salah dengan runtuhnya kepercayaan gue.
Gue membuka kamar dengan malas. Bukan malas mungkin. Gue lelah fisik dan lelah batin.
Kaki gue berjalan ke arah meja belajar dan membuka laptop gue dan menghidupkannya.
Pikiran gue terlalu kacau sekarang. Entah gue harus buka cd ini atau engga. Otak gue memutar memori memori kejam dari masa lalu.
Persetanan dengan semua ini.
Tangan gue tegerak untuk meraih cd dari map dan memasukannya menuju laptop.
Saat gue membuka folder videonya kayak ngeloading gitu. Dan lo tau? Hati gue perlahan teriris.
Di video ini Alfian memakai baju yang sama kayak hari ini. Dari baju, celana, sepatu, bahkan rambutnya itu Alfian hari ini.
Tiba tiba videonya berjalan dan entah anjuran siapa gue mempersiapkan hati gue untuk terluka lagi.
"NAN MENDINGAN LO MENJAUH DARI KEHIDUPAN GUE!" Teriakan Alfian begitu kencang sehingga gue langsung memelankan volumenya.
"Dude lo belom nyelesain tantangannya." Ucap Keenan menunjukan smirk angkuhnya.
Tiba tiba satu kepalan tangan melayang ke arah Keenan tepat di bagian kanan bawah bibir yang membuat bibirnya robek dan berdarah. Bekas luka ini sama persis seperti apa yang gue liat tadi.
"GUE AKAN NEMBAK GHEA BESOK. LEBIH BAIK LO PERGI SECEPATNYA!"
DEG
Nafas gue tercekat, jantung gue berdegup jarang namun lebih keras, darah gue berhenti mengalir, dan gue rasa organ gue berhenti bekerja.
Gue merasakan rasanya sakit hati setelah 3 tahun lamanya dengan orang yang sama dan alasan yang sama.
Kata kata gue memang dramatis. Terdengar seperti orang sekarat yang dalam hitungan detik akan mati.
KAMU SEDANG MEMBACA
THS [3] Infinetory
TienerfictieThis the and of THS (The High School) In - Fine (s)Tory Mimpi itu indah Mimpi itu menyenangkan Mimpi itu sempurna Aku bisa menjadi segalanya lewat mimpi Termasuk menjadi putri dalam kerajaan dengan kisah paling indah. Dengan pangeran yang bersamaku...