So don't stress, don't cry, we don't need no wings to fly. Just take my hand.
Alfian POV
Gue ga tau mau ngomong apa. Perasaan gue sama sekali ga dapat gue ungkapkan dengan kata kata.
Bahagia.
Oke kayaknya itu kata kata yang cukup buat perasaan gue sekarang. Pasti sekarang gue akan jadi makhluk kebo seperti dulu.
Karena masalahnya udah selesai. Gue udah capek jadi zombie yang ga bisa tidur, nonjokin diri sendiri.
Setelah dipikir pikir gue memang konyol.
"Cuy! gue tau lo lagi bahagia. Tapi masa kita berdiri di depan pintu daritadi?" Gerutu Dafin yang membuat Kemal mengangguk anggukan kepalanya.
Mendengar gerutuannya gue hanya terkekeh lalu duduk di sofa. Bahkan sofa rumah sekarang sama nyamannya sama sofanya Dafin.
"Terus kita duduk doang liat lo senyum senyum gitu yan?" Gerutu Kemal lagi membuat gue mendengus.
"Lo berdua kayak baru sekali ke sini aja sih. Terserah deh mau kemana. Gue lagi mau bahagia jangan di ganggu kek elah." Gerutu gue menatap mereka berdua sebal.
Akhirnya mereka sibuk dengan handphonenya masing masing. Ah biarin deh. Gue terlalu bahagia buat mikirin mereka berdua.
Ternyata setelah selama ini gue sama Dafin sahabatan dari kecil, sama Kemal sahabatan awal SMA, mereka berdua sahabatan.
Benar benar dempit dunia. Ya kan?
Ternyata mereka satu SMP. Kemal, Vega sama Dafin satu SMP. Tapi hubungan Vega sama Dafin kayak gue sama Syra gitu ga deket.
Tetep aja bikin orang shock taunya mereka sahabatan. Ga akan ada yang pernah nyangka mereka sahabatan kalau begini.
Dafin juga udah pindah ke Jakarta setelah lama menjadi orang Semarang. Tapi takdir mengatakan lain. Dia malah sekolah di Garuda Putih. Konyol emang.
Katanya tadinya dia hampir di Vancy cuman mamanya ada kontrak kerja sama sama pemilik garuda putih. Jadi mau ga mau.
Coba bahkan bokapnya kan saudara nyokap gue.
Lucunya lagi garuda putih musuhan sama Vancy dan nama mantannya Vega itu Farel.
Farel Bajingan. Gue kira nama lengkapnya gitu.
Faktanya adalah gue, Dafin dan Kemal main ke rumah gue. Kata Kemal asik kalau ngebentuk semacam persahabatan bertiga. Tapi gue rasa gue ga mau jadi kayak papa yang punya komplotan taunya pasangannya trixie dan bla bla bla.
Harusnya sekarang kita bertiga ada di rumah Dafin. Soalnya Dafin rumahnya memang gue akui lebih nyaman dan hidup karena orang tuanya sering dirumah dan Dafin jarang keluar.
Bahkan mereka berpendapat rumah gue kayak rumah vampir yang gaya gaya eropa gede tapi sepi ga ada orangnya serem.
Mengingat kata kata mereka gue mau ngakak.
Sedangkan rumah Dafin adalah sarangnya para gamers yang terlalu nyaman dan menyenangkan. Tapi rumahnya Dafin sangat miskin masalah makanan.
Jadi rumah yang banyak gamenya akan kalah sama rumah yang banyak makanannya. Akhirnya kita ke rumah gue.
"Yan, back to the earth pleasse. Gue bosen. Main yuk." Ucap Kemal menaruh handphonenya di atas meja.
Oke sebagai tuan rumah yang baik ga baik nganggurin tamu.
"Mau main apa?" Tanya gue memasukan handphone gue ke dalam kantong.
"Ps aja. Fifa!" Teriak Dafin semangat dengan senyuman lebarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
THS [3] Infinetory
JugendliteraturThis the and of THS (The High School) In - Fine (s)Tory Mimpi itu indah Mimpi itu menyenangkan Mimpi itu sempurna Aku bisa menjadi segalanya lewat mimpi Termasuk menjadi putri dalam kerajaan dengan kisah paling indah. Dengan pangeran yang bersamaku...