Chapter 33

182K 6.5K 798
                                    

Sebelumnya, mohon maaf lahir dan batin readers kesayanganku semuanya. Maaf sudah lama menghilang dan baru kembali lagi hari ini, sungguh, aku rindu dunia menulis dan finally akhirnyaa sekarang bisa nulis lagi, nyempetin di waktu luang yang sempit ini, aku sangat rindu sekali saat jari-jari ini mulai bekerja lagi dan otakku ini kembali berimajinasi lagi, lagi dan lagi. Mohon pengertiannya untuk kesibukanku saat ini hehe. Notif Lineku dan mesagge jebol semua, ternyata banyak sekali yang menunggu, oh yaampun, maafkan aku yang sudah membuat kalian menunggu lama. Terima kasih banyak atas pengertiannya dan atas kesetiannya menunggu semua tulisanku, semoga saja aku masih bisa menulis lagi setelah sekian lamanya hiatus hehe. Hayooo siapa yang kangen Author *eh maksudnya Dokter Ali and family Wkwk

Love you so much! ❤

Happy reading!


*****

Rencana Prilly untuk tidur cepat ternyata tidak terlaksanakan. Matanya tetap nyalang menatap langit-langit kamarnya, berkali-kali terdengar ia menghela nafas, sedikit kesal, ia lalu merubah posisi tidurnya, kemudian ia berdecak ketika merasa tidak nyaman dengan dirinya.


"Ya, ampun! Aku ini kenapa?", Prilly bangkit dari tidurnya, ia duduk di samping ranjang, mengusap wajahnya dengan jengah. "Aku gak bisa tidur" lanjutnya gelisah.


Prilly mengusap perutnya yang sekarang semakin membuncit, ia menunduk kemudian tersenyum. "Ini semua gara-gara Daddy. Mommy sangat merindukan Daddymu, apa kamu juga begitu, sayang?" katanya dengan suara lembut namun terdengar lirih.

"Daddymu menyebalkan, meninggalkan rindu begitu banyak. Apa Daddymu tidak tau kalau menahan rindu itu tidaklah mudah" kata Prilly mengomel sendiri, bibirnya mengerucut, mengiba.

Prilly kemudian berdiri dari duduknya, ia menghela nafas, lalu kakinya melangkah menuju balkon kamar. Ketika pintu balkon kamarnya ia buka, angin yang begitu sejuk seketika menyapa kulit wajahnya, terasa begitu menyegarkan, dan Prilly baru menyadari kalau ternyata hari sudah sore.

Dia kemudian berjalan keluar, lalu membentangkan kedua lengannya, matanya terpejam, rasanya begitu menenangkan sekali.

"Adem" ungkapnya dengan suara berbisik, bibirnya tersenyum, lalu perlahan matanya terbuka kembali. "Sejuk. Tapi..." senyum Prilly memudar, "Aku merindukannya saat ini, aku butuh suamiku!" rajuknya pada diri sendiri.

Tidak lama kemudian ponsel di dalam saku dress Prilly berdering, menandakan ada panggilan masuk. Ia kemudian mengambilnya, dan tersenyum senang ketika membaca nama yang tertera di layar ponselnya, Ali. Dengan tidak sabar, di angkatnya segera panggilan itu.

"Kangen..." belum sempat Ali bersuara, Prilly lebih dulu bersuara dengan manja, kemudian terdengar tawa kecil yang nampaknya menahan gemas.

"Sayang...."

"Kangen..." lagi-lagi Prilly kembali merajuk, memotong ucapan Ali. "Pulang, kangen!" tambahnya, tidak terbantahkan dan itu membuat Ali rasanya ingin memeluk istrinya saat itu juga.

"Kakak tau. Malahan, Kakak lebih kangen kamu, sayang" suara Ali begitu lembut, tulus, penuh kerinduan.

"Makanya pulang. Aku sama anak kita kangen sama kakak. Apa kakak tega sama kita, huh!" rajuk Prilly dengan bibir mengerucut. "Kakak pasti pulang besok, kan? Aku udah gak sabar nunggu besok. Aku kangen banget. Banget. Banget sama kakak" kata Prilly penuh harap dan penekanan.

"Kakak pasti pulang, sayang"

"Iya, besok kan?"

"Sayang?"

CRY WEDDINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang