Chapter 29

159K 6.5K 252
                                    

"Enggak... Enggak mungkin!"

Jantung Ali berdetak kencang, tubuhnya menegang, rasa panik seketika menjelar hingga ke urat nadinya. Kemudian dengan tergesa ia keluar dari kamarnya, ia mencari-cari Prilly di setiap ruang di dalam rumahnya, rasa takut mulai hinggap di hatinya, ia berlari-lari dengan tergesa mengelilingi rumahnya.

"Sayang.." suara Ali terdengar serak, menahan perasaan, putus asa ketika tidak menemukan Prilly di manapun. "Kamu dimana?"

Ali berlari keluar rumah, berharap ia menemukan Prilly, perasaannya sudah tidak karuan, sesuatu terasa menekan dadanya dengan pedih, sakit, hancur, memilin menjadi satu. Ali kembali putus asa ketika tidak menemukan Prilly di jalan, banyak kendaraan berlalu lalang dengan sembrono, menimbulkan kabut hitam yang kotor, hati Ali remuk seketika dengan perasaan cemas luar biasa. Demi Tuhan, ia tidak ingin Prilly kembali pergi dari hidupnya, dan yang paling menyedihkan saat ini bukan hanya Prilly saja, tapi ada benih cintanya, anaknya juga di sana.

Dengan tangan bergetar sekaligus panik luar biasa, Ali merogoh saku celananya dan mengambil ponselnya, mencoba menghubungi Prilly. Deringan pertama terdengar, jantung Ali bedetak semakin kencang, memacu rasa sesak hingga semakin menjadi-jadi menikam dadanya.

"Angkat. Sayang, angkat" Ali bergumam lirih, tidak terasa matanya sudah basah, terluka. Hingga deringan terakhir, panggilan Ali pun tidak berguna, istrinya sama sekali tidak mengangkat panggilannya.

Namun Ali tidak putus asa, ia kembali menghubungi Prilly berkali-kali, sekian lamanya, hasilnya tetap sama, tidak ada jawaban, ketika Ali ingin kembali menghubungi Prilly, saat itu juga ponsel Prilly mendadak tidak bisa di hubungi. Ali panik luar biasa, tenggorokannya seperti di penggal, perih dan sakit.

Ia menggigit bibir bawahnya, matanya berkaca-kaca penuh kesedihan, tangannya bergetar, dan tatapannya terfokus pada ponsel di genggamannya, terlihat sangat berantakan dan putus asa.

Tidak tinggal diam. Ali berlari kembali menuju rumahnya, dengan cepat kilat ia masuk kedalam mobilnya dan melajukannya dengan kecepatan tinggi. Mungkin nasib Ali yang malang, pada hari itu tiba-tiba saja, entah kenapa jalanan mendadak macet total dari berbagai penjuru, ia menggeram frustasi dengan mata yang sudah basah dan merah, berkali-kali Ali membunyikan klakson mobilnya dengan tidak sabar namun tingkahnya itu mendapat protes dari beberapa pengendara yang lain, tapi Ali tidak peduli, saat ini ia benar-benar kacau luar biasa, fikirannya selalu tertuju pada istrinya dan juga anak di dalam kandungam istrinya.

Menit berlalu, Ali sungguh tersiksa saat jalanan masih saja macet, tidak ada pergerakan sedikitpun, kemudian ia mengambil ponselnya dan kembali menghubungi Prilly namun masih saja tidak bisa di hubungi, ia mengusap wajahnya dan mengacak rambutnya dengan cemas, sesuatu di dalam dirinya bergejolak dengan pedih.

"Dimana kamu, sayang?" suara Ali terdengar parau, serak, dan menyengat ulu hati dengan perih. Kemudian, tanpa di pinta, setetes demi setetes cairan bening yang menyakiti hati itu, mendesak keluar dari kelopak matanya, membasahi pipinya dengan menyedihkan.

Marah, kesal, panik bercampur menjadi satu saat jalanan belum juga normal, setiap kendaraan berjalan sedikit demi sedikit, membuat Ali gemas luar biasa. Ia mencengkram stir mobil dengan kencang, marah pada dirinya sendiri yang tidak berguna.

2 jam berlalu akhirnya mobil Ali bisa bebas dari kemacetan jalanan, kemudian dengan terburu-buru ia mengendarai mobilnya, hatinya hampa dan kosong, Ali tidak memiliki tujuan kemana mencari Prilly, tetapi setiap tempat di kota ia datangi, ia berusaha bertanya pada setiap orang di sana. Ali menghampiri beberapa kios di pinggir jalan dan memperlihatkan poto Prilly. Namun orang-orang di sana sama sekali tidak mengetahui. Ia kembali masuk kedalam mobil, beberapa saat kemudian Ali berhenti lagi dan bertanya lagi, begitu seterusnya, tidak mengenal lelah.

CRY WEDDINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang