Chapter 18

192K 7K 155
                                    

Sesak. Sakit. Perih, beradu menjadi satu, menciptakan luka baru yang menganga penuh kepiluan. Tubuhnya terasa lemas, suasana terasa menyakitkan disetiap detiknya hingga membuat Prilly tidak bisa lagi menopang berat tubuhnya. Matanya berkunang-kunang, dan air mata yang tanpa di pintapun berurai sangat deras membasahi pipinya. Terlihat begitu menyedihkan dan penuh kesakitan, seakan tidak ada lagi udara yang memenuhi paru-parunya.


Dengan mengumpulkan semua kekutannya Prilly menyeka air matanya, harusnya ia senang. Kenapa ia menangis? Dan kenapa rasanya sakit sekali?. Bukankah ini yang dia mau? Bukankah kalau Ali sudah menyerah itu tandanya ia tidak akan lagi susah payah menceraikan Ali? Bukankah sebelumnya ia sudah bertekad akan melupakan Ali?. Tapi kenapa dari semua bukankah itu, membuat dadanya terasa nyeri. Semuanya terasa menyesakkan dadanya, hingga ia sulit bernafas dan itu terasa sakit sekali.




Dan Randy tidak bisa menyembunyikan raut wajah terkejutnya, ia menggeleng kuat atas permintaan cerai Ali pada Prilly, tidak menyangka kalau Ali menyerah begitu saja. Bukankan Ali mengatakan kalau ia tidak mau bercerai dengan Prilly? Lalu, tadi apa yang ia dengar. Dengan mudahnya Ali meminta surat cerai pada Prilly, bahkan sebelum Prilly mengatakan kalau dirinya akan selalu menemani Ali untuk terapi sampai Ali kembali sehat seperti sedia kala. Randy tau, Ali terluka mengucapkan itu, karena ada dorongan terpaksa dari nada bicaranya, dan Ali terlihat sangat tersiksa mengucapkan itu. Mengucapkan kata-kata yang sebenarnya ia benci, namun semuanya terkalahkan oleh rasa tidak percaya dirinya akan keadaan dirinya sekarang. Tidak taukah Ali, dia mengatakan kalau tidak akan melukai dan menyakiti Prilly lagi, tapi lihatlah sekarang. Prilly tidaklah terlihat bahagia mendengar permintaan cerai dari Ali, gadis itu nampak terluka dengan air mata yang keluar dengan sesak.



"Ba--baik" Prilly bersuara dengan parau ditengah tangis yang ia tahan, terlihat sakit dan menyiksa membuat mata Ali meredup penuh kesedihan. Apa ia kembali melukai Prilly?. Bukankah ini yang Prilly inginkan?.





Randy terdiam, suasana seperti ini membuat tubuhnya seakan membeku. Menjadi saksi kedua orang yang saling mencintai, namun harus berpisah dengan sebab yang tidak bisa dipahami. Aura kesakitan seakan ikut terdampak pada Randy, membuatnya menatap Ali dan Prilly secara bergantian lalu setelahnya ia menunduk karena mendapati tatapan kesakitan dari keduanya. Apa yang harus ia lakukan? Randy kehilangan akal saat ini, yang ia lakukan hanya berdiam diri, membiarkan kesakitan dari dua sejoli itu terus menjalar tidak berujung.





Prilly menyeka air matanya, lalu ia berusaha tersenyum. Bukan senyum kebahagiaan, bukan. Senyuman yang terselubung, menyembunyikan rasa luka baru dihatinya.




Dan Ali merasakan itu, ia terdiam dengan soratan mata murung, gelombang kesakitan yang tiada tara seakan menamparnya. Sadar akan ia kembali menyakiti Prilly. Ingin sekali rasanya ia membawa Prilly kedalam pelukannya. Dan tidak membiarkan air mata itu terus berurai walau selalu diseka oleh Prilly.



"Tapi---tapi aku ada satu permintaan" Prilly menatap Ali dengan senyum nanar, berusaha meyakinkan dirinya sendiri kalau semuanya baik-baik saja.


Saat itulah hati Ali terasa diremas dengan keras, membuat rasa sakit itu menjalar sampai pada ubun-ubunnya. Tatapan Prilly membuat tubuhnya melemas, gadisnya terluka kembali dan itu karenanya. Ali diambang kebingungan, kebingungan yang membelenggu jiwa membuat ia kehilangan akal. Ia tidak bisa bersama Prilly di saat seperti ini, bukankah memalukan sekali saat Prilly harus bersama orang cacat seperti dia dan pasti akan merepotkannya.




"Apa itu?" Ali bertanya dengan suara pelan dan melemah, ia menatap Prilly lembut dengan binaran cinta yang meluap-luap membuat rasa sesak dihati Prilly semakin menjadi-jadi karenanya.





CRY WEDDINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang